Skip to main content

Urus Paspor :Komplain Dulu Baru Dilayani

Paspor Indonesia
Aku membuat paspor. Negara tujuan? Belum tahu kemana. Kapan berangkat juga belum jelas. Merujuk pada kata teman at least ketika punya paspor,aku sudah mengantongi “KTP” penduduk dunia. Sudah bisa memulai merencanakan ke Negara mana nantinya.

Urus paspor? Hmm….ini salah satu mimpi saya. Jadinya sedikit gregetan saat ke kantor Imigrasi. Dulunya Cuma bisa lewat di depan kantor itu saja tanpa pernah tahu kapan bisa mengunjunginya dan mengurus paspor. Berbekal informasi dari teman yang sudah ngurus paspor aku pun sedikit percaya diri. “Cukup mudah, biayanya Rp 270.000” katanya. Aku membawa persyaratan yang diperlukan.Kartu keluarga, KTP, ijazah terakhir,Akta kelahiran dan surat nikah (jika sudah menikah). Mengapa semua itu diperlukan? Karena petugas akan meyesuaikan data nama dan tanggal lahir disemua surat-surat “berharga”itu.

Hari pertama.

Formulir di beli di koperasi dengan harga Rp. 20.000. Aku mendapat selembar formulir untuk data pemohon dan sampul plastik hijau berlogo garuda. Aku pun mengisi formulir tersebut. Berkas yang dibutuhkan pun sudah lengkap. Agar tidak kembali lagi besoknya hanya sekadar untuk mengembalikan formulir. Petugasnya pun lumayan ramah membantuku. Dia memeriksa data dan berkasku. Selanjutya ia memberiku kertas tanda terima dan memintaku kembali datang dua hari kemudian untuk wawancara dan foto. “Lebih pagi lebih baik “ pesannya padaku.

Dua hari kemudian

Pukul 8 pagi aku sudah meniggalkan tempat kostku menuju kantor imigrasi. Tak cukup 10 menit saya telah tiba disana. Suasana kantor masih lengang. Aktivitas penerimaan formulir pemohon di loket 4 sudah di buka. Namun loket 5, tempat pendaftaran wawancara dan foto masih belum buka. Saya harus menugggu 20 menit sampai petugasnya datang. Formulir yang terkumpul di tangannya tak lebih sepuluh lembar. “Ya, takkan lama pastinya. Pasti namaku cepat dipanggil” pikirku. Di ujung loket terdapat tumpukan nomor antrian yang tidak dibagi. Mereka menggunakan sistem panggil nama.

Ruang Wawancara dengan alat penghitung antrian yang tidak difungsikan
Kantor imigrasi mulai padat. Speaker di ruang wawancara mulai menyebut nama pemohon satu persatu. Lama saya menunggu. Namaku tidak juga dipanggil-panggil. Beberapa pemohon yang sepertinya baru datang tiba-tiba dipanggil masuk dan di wawancara. Wah…..gak benar nih.

Beberapa orang mulai merasakan kejengkelan. Beberapa mulai complain. Masuk di ruang wawancara. Saya masih bersabar menunggu. Ibu yang disamping saya pun mulai jengkel. Ia pun telah lama mengantri. Ia sempat complain, tapi dijawabnya “ Berkasnya di susun dulu ya bu”. "Gimana caranya nama saya cepat dipanggil, kalo berkas yang mauk paling pagi berada ditumpukan paling bawah" gerutu sang ibu. Beberapa yang sudah komplain pun lantas dipanggil. Harus komplain dulu ya baru dilayani.
Pemohon yang komplain

Pukul 11 siang namaku dipanggil. “Akhirnya” batinku. Aku hanya ditanyai beberapa pertanyaan basa basi. Kapan paspornya mau dipakai? Buat apa ke luar negeri?. Karena di tempat di wawancara pun tetap harus ngantri (petugasnya memanggil tiga orang sekaligus, jadinya numplek di ruag sempit). Aku sempat memperhatikan beberapa petuga yang bolak balik masuk ke ruang tersebut sambil membawa map formulir baru. “Yang itu ya bu. Uangnya ada didalam map loh”katanya.

Ooo, Seperti itu ternyata kerjanya para Calo paspor. Pantas Sistem antrinya tidak berjalan. Mesin penghitung nomor antrian pun tidak difungsikan. Lebih mudahkan menyusupkan nama orang lain jika hanya sekadar menyebut namanya tapa harus antri berdasarkan nomor. Koneksi luar dalam untuk membuat paspor ekspress dengan bayaran yang lumayan tinggi dari harga yang ditetapkan. Sesungguhya harga yang tertera di papan pengumuman hanyalah Rp.200.000 saja. Kalo pun untuk membayar sampai Rp.270.000 itu untuk biaya tambahan berupa foto Biometric Rp.55.000 dan sidik jari Rp. 15.000 (sumber : ibujempol.com).Tapi jualan calo,ekspress bayar bisa sampai Rp 700-800ribuan. Waah…bisa bikin tiga paspor kalo bayar segitu.
Di ruang wawancara

Malah seorang pemohon yang lain membayar dengan harga Rp 650.000 dan masih juga menunggu hingga beberapa hari. Saat akan membayar, petugasnya berkata Rp.300.000. Hah???Temanku kan hanya bayar Rp.270.000. Tak ada bukti kuitansi pula yang menerangkan memang harus bayar sekian. Rp.30.000-nya buat biaya apa? Duh, Apesnya.(*)

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

jurnalistik siaran, pindah kost-kostan, dan "capek deh!"

Akhirnya, kembali bisa menyempatkan diri sejenak ke Teras Imaji. Sedikit berbagi kisah lagi dengan diri sendiri. Sekedar untuk sebuah kisah klasik untuk Saraswati dan Timur Angin kelak. Aku tak pernah menyangka bahwa aku bisa bertahan sampai saat ini.meski tugas kuliah menumpuk. Keharusan untuk pindah pondokan. Kewajiban lain yang belum terselesaikan.Problem hati yang menyakitkan. Serta kontrak yang tersetujui karena takut kehilangan peluang meski tubuh ini harus sudah berhenti. Siang tadi (15 nov 06) seharian ngedit tugas siaran radioku. Tak enak rasanya pada teman-teman, memberatkan mereka. menyita waktu yang seharusnya untuk hal lain. Tak enak hati pada Pak Anchu, penjaga jurusan. yang tertahan hanya menunggu kami menyelesaikan tugas itu. Dengan modal suara fals nan cempreng toh aku pun akhirnya harus sedikit PD untuk membuat tugas itu. Meski hanya menguasai program office di komputer, toh aku harus memaksakan belajar cool-edit (yang kata teman-teman yang udah bisa merupakan sesuatu...

Asyiknya Berkirim Kartu Pos

Kartu pos untuk teman-teman di Indonesia. Beberapa minggu ini saya lagi senang-senangnya berkirim kartu pos. Membeli kartu pos di court street. Menuliskan nama dan alamat yang akan dikirimkan. Menuliskan pesan yang akan disampaikan. Dan membawanya ke kantor pos dan memposkannya. Prosesnya itu begitu menyenangkan buatku. Terlebih lagi ketika orang yang saya kirimi kartu pos mengabarkan kalo kartu posnya sudah sampai, rasanya seperti mission completed deh. Selain mengirimkan kartu pos ke teman-teman di Indonesia, saya juga bergabung di Postcrossing . Sebuah web yang menyatukan para penggemar kartu pos seluruh dunia. Saya menemukan web Postcrossing ini tak sengaja ketika sedang mencari informasi berapa harga prangko untuk kartu pos luar negeri. Caranya gampang, daftar di webnya, kemudian kamu akan menerima 5 alamat yang harus kamu kirimi kartu pos. Saat pertama join kamu harus mengirim kartu pos. Ketika kartu pos itu diterima, maka alamat kamu akan disugesti untuk dikirimi kartu po...

Punya KTP Amerika

Akhirnya saya punya KTP Amerika. Sok pamer? Mungkin iya. Gaya juga masuk dalam kategori itu. Secara selama ini saya cuma punya KTP Bone dan KTP Baubau. KTP Makassar saja nda punya sama skali. Padahal hidup di  Makassar hampir 5 tahun. Nah, dapat KTP Amerika yang disini lebih dikenal dengan nama State ID itu penting buat kelangsungan hidup saya di Athens. Meskipun tinggal 6 bulan lagi, tapi untuk mengisi dompet dengan kartu berbahasa Inggris saya anggap sedikit perlu. Biar sedikit gaya dan jadi kenang-kenangan kalo pulang nanti. Ngantri bikin State ID Saya sudah lima bulan tinggal di Athens dan baru ngurus State ID. Ckckckcckck. Padahal saya nda ada kerjaan di rumah. Telat pasalnya yang harus nemenin pergi ngurus sibuk kuliah. Pas musim libur ini baru deh sempat ditemani bikin. Saya menganggap penting State ID itu hanya karena persyaratan untuk menjadi anggota perpustakaan di Athens Library perlu pake State ID. Saya sangat ingin membaca serial ketiga The Lost Hero-nya Rick Ri...