Skip to main content

Nomaden

Ilustrasi
Perlu mengalami kepergian untuk dapat meresapi sebuah kepulangan. Dan kadang kepergian itu serupa perjalanan tak tentu arah dan berpindah. Merasakan nomaden. Tak hanya nomad di alam materi namun juga di alam jiwa.

Nomad serupa pengembaraan dimana kamu tak menetap di sebuah tempat. Kamu berpindah. Bergerak. Setiap hari adalah sebuah kepergian dan hidup adalah sebuah jalan yang perlu ditempuh. Seperti sebuah teka-teki labirin yang sering aku temukan di majalah atau bungkus kemasan makanan. Pertanyaannya adalah membantu sang tokoh kartun dari awal labirin untuk sampai dirumahnya dengan jalan berliku. Sangat mudah menebaknya. Otak jaman SDku mampu menjawabnya apalagi jika aku gunakan otakku yang sekarang. Yang telah dipenuhi hal-hal yang lebih rumit dari sekadar gambar labirin di majalah anak-anak.

Labirin di majalah itu gampang. Aku bisa melihat semua kemungkinan jalannya. Jika aku tersesat aku dengan mudah untuk kembali ke awal dan mencari alterative lain. Namun soal teka-teki SD bukan lagi soal yang dibebankan padaku untuk kujawab. Untuk kucari jalan keluarnya.

Soalnya akan lebih sulit. Disesuaikan dengan jenjang sekolah, umur, dan tinggi badan (sepertinya ini Cuma bercanda:).Labirinnya tak terlihat. Tokohnya bukan lagi sosok kartun lucu tapi adalah diriku. Aku harus menebak arah, menebak bentuk labirin, dan tak kembali jika dinding didepan adalah tembok terjal yang begitu tebal. Otakku harus kreatif menemukan cara untuk memanjatnya. Atau menemukan godam dan menghantamnya dengan sekuat tenaga.

Pernahkah ada saat dimana kamu tak pernah tahu akan kemana? Arah didepannya begitu samar? Aku tak yakin pernah membayangkannya. Tapi sepertinya untuk sekarang pilihan itu ada didepanku. Rasanya seperti berada di ruang tunggu begitu lama. Mereka-reka apa yang akan aku dapati saat namaku dipanggil menuju ruang yang lain.

Mimpi kecil itu begitu abstrak dulu. Aku hanya membayangkan makro imagenya dalam benakku. Ternyata begitu susah untuk memasang detail-detailnya ketika aku hendak melakukan eksekusi terhadapnya. Aku serupa Ariadne dalam Inception yang berusaha menggambar labirin mimpi dengan detail yang begitu lengkap. Dan aku mengatakan padamu, ii bukanlah sesuatu yang mudah.

Nomad. Entah kemana lagi setelah ini.Enam bulan. Setahun. Dua tahun. Tahu ketiga, empat, lima, dan seterusnya. Terasa masih berupa kabut yang mampu buyar terpapar matahari. Ujung labirinnya adalah sebuah rumah kecil di atas bukit berlantai dua dengan jendela kaca besar, sebuah beranda dengan pemandangan laut yang indah. Beberapa cerita tentang sebuah perjalanan yang telah tercatat di buku-buku. Dan beberapa anak-anak berlarian riang di halaman.

Bukankah terdengar menyenangkan? Mimpi selalu terbayangkan dengan indah. Tapi ketika kau menjadi kaum nomad, perjalanan-perjalanan adalah upaya untuk menuju ke ujung labirin itu. Aku rindu rumah itu. Sangat. Tapi aku belum sampai disana. Saat ini aku serupa siput yag membawa rumahku dalam setiap perjalanan. Aku menyimpannya di hati.Anggaplah semacam peta menuju pulang. (*)

Comments

  1. Anonymous9/17/2010

    tulisan ini lahir saat nelangsa. selalu menyenangkan saat membaca dirimu.

    --MYD---

    ReplyDelete
  2. terima kasih telah pergi. aku mendapatkan sebuah ide cerita tentang kripton itu. semoga bisa mampu aku tuliskan

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ara Belajar Ngomong

Serius Nulis Ara mulai suka ngoceh. Ada saja suara keluar dari mulutnya. Kadang jelas kadang juga tidak. Beberapa berhasil saya terjemahkan maksudnya. Beberapa mengalami missunderstand berujung pada rengekan atau aksi menarik tangan. Selain nonton lagu anak-anak, beberapa film anak-anak yang menurut saya cukup edukatif menjadi pilihan tontonannya. Saya memutarkan film Blue's Clues, Super Why, hingga Pocoyo. Serial Blue's Clues sudah kami tonton semua. Mulai dari sang pemilik Blue bernama Steve hingga beralih ke Joe adiknya di serial itu. Yang paling nyantol di kepalanya Ara adalah kata "think" sambil telunjuk memegang dahi. Itulah kata pertama yang ia ucapkan secara jelas setelah kata Mama dan Ayah. Entah kenapa kata ini yang melekat di kepalanya. Mungkin karena si Steve sangat aktraktif menyanyikan lagu jingle Blue's Clues terlebih dibagian "Sit down in thinking chair. Think, think, think". Ara juga suka bagian ketika surat datang. Dia akan i...

Kamu 9 Bulan dan Kita "Bertengkar"

Kamu 9 bulan. Apa yang kamu bisa? Merayap dengan gesit. Berguling-guling ke sana kemari. Duduk sendiri sekehendakmu. Tempat tidur telah kita preteli. Yang bersisa hanyalah kasur alas tidur kita yang melekat di lantai. Agar kamu bebas berguling dan merayap tanpa perlu khawatir gaya tarik bumi menarikmu. Hobiku adalah membiarkanmu bermain di lantai. Dari kasur turun ke ubin dingin. Sesekali memakai tikar, tapi akhir-akhir ini aku malas melakukannya. Lagian daya jangkaumu lebih luas dari tikar 2 x 2 meter. Kamu masuk hingga ke kolong meja. Tak tahu mencari apa. Tak jarang kamu membenturkan kepalamu. Di ubin atau dimana saja. Kubiarkan. Ukuranku adalah jika tidak membuatmu menangis artinya kamu tidak merasa sakit. Sakit itu ditentukan oleh diri sendiri. Saya hanya tak ingin memanjakanmu dengan mengasihimu untuk sebuah sakit yang bisa kamu hadapi sendiri. Mama keras padamu? Bisa jadi. Kamu mulai banyak keinginan. Mulai memperjuangkan egomu. Menangis jika Khanza merebut mainan dari tanganmu....

Norwegian Wood

Cukup melelahkan membaca Norwegian Wood karya Haruki Murakami. Buku yang telah kulihat wujudnya sejak tahun 2004 baru aku baca di tahun 2013. Saya tidak terlalu akrab dengan karya-karya Haruki Murakami. Buku Norwegian Wood ini adalah karyanya yang pertama saya baca.  Mengapa saya berkata buku ini cukup melelahkan? Karena buku ini bercerita tentang kematian dan sangkut pautnya dengan orang-orang yang ditinggalkan. Bukan kematian yang disebabkan sakit atau tua. Tapi kematian orang-orang muda yang memilih bunuh diri.  Bersetting tahun 1970an di Jepang, sang tokoh utama, Watanabe menceritakan kembali kisahnya. Ia bertemu kembali kekasih almarhum temannya yang memilih mati bunuh diri di usia 17 tahun. Sekalipun tidak akrab mereka selalu bersama. Berkeliling mengitari Tokyo tanpa tujuan. Hingga sang perempuan, Naoko masuk panti rehabilitasi gangguan jiwa. Ia lantas bertemu Midori, perempuan nyentrik yang selalu berkata seenak dia. Perempuan yang selalu jujur mengatakan apapun yang i...