Skip to main content

Sorry...Terdelete (Sengaja)

Berbahagialah pemilik nomor-nomor Handphone yang secara sengaja terdelete dari phonebook ponselku. Karena mereka adalah orang-orang yang beruntung. Orang-orang yang secara terkhusus telah menorehkan bekas yang cukup dalam di halaman-halaman catatan harianku. Orang-orang yang berusaha untuk dilupakan namun tak pernah benar-benar terlupakan. Tak pernah ada niat untuk benar-benar melupakan mereka, karena yakinlah sebuah bekas akan selalu ada disana.

Ini hanyalah sebuah penawar hati untuk melakukan penyeimbangan terhadap toxin yang ada. Aku tak menyebut kalian adalah sebuah racun yang mampu membunuh. Tapi kalian mampu member pancingan pada keseimbangan tubuh. Merambat ke fisik. Nomor-nomor itu mampu membuat Tsunami di lambungku. Ia pun sekaligus berupa angin Tornado yang menghacurkan sepanjang lambung hingga daerah jantung dan paru. Ia melilit dan mencengkram alat-alat pernafasanku. Membuatku sesak. Menghentikan darah terpompa dari dan ke jantung. Tak bisa kalian bayangkan sakitnya.

Dan itu belum berhenti. Karena pengaruhnya akan menuju otak. Membuat infuls mual di sana. Otakku memerintahkan untuk muntah. Tapi perutku dan alat pecernaan lainnya tak mampu melakukannya. Betapa menderitaya aku.

Jadi sebuah hal bijak untuk menghapus nomor-nomor telepon itu. Demi kesehatan fisik dan emosiku :).Ketika semua kembali normal, angka-angka itu akan kembali menempati ruang di handphoneku. Maaf…(*)

Comments

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan ...