Skip to main content

Bulan Madu Dengan Rumah Baru


Sudah tiga hari menempati rumah baru. Rasanya menyenangkan. Saya cukup rajin menyapu dan mengepel. Sampai suami bilang "kenapa di rumah yang dulu nda serajin ini?". Saya pun kerap bertanya sampai kapan kita merawat sepenuh hati barang-barang (baru) milik kita. 

Kami membeli sofa dan meja. Tiap berdebu sedikit saya mengelapnya. Bahkan untuk kaca meja saya berencana membelikan cairan khusus untuk membersihkannya. Kemudian saya pun kepikiran kelak akan ada saat dimana saya tidak mempedulikan noda kaca yang membekas di sana. Kelak saya tidak lagi rajin mengepel lantai. Saya akan membiarkan noda kehitaman di lantai tanpa banyak usaha untuk membersihkannya. Sofaku akan lepes kemudian kulitnya akan terkelupas dan saya kemudian berpikir untuk menggantinya. 
 Di masa beberapa saat mendatang saya mungkin akan menunda menyapu lantai, mengepel, atau mengelap debu-debu si kaca. 

Mungkin inilah masa yang disebut bulan madu. Masa dimana saya menikmati rumah baru, suasana baru. Seperti pengantin baru yang sangat berbahagia akan masa pernikahannya. Di rumah yang dahulu pun saya melakukannya. Sayangnya hanya bertahan dua minggu. Kala itu setiap hari lantai saya pel hingga pada hari itu saya memutuskan untuk hanya menyapunya. Di hari lain saya malah absen menyapu sama sekali. 

Di masa depan hal-hal tersebut akan terasa seperti rutinitas dan kemudian berujung pada bosan dan jenuh. Jika sekedar bosan dan jenuh membersihkan rumah dan menyapu lantai, mungkin saya akan berhenti sejenak. Tapi kalo ini diumpamakan dengan pernikahannya, apakah semudah itu menghentikan sejenak? Atau semudah memikirkan sofa rusak yang harus diganti baru? 

Bogor, 12 Juni 2015

Comments

Popular posts from this blog

Dapat Kiriman Moneygram

Ini adalah pengalaman pertama saya mendapatkan kiriman uang dari luar negeri. Sedikit norak dan kampungan sih. Tapi tak ada salahnya membaginya di sini. Setelah saya googling di internet kurang yang mau berbagi pengalaman tentang transferan luar negerinya. Nah, karena Kak Yusran yang bersekolah di Amerika berniat mengirimi saya uang buat tiket ke Bau-Bau, maka dia akhirnya mengirimkan uang. Dalam bentuk dollar lewat jasa layanan Moneygram yang banyak tersedia di supermarket di Amerika. Moneygram sama seperti Western Union. Tapi Western Union lebih merakyat. Mereka bekerja sama dengan kantor Pegadaian dan kantor pos. Sehingga di kampungku pun ada fasilitas Western Union (tapi saya belum tahu berfungsi atau tidak). Moneygram sendiri setahu saya hanya bekerja sama dengan beberapa bank. Saya belum pernah tahu kalo Moneygram juga sudah bekerja sama dengan kantor pos, meskipun informasi dari teman-teman di twitter mengatakan demikian. Jasa layanan pengiriman uang macam Moneygram dan Western

June, I Wont Remember

Ada yang ironi membaca judul yang kubuat di atas. Mengapa? Karena dua tahun lalu saya mengumpulkan cerpen-cerpen dan prosaku dalam satu buku yang kuberi judul "June, I Remember".  June, you come. As usual. Once in a year. Setia seperti matahari pagi yang terbit. Sayangnya, Juni kali ini tidak begitu kunantikan. Ada satu, dua dan beberapa alasan kenapa saya tidak begitu senang dengan Juni. Ini hanyalah pendapat pribadi dan hanyalah pada tahun ini.  Kenangan dan ingatan akan bulan juni di masa silam terlalu romantis di kepalaku. Membulat dalam ruang kosong hampa dan beterbangan di sana. Kemudian Juni tahun ini seperti chaos yang meluluhlantakkan  ruang kosong itu. Angan membuyar, debu kenangan mengabut. Namun, sekalipun demikian kenangan-kenangan itu melekat samar di benakku. Karenanya Juni tahun ini datang membawa hawa tak menyenangkan. Saya perlu berlari. Chaos pastinya tak mampu terelakkan namun pergi adalah langkah paling kongkret untuk meminimalisir kesakitan. Maka, Juni,

Kartu pos Bergambar Usang

 Setelah vakum 3 tahun lebih, saya akhirnya kembali mengaktifkan kembali akun Postcrossing. Setelah memastikan   alamat rumah gampang ditemukan oleh pak pos dan pengantar barang, maka saya yakin untuk kembali melakukan aktivitas berkirim kartu pos ke berbagai penjuru dunia dan berharap kartu pos-kartu pos dari berbagai penjuru dunia mendatangi rumahku. Rumah pertama yang harus saya kirimi kartu pos beralamat di Jerman. Saya pun memutuskan untuk mencari kartu pos. Tempat yang paling pasti menyediakan kartu pos adalah di kantor pos dan toko buku. Saya memilih membeli di toko buku saja. Mutar-mutar di Gramedia dan bertanya ke karyawannya dimana bagian kartu pos,sejenak sang karyawan tertegun, kemudian balik bertanya “postcard?”. Next time, saya harus bertanya postcard alih-alih kartu pos. Ia kemudian mengantarku ke satu rak putar yang berada di sudut toko.  Di rak itu bertengger kartu pos-kartu pos berwarna putih, bergambar alam Indonesia, dengan signature khas Indone