Skip to main content

Berfoto Yukata


Aku sudah lama menginginkan berfoto memakai kimono atau yukata. Tapi, aku belum pernah bisa mewujudkannya. Setiap pergi ke pameran kebudayaan Jepang waktu awal kuliah hingga pameran-pameran kebudayaan jepang lainnya yang memiliki session free memakai yukata selalu terlewatkan olehku. Padahal berfoto dengan pakaian khas jepang ini menjadi slaah satu mimpiku.

Aku juga tak punya referensi banyak tentang tempat foto atau tempat penyewaan yukata. Yang aku tahu hanyalah di kaori pusat kebudayaan Jepang, yang ternyata setelah saya cari info yang aku dapat adalah paket kursus bahasa Jepang bonus tata cara pemakaian yukata dan kimono.

Wadduh…saya tak berminat untuk belajar bahasa Jepang.Saya Cuma sekadar mau memakai yukata. Jadi deh tertunda lagi. Nah pas sebulan yang lalu waktu awal tahu, saya jalan-jalan ke MP dan iseng tanya di salah satu stan studio foto di sana dan ternyata mereka menyediakan yukata.
Sebulan kemudian, tepatnya hari ini saya akhirnya berfoto dengan yukata. Maunya sih kimono, tapi tak ada stock kimono. Bedanya yukata dan kimono menurut info yang saya dapat dari pameran kebudayaan Jepang adalah kimono hanya dipake untuk upacara-upacara adat saja. Cara pakainya ribet susah bergerak jika sudah melekat di badan. Kalo yukata dipakenya lebih fleksibel. Dipakainya juga tak perlu peraturan yang ketat. Sering dipakai jika ada ada acara kebudayaan semisalnya pesta kembang api musim panas.

Yukata yang tersedia juga tidak terlalu bagus, tapi lumayanlah untuk memuaskan hsratku untuk memakai yukata. Mbak fotografernya juga baik dengan me-make up saya. Puluhan gaya diarahkannya padaku. Dan hasilnya saya jadi kaku. Ingin rasanya mengambil tiap file foto yang berjumlah sebelas file. Tapi ternyata untuk satu file harus bayar sepuluh ribu rupiah. Mahalnya, terpaksa deh saya memilih-milih meski hasil pilihannya tidak banyak dan saya memilihnya tidak secara baik-baik.

Ya, sudahlah. Setidaknya sudah ada foto baru yang bisa jadi foto profil di halaman facebook ku. Belakangan aku menyesal tak menggunakan kipas bekas souvenir kawinan ponakanku buat properti.

Comments

  1. Anonymous3/02/2010

    alamat kaori pusat kebudayaan jepang dimana ya?mnat blajar bhsa Jepang nh.
    Tq

    ReplyDelete
  2. ada di jl perintis kemerdekaan sebelum Mtos.satu ruko dengan bank OCBC Niaga.smoga infonya bermanfaat.

    ReplyDelete
  3. studio foto daerah mana ka??MP dimana ya ka??
    mohon infonya ya
    aku juga punya mimpi pakai yukata
    heeheheee

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dapat Kiriman Moneygram

Ini adalah pengalaman pertama saya mendapatkan kiriman uang dari luar negeri. Sedikit norak dan kampungan sih. Tapi tak ada salahnya membaginya di sini. Setelah saya googling di internet kurang yang mau berbagi pengalaman tentang transferan luar negerinya. Nah, karena Kak Yusran yang bersekolah di Amerika berniat mengirimi saya uang buat tiket ke Bau-Bau, maka dia akhirnya mengirimkan uang. Dalam bentuk dollar lewat jasa layanan Moneygram yang banyak tersedia di supermarket di Amerika. Moneygram sama seperti Western Union. Tapi Western Union lebih merakyat. Mereka bekerja sama dengan kantor Pegadaian dan kantor pos. Sehingga di kampungku pun ada fasilitas Western Union (tapi saya belum tahu berfungsi atau tidak). Moneygram sendiri setahu saya hanya bekerja sama dengan beberapa bank. Saya belum pernah tahu kalo Moneygram juga sudah bekerja sama dengan kantor pos, meskipun informasi dari teman-teman di twitter mengatakan demikian. Jasa layanan pengiriman uang macam Moneygram dan Western

June, I Wont Remember

Ada yang ironi membaca judul yang kubuat di atas. Mengapa? Karena dua tahun lalu saya mengumpulkan cerpen-cerpen dan prosaku dalam satu buku yang kuberi judul "June, I Remember".  June, you come. As usual. Once in a year. Setia seperti matahari pagi yang terbit. Sayangnya, Juni kali ini tidak begitu kunantikan. Ada satu, dua dan beberapa alasan kenapa saya tidak begitu senang dengan Juni. Ini hanyalah pendapat pribadi dan hanyalah pada tahun ini.  Kenangan dan ingatan akan bulan juni di masa silam terlalu romantis di kepalaku. Membulat dalam ruang kosong hampa dan beterbangan di sana. Kemudian Juni tahun ini seperti chaos yang meluluhlantakkan  ruang kosong itu. Angan membuyar, debu kenangan mengabut. Namun, sekalipun demikian kenangan-kenangan itu melekat samar di benakku. Karenanya Juni tahun ini datang membawa hawa tak menyenangkan. Saya perlu berlari. Chaos pastinya tak mampu terelakkan namun pergi adalah langkah paling kongkret untuk meminimalisir kesakitan. Maka, Juni,

Kartu pos Bergambar Usang

 Setelah vakum 3 tahun lebih, saya akhirnya kembali mengaktifkan kembali akun Postcrossing. Setelah memastikan   alamat rumah gampang ditemukan oleh pak pos dan pengantar barang, maka saya yakin untuk kembali melakukan aktivitas berkirim kartu pos ke berbagai penjuru dunia dan berharap kartu pos-kartu pos dari berbagai penjuru dunia mendatangi rumahku. Rumah pertama yang harus saya kirimi kartu pos beralamat di Jerman. Saya pun memutuskan untuk mencari kartu pos. Tempat yang paling pasti menyediakan kartu pos adalah di kantor pos dan toko buku. Saya memilih membeli di toko buku saja. Mutar-mutar di Gramedia dan bertanya ke karyawannya dimana bagian kartu pos,sejenak sang karyawan tertegun, kemudian balik bertanya “postcard?”. Next time, saya harus bertanya postcard alih-alih kartu pos. Ia kemudian mengantarku ke satu rak putar yang berada di sudut toko.  Di rak itu bertengger kartu pos-kartu pos berwarna putih, bergambar alam Indonesia, dengan signature khas Indone