Skip to main content

Menulis : Sebuah Kontemplasi


Tak pernah salah orang mengatakan bahwa menulis adalah sebuah perenungan. Sebuah rekreasi batin. Meminjam istilah yang kubuat pada waktu SMP dulu, menulis adalah Soul Food, makanan jiwa. Dorongan untuk menulis paling sering terjadi (khususnya bagi saya) ketika saya sedang sedih, sendirian, maupun ketika saya merasa terasing pada lingkunganku.

Kadang ketika bersama orang yang saya sayangi hasrat untuk menulis itu tidak ada. Karena saya pada saat itu merasa “complete” dan tidak dalam kondisi merindu. Hasrat menulis pun kadang muncul ketika saya sama sekali tak memiliki teman. Ketika Merasa ditinggalkan dan sendirian, menulis menjadi salah satu teman yang menyenangkan.

Ketika menulis bergantung pada Mood,rasanya ia akan hambar ketika dituliskan ketika Mood itu hilang. Bagi saya yang menyenangi menulis catatan harian, tulisan-tulisan saya sanga bergantung pada mood menulis. Padahal sesungguhnya menulis dengan mood merupakan sebuah metode yang kurang efektif. Sebuah alternative lain adalah belajar mendatangkan Mood untuk menulis setiap saat.

Menulis adalah memerangkap diri dalam jejaring hurruf yang tak tentu. Menangkap kata dipadang imajinasi. Kadang pula terlepas dan tak ingat lagi. Menulis sesungguhnya sesuatu yang purba. Menulis adalah upaya untuk melekatkan sedikit keabadian pada cerita yang terkesan dalam benak. KArena manusia terkodrat dengan sifat pelupa, maka menulis menjadi jalan untuk mengingat. Seberap arkais cerita tersebut ia akan tetap bisa terperangkap dalam sebuah tulisan.
Sebagai makanan jiwa, ia selalu mampu menutrisi tiap manusia. Selalu ada kepuasan tak terhingga setelah mensave semua imaji dalam deretan huruf. Tak peduli memiliki pembaca atau tidak. Begitu cengeng atau sangat tegar.

Menulis juga terasa seperti pelukis yang mencari warna yang cocok untuk dan gambar apa yang akan dibuatnya di atas kanvas. Penulis memilih kata dan merangkainya. Terkadang pula penulis menjadi seorang detektif, mencari pengistilahan kata yang baru dan menjadi sumber pengetahuan bagi pembaca. Dan penulis juga adalah seorang pirsawan. Menanti akhir sebuah cerita yang ditulisnya yang kadang ia pun tak tahu bagaimana endingnnya.Menulis adalah memadukan semua bakat yang ada di dunia ini. Menjadi Arsitek untuk sebuah masterpiece jiwa.

Menulis adalah sebuah kontemplasi. Wadah untuk menyimpan cinta pertama, cerita pacar kesepuluh, kematian orang tua, pembunuhan yang dilakukan oleh diri sendiri, atau bahkan tentang kesan bertemu Tuhan.Wahana permainan yang dimiliki oleh sedikit orang untuk merdeka dala m berpikir dan bertindak.

Comments

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Sprei Lembut, Ya Moods

Oke!!! Postingan ini bakal mereview produk. Saya cukup anti mereview produk apalagi buat lomba. Tapi kali ini reviewnya dari hati* eciiieecocwit *. Serius nih, maksudnya bukan karena lomba atau permintaan orang lain dan saya dapat uang - etapi kalo nanti ada yang mau bayar hasil review gue dari produsen sprei ato produk lainnya, gue terima dengan hati ikhlas eh maksudnya dengan hati senang - tapi karena saya puas sama produknya dan saya suka pakenya.  Kali ini saya akan mereview produk sprei yang saya pake sekarang. Mereknya Moods. Perkenalan saya dengan sprei ini sebenarnya tidak sengaja. Habis pindah kontrakan dari apartemen ke rumah kosong, otomatis bikin saya dan suami beli-beli barang untuk keperluan rumah. Nah, kasur menjadi benda wajib. Yang diikuti oleh spreinya, pasti.  Sebagaimana para ibu-ibu atau istri-istri kebanyakan produk yang ingin dibeli pengennya yang kualitasnya bagus dan harganya murah. Nah, kombinasi kedua syarat ini cukup susah sih. Karena produk bagus b...

Di Braga Saya Jatuh Cinta Pada Bandung

Hampir 10 tahun tinggal di Bogor, sepertinya hanya tiga kali saya ke Bandung. Di tiap kedatangan itu Bandung selalu memberikan kesan tersendiri buat saya. Kali pertama ke Bandung, tahun 2013. Kala itu belum pindah ke Bogor. Saya, suami, dan Ara yang masih berusia 3 tahun menghadiri acara nikahan teman di Jogjakarta. Ala backpacker kami lanjut naik kereta ke Bandung. Perjalanan yang memakan waktu cukup lama yang bikin pantat tepos. Belum lagi sambil momong anak yang pastinya ga begitu nyaman duduk di kereta. Dalam kelelahan kami menjelajah Bandung. Belum ada gocar atau grabcar kala itu. Seingatku kami hanya ke gedung sate. Itu pun sambil jalan kaki. Bandung ini first impression tidak berhasil membuat saya kagum. Kami ke Cihampelas Walk. Selain malnya yang berkonsep eco friendly, tidak ada yang istimewa. Bandung failed to make me wowing.  Perjalanan kedua kala Anna hampir dua tahun. Pakai mobil via Cianjur. Berangkat jam 5 pagi. Ketemu macet di Cianjur. Jam masuk kerja para peg...