Skip to main content

Menepati Janji

Kamu sudah banyak menjanjiku” katanya.Kalimat itu membuatku tersadar. Benarkah?
Iya”bisik hati.


Chip di otakku seakan-akan memutar puluhan scene dimana aku membuat janji pada orang. Tidak satu namun banyak. Kucari folder tepati janji, tapi yang ketemukan hanya seonggok scene lusuh yang telah berusaha menepati janji yang telah lama diingkari.


Aku menyesal melihatnya. Kututup layarnya segera.Hingga saat ini ada tiga orang yang betul-betul menjadi daftar prioritas yang harus aku tepati.

Orang pertama : Telah lama aku menjanjikannya sebuah “kencan” bersama, namun hingga lewat tiga bulan sejak aku menjanjinya aku belum pernah menepatinya.


Orang kedua: Dia malah lebih sering aku beri janji. Tak satupun aku tepati. Menemaninya main futsal, telah puluhan kali kami merencanakannya, namun selalu saja ada hal yang membuatku tak bisa menemaninya.

Dan bayaran yang kudapat adalah ia tak lagi sehangat dulu. Kami seperti berada di titik tak kasat mata satu sama lain. Tak ada tegur sapa, tak ada sedikit senyum. Percakapan pun diminimalisir. Dijawab sekenanya, jika bisa terjawab tanpa bicara, hal itu pun dilakoni.
Aku sudah hilang rasa” katanya padaku suatu waktu. Dunia rasanya berhenti berputar saat itu. Jika bisa berharap, aku sangat ingin menebus janji itu…

Orang ketiga : Tiap percakapan kami adalah sebuah janji. Tak begitu intens, tapi begitu dalam. Aku tak pernah berniat mengingkarinya, tapi aku benar-benar belum bisa menepatinya. Mungkin ia sudah begitu jenuh untuk mendengar janjiku. Sampai ia melontarkan kalimat itu.

Ya, dialah yang membuatku tersadar…
Aku harus menata detik. Memperbaikinya satu-satu. Mungkin menuliskan skala prioritas dan berusah kembali menepatinya.
Takkan lagi ada janji…..aku janji….(namun ini tetaplah saja janji…dan mungkin adalah ingkar)

Comments

Popular posts from this blog

Dapat Kiriman Moneygram

Ini adalah pengalaman pertama saya mendapatkan kiriman uang dari luar negeri. Sedikit norak dan kampungan sih. Tapi tak ada salahnya membaginya di sini. Setelah saya googling di internet kurang yang mau berbagi pengalaman tentang transferan luar negerinya. Nah, karena Kak Yusran yang bersekolah di Amerika berniat mengirimi saya uang buat tiket ke Bau-Bau, maka dia akhirnya mengirimkan uang. Dalam bentuk dollar lewat jasa layanan Moneygram yang banyak tersedia di supermarket di Amerika. Moneygram sama seperti Western Union. Tapi Western Union lebih merakyat. Mereka bekerja sama dengan kantor Pegadaian dan kantor pos. Sehingga di kampungku pun ada fasilitas Western Union (tapi saya belum tahu berfungsi atau tidak). Moneygram sendiri setahu saya hanya bekerja sama dengan beberapa bank. Saya belum pernah tahu kalo Moneygram juga sudah bekerja sama dengan kantor pos, meskipun informasi dari teman-teman di twitter mengatakan demikian. Jasa layanan pengiriman uang macam Moneygram dan Western

June, I Wont Remember

Ada yang ironi membaca judul yang kubuat di atas. Mengapa? Karena dua tahun lalu saya mengumpulkan cerpen-cerpen dan prosaku dalam satu buku yang kuberi judul "June, I Remember".  June, you come. As usual. Once in a year. Setia seperti matahari pagi yang terbit. Sayangnya, Juni kali ini tidak begitu kunantikan. Ada satu, dua dan beberapa alasan kenapa saya tidak begitu senang dengan Juni. Ini hanyalah pendapat pribadi dan hanyalah pada tahun ini.  Kenangan dan ingatan akan bulan juni di masa silam terlalu romantis di kepalaku. Membulat dalam ruang kosong hampa dan beterbangan di sana. Kemudian Juni tahun ini seperti chaos yang meluluhlantakkan  ruang kosong itu. Angan membuyar, debu kenangan mengabut. Namun, sekalipun demikian kenangan-kenangan itu melekat samar di benakku. Karenanya Juni tahun ini datang membawa hawa tak menyenangkan. Saya perlu berlari. Chaos pastinya tak mampu terelakkan namun pergi adalah langkah paling kongkret untuk meminimalisir kesakitan. Maka, Juni,

Kartu pos Bergambar Usang

 Setelah vakum 3 tahun lebih, saya akhirnya kembali mengaktifkan kembali akun Postcrossing. Setelah memastikan   alamat rumah gampang ditemukan oleh pak pos dan pengantar barang, maka saya yakin untuk kembali melakukan aktivitas berkirim kartu pos ke berbagai penjuru dunia dan berharap kartu pos-kartu pos dari berbagai penjuru dunia mendatangi rumahku. Rumah pertama yang harus saya kirimi kartu pos beralamat di Jerman. Saya pun memutuskan untuk mencari kartu pos. Tempat yang paling pasti menyediakan kartu pos adalah di kantor pos dan toko buku. Saya memilih membeli di toko buku saja. Mutar-mutar di Gramedia dan bertanya ke karyawannya dimana bagian kartu pos,sejenak sang karyawan tertegun, kemudian balik bertanya “postcard?”. Next time, saya harus bertanya postcard alih-alih kartu pos. Ia kemudian mengantarku ke satu rak putar yang berada di sudut toko.  Di rak itu bertengger kartu pos-kartu pos berwarna putih, bergambar alam Indonesia, dengan signature khas Indone