Skip to main content

Aku Tak Menyukai Hujan…

Aku mungkin tak pernah menyukai hujan. Sejak kecil. Sejak hujan mampu membasahi tubuhku. Ada yang tak aku sukai darinya.

Mungkin beberapa yang berpendapat hujan adalah sesuatu yang romantis. Sesuatu yang mendatangkan sejumput puisi yag tertoreh tak sengaja di kertas lusuh sembari menunggu redanya.


Tapi, aku berbeda. Aku memang tak pernah menyukainya. Aku pun tak juga membenci hujan. Aku hanya sekedar tak menyukainya.


Hujan selalu membuatku basah, menusuk-nusuk kepalaku dengan rinainya. Membuatku seperti cucian apek saat kehujanan. Membuatku harus mandi saat basah olehnya. dalam dirinya ada khawatir yang kurasa. Perasaan cemas, terburu-buru, dan ketakutan yang berlebihan.
Membuatku demam dan menghancurkan perencanaanku. Membuatku malas bangun dan lebih memilih meringkuk di bawah selimut hangat.

Aku tahu konsekuensi dari tak menyukai hujan. Aku takkan bertemu vampire serupawan Edward cullen dan keluarganya. Tapi apa enaknya bertemu dan berpacaran dengan vampire. Mereka tak memiliki hangat. Mereka seperti pahatan es yang mejadi hiasan pernikahan. Tak ada hangat yang tersalurkan dari tubuhnya ketika kamu memeluknya. Setiap ciuman pun harus berhati-hati agar engkau tak membangkitkan hasratnya untuk melumatmu dan meminum darahmu yang terasa asin dan berbau karat.


Hari ini adalah akumulasi dari tak sukaanku pada hujan. Hujan telah membuatku kedinginan, basah, dan terjatuh di atas ubin yang telah licin akan airnya. Bokongku dengan sukses jatuh di trotoar rektorat. Rasanya begitu sakit. Hingga ke daerah rusukku. Aku malah berpikir lambungku telah terlepas dari tempatnya merekat karena insiden itu. Baru kali ini aku merasakan jatuh yang lebih sakit dari malu yang harus aku tanggung.

Namun, hujan tetap saja acuh padaku. Volume air yang dimuntahkannya makin bertambah. Taku tak punya pilihan selain terus berlari dan membiarkannya bercumbu dengan kulitku.
Hujan di musim ini mengharuskanku mengganti payung hingga 3 kali.

Payung pertama telah patah dan tak mampu lagi melindungiku dengan sempurna, payung kedua hilang saat k Yusran memakainya, paying ketiga telah hamper tamat riwayatnya karena badai angin sore kemarin. Aku harus memikirkan lagi untuk membeli panyung keempat.


Hari ini tak begitu menyenangkan. Hujan telah menyita setengah bahagiaku bercumbu dengan Edward cullen sang pencinta hujan di bawah selimut hangat di atas kasurku. Hujan telah mengirim rasa waswas untuk mencoba ke suatu tempat Senin nanti sementara sebagaian hatiku tak yakin….


Hujan telah reda, menyisakan migrant di kepalaku. Aku hanya ingin kembali bercinta dengan Edward Cullen. Kali ini aku ingin bercinta dengannya. Karena hujan hanya ia rasakan sendiri. Aku tetap hangat dalam selimut tebalku….


(jumat, after d rain, 16 January 2009)

Comments

Popular posts from this blog

Alas Kaki Nyaman, Hati Senang

  sumber foto : Facebook Be.Bob Kata seorang teman memilih alas kaki   sama seperti memilih pasangan hidup,   harus cari yang nyaman. Alas kaki nyaman buat saya adalah sandal jepit, tapi tidak semua kondisi pas dengan sandal jepit.. Saat kuliah saya pun dituntut memakai sepatu. Berhubungan karena ngekost maka alas kaki hendaknya memiliki syarat murah, kuat, dan tahan lama serta pas untuk model casual , feminine , atau sporty . Pilihan saya jatuh pada flat shoes . Karena kostku lumayan dekat dengan kampus, saya cukup jalan kaki. Sepatu yang saya kenakan harus bercumbu dengan berdebu dan beladus karena sinar matahari. Paling menyedihkan ketika musim hujan dan air menggenang, saya mengakalinya dengan jalan kaki menggunakan sandal jepit dan memakai sepatu saat tiba di kampus. Tak jarang saya harus menanggung malu karena persoalan alas kaki.  Pernah sekali saya diusir saat mengenakan sepatu sandal di perkuliahan yang dosennya mengharuskan menggunakan...

Nomaden

Ilustrasi Perlu mengalami kepergian untuk dapat meresapi sebuah kepulangan. Dan kadang kepergian itu serupa perjalanan tak tentu arah dan berpindah. Merasakan nomaden. Tak hanya nomad di alam materi namun juga di alam jiwa. Nomad serupa pengembaraan dimana kamu tak menetap di sebuah tempat. Kamu berpindah. Bergerak. Setiap hari adalah sebuah kepergian dan hidup adalah sebuah jalan yang perlu ditempuh. Seperti sebuah teka-teki labirin yang sering aku temukan di majalah atau bungkus kemasan makanan. Pertanyaannya adalah membantu sang tokoh kartun dari awal labirin untuk sampai dirumahnya dengan jalan berliku. Sangat mudah menebaknya. Otak jaman SDku mampu menjawabnya apalagi jika aku gunakan otakku yang sekarang. Yang telah dipenuhi hal-hal yang lebih rumit dari sekadar gambar labirin di majalah anak-anak. Labirin di majalah itu gampang. Aku bisa melihat semua kemungkinan jalannya. Jika aku tersesat aku dengan mudah untuk kembali ke awal dan mencari alterative lain. Namun soal tek...

Ketika Salju Kembali Turun

Salju kembali turun. Saya senang jika salju turun. Itu berarti saya bisa main-main salju lagi. Setiap kali salju maka ribuan khayalan yang ingin saya lakukan di benakku. Dulu saya belum sempat membuat boneka salju. Frosty selalu menjadi mainan yang asyik ketika musim salju seperti yang saya lihat di televisi. Dan kemudian saya ingin membuat Snow Angel. Berbaring di salju dan kemudian menggerak-gerakkan kaki dan tangan sehingga membuat saljunya membentuk malaikat lengkap dengan sayap. Snow Bird bikinanku Karenanya ketika salju kembali turun saya tidak lagi berniat narsis dengan foto-foto biasa di tengah salju. Saya mau buat Snowman dan membuat cetakan snow angel. Kali ini kaos tangan khusus salju menjadi senjata lengkap. Saya tidak ingin membuat tangan saya beku sebelum membuat boneka salju. Atau at least menyerupai boneka salju. Sebelum ke Athens, Ema sempat memberiku syal rajutannya. Kujanjikan padanya akan kukalungkan manusia salju yang kelak saya buat. Dan akhirnya saya memenu...