Skip to main content

Tentang Sahabat


Kita bagai pasir terserak. Berasal dari kerikil-kerikil yang tak utuh. Namun sekop itu mempertemukan kita. Sekop itu membuat kita saling mengenal satu sama lain. Sekop itu membuat kita menjadi satu bagian utuh. Bertahan ditengah dera panas, hujan, dan sengatan matahari. Sekop itu bernama sekolah.

Tempat kita menimba ilmu dari sumur pengetahuannya. Tidak hanya belajar tapi juga mengajar. Pengetahuan itu tidak hanya kita temukan di sumur dalam kelas namun juga di kantin, koridor, dan di tiap selasar tempat kita berbagi cerita dan cinta. pada tiap diri kita pun, kita terus saling belajar.

Kita bagai benang yang terajut. Jalinan persahabatan ini telah menahun kita kita buat. Tak terhitung jumlah rasa yang telah kita bagi. Kadang jarum yang kita pakai merajut bahagia namun tak jarang benangnya putus karena sedih dan luka. Bahagia selalu kita bagi bersama namun sedih pun selalu mampu kita indera bersama.

Ingatkah kita pernah beberapa kali bolos dari ruang kelas? Atau saling contek tugas dan jawaban final. Bukankah kita juga selalu meniup lilin bersama saat salah satu diantara kita ulang tahun. Berbagi minum yang sama tanpa risih dan tanpa jijik. Kita adalah utuh.

Tangis pun kadang kita lakukan bersama. Ketika salah satu diantara kita sakit dan terluka, kita tetap menjadi bagian utuh. Rajutan itu hamper menjadi syal sekarang. Ia telah mampu memberimu hangat saat kamu kedinginan. Kalungkanlah di lehermu dan sejuta cinta yang terajut dibenangnya akan menghangatkanmu…

Menahun sudah kita merajut. Syal-syal itu telah ada di tangan kita. Sekop itu membawa kita ketempat yang jauh. Tempat yang menjadi jalan kita untuk menjadi satu pada sebuah bangunan yang lain. Ketika kamu jauh, gunakanlah ia dilehermu. Agar kamu tahu bahwa kita tetap begitu dekat.

Rajutanku mungkin tak terlalu bagus. Mungkin ada benang putus yang telah berusaha aku kait. Mungkin juga salah satu diantara kita memiliki benang yang terputus. Ia butuh dikait kembali. Mungkin kamu enggan kini mengaitnya, tapi rajutan ini akan selalu aku simpan. Jika kelak kamu butuh hangatnya, rajutan buatanku mampu memberi hangat...

(Kepada teman-teman yang telah dan akan pergi, mungkin aku pun akan pergi...)

Comments

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan ...