Skip to main content

Ikut English For All

Yah, akhirnya saya ikut program English for All. Awalnya saya mendengar program ini dari Kak Yusran dan membayangkan tulisannya adalah English For Old. Jadi, pesertanya adalah para orang tua. Ternyata saya salah karena listening yang kurang baik. Yang dimaksud adalah English For All. Bahasa Inggris untuk semua. Program English For All adalah program kursus yang diadakan Departement of Linguistics and English as a Second Language, Ohio University. Jadi siapa saja boleh ikut kelas ini.

Semester sudah berjalan sejak 4 september lalu tapi saya baru mengikutinya hari ini. Biasalah, jalan-jalan dan foto-foto serta pajang di fesbuk selalu lebih penting daripada belajar. Jadinya, setelah mulai bosan tidak ada aktivitas, Kak Yusran mendaftarkan saya di program bahasa ini. Sedikit nervous untuk mengikuti kursus bahasa Inggris kali ini. Pertama memang selalu deg-deg-an. Tapi pertama kali ini adalah karena kursusnya di Amerika, pengajarnya native, teman-teman kursusnya dari berbagai negara. Dan ada Ara. Jadi cukup mix feeling lah. Kak Yusran tak berhenti menggoda sepanjang jalan. Tapi saya pikir, anggap seperti kursus di Briton dan Easy Speak.

Pukul 5 sore, bersama Ara dan diantar Kak Yusran, kami ke Gordy, gedung departemen linguistik. Ruang gedung ini terasa sangat internasional. Orang-orang dari berbagai bangsa ada di sini dan belajar bahasa Inggris. Dinding-dinding dihiasi dengan bendera-bendera dari berbagai negara. Tempat duduk dipahat tulisan-tulisan yang penuh makna dengan bahasa dari berbagai negara.

Saya bertemu Gaby, contact person untuk English For All. Dia gadis Meksiko yang cantik. Rambutnya keriting kecoklatan dengan kacamata dan senyum yang manis. Raut wajahnya kelihatan cerdas. Ia memberiku formulir online yang harus saya isi dan beberapa pertanyaan sebagai placement testnya. Saya menjawab asal-asalan. Menggunakan kemampuan bahasa Inggris yang sering saya dengar. Hasilnya? 9 benar dari 13 pertanyaan. Hahahahaha. Beginner's Luck menurutku. Tapi Gaby mengatakan saya cocok untuk kelas antara high intermediate dan low advance. Saya nothing to lose saja. Belajar dari awal tak masalah. Malah lebih baik lagi.

Cukup deg-deg-an menanti jam masuk untuk pertemuan pertama. Pertemuan pertama selalu memberi kesan akan bagaimana kelas ke depan. Saya mempertanyakan teman kelas yang lain. Mempertanyakan kemampuan bahasa mereka yang pasti sudah baik. Mempertanyakan guru-gurunya. Tapi, kelas harus berjalan. Dan pukul 5.55 saya pun memasuki kelas 209 dan bertemu dengan teman dari berbagai negara.

Ada Erika dari Colombia, saya mengenalnya karena ia istri dari teman suami saya. Saya pun sudah bertemu dengannya sebelumnya. Ada Tatiana, Bora, dan beberapa orang lagi yang saya lupa namanya. Mereka berasal dari Ukrain, Vietnam, China, Korea, dan beberapa negara lainnya ( yang saya lupa juga dimana:D). Pengajarnya ada tiga orang. Jessica dan Syabana dari Ohio. Dan Car dari Kurdistan.

Semua peserta yang tidak cukup 10 orang adalah perempuan. Hanya Car satu-satunya pria. Tapi ada satu cowok berwajah oriental yang ikut nimbrung di belakang. Kutebak namanya Yuki. Salah seorang pengajar. Cakep khas oriental (semoga tidak dibaca mahasiswa OU yang kenal Yuki). Bolehlah dikecengi. Hitung-hitung penambah semangat di kelas:D.

Pelajaran berlangsung menyenangkan. Cukup mampu saya pahami. Meski kadang kagok juga harus berbahasa Inggris di depan para native yang notabenenya paling tahu. Tapi mereka cukup memahami meskipun kami mengucapkan kalimat tak sesuai tata bahasa. Saya pikir belajar bahasa adalah berani untuk salah. Ucapkan saja, grammar urusan nomor dua. Berharapnya pulang dari Amerika sudah lancar bahasa Inggris. Amin.

Kelas hari ini berjalan lancar. Ara dititip sama ayahnya dan dia tidak terlalu rewel. Tapi kamis nanti dia akan ikut masuk ke kelas. Semoga dia tidak menangis dan merusak konsentrasi belajar. (*)

Foto : Ara nonton youtube di dalam kelas sambil menemani mama menunggu jam belajar:)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Comments

Popular posts from this blog

Fifty Shades Of Grey, Book VS Movie

Fifty Shades Of Grey diterbitkan pada 2011 dan menjadi buku paling laris serta bersaing dengan buku  Harry Potter dari sisi penjualan.  Buku karangan EL. James ini terjual 125 juga eksamplar di seluruh dunia dan telah diterjemahkan ke 52 bahasa.  Buku yang masuk dalam genre erotic romantic ini bercerita tentang Anastasia Steele yang jatuh cinta pada Christian Grey, pebisnis muda yang sukses. Sayangnya, Grey memiliki masa lalu yang kelam dan perilaku sexual yang tidak umum.  Menurut penilaian saya, sexualitas yang tidak biasa inilah yang membuat buku ini menjadi best seller. Banyak novel-novel romantis yang melibatkan sex di dalamnya, namun Fifty Shades of Grey ini menyajikan perilaku Submassive/Dominant yang agak sadis namun erotis.  Buku ini kemudian diangkat ke layar lebar pada Juni 2015. Diperankan oleh Jamie Dorman dan Dakota Jhonson. Kedua cukup berhasil membawa karakter Mr. Grey dan Ms.Steele. Meski ketika menonton film ini membuat saya kepikiran film Twil...

Dapat Kiriman Moneygram

Ini adalah pengalaman pertama saya mendapatkan kiriman uang dari luar negeri. Sedikit norak dan kampungan sih. Tapi tak ada salahnya membaginya di sini. Setelah saya googling di internet kurang yang mau berbagi pengalaman tentang transferan luar negerinya. Nah, karena Kak Yusran yang bersekolah di Amerika berniat mengirimi saya uang buat tiket ke Bau-Bau, maka dia akhirnya mengirimkan uang. Dalam bentuk dollar lewat jasa layanan Moneygram yang banyak tersedia di supermarket di Amerika. Moneygram sama seperti Western Union. Tapi Western Union lebih merakyat. Mereka bekerja sama dengan kantor Pegadaian dan kantor pos. Sehingga di kampungku pun ada fasilitas Western Union (tapi saya belum tahu berfungsi atau tidak). Moneygram sendiri setahu saya hanya bekerja sama dengan beberapa bank. Saya belum pernah tahu kalo Moneygram juga sudah bekerja sama dengan kantor pos, meskipun informasi dari teman-teman di twitter mengatakan demikian. Jasa layanan pengiriman uang macam Moneygram dan Western ...

Pisang Ijo Penuh Drama

Kuliner dari Makassar yang satu ini adalah kuliner yang lumayan susah saya taklukkan. Padahal setiap bulan puasa waktu kecil, saya membantu mama membuatnya untuk ta'jil. Yup, pisang ijo atau yang lebih dikenal dengan nama es pisang ijo.  Makanan khas Sulawesi Selatan ini agak ambigu. Di daftar menu di warung-warung Makassar ia selalu ditempatkan pada deretan minuman. Sedangkan secara de facto dirinya adalah makanan. Maka saya bingung ketika orang memesan makanan utama kemudian memesan es pisang ijo sebagai minumannya. Buat gue kuliner ini masuk kategori makanan.  Beberapa evolusi yang menyebabkan ia dikategorikan sebagai minuman adalah pertama, penambahan kata "es" di depan namanya. Kalo di  Bengo, kampung saya, dan tradisi yang ada dikeluarga saya pisang ijo adalah pisang ijo tanpa penambahan kata es. Kedua, semakin komersil kuliner ini berbanding lurus dengan jumlah esnya. Di kampung mamaku biasanya menyajikan pisang ijo, kuahnya, dan sebongkah es batu kecil. Hanya sek...