Skip to main content

Fifty Shades Of Grey, Book VS Movie



Fifty Shades Of Grey diterbitkan pada 2011 dan menjadi buku paling laris serta bersaing dengan buku  Harry Potter dari sisi penjualan.  Buku karangan EL. James ini terjual 125 juga eksamplar di seluruh dunia dan telah diterjemahkan ke 52 bahasa. 

Buku yang masuk dalam genre erotic romantic ini bercerita tentang Anastasia Steele yang jatuh cinta pada Christian Grey, pebisnis muda yang sukses. Sayangnya, Grey memiliki masa lalu yang kelam dan perilaku sexual yang tidak umum. 

Menurut penilaian saya, sexualitas yang tidak biasa inilah yang membuat buku ini menjadi best seller. Banyak novel-novel romantis yang melibatkan sex di dalamnya, namun Fifty Shades of Grey ini menyajikan perilaku Submassive/Dominant yang agak sadis namun erotis. 

Buku ini kemudian diangkat ke layar lebar pada Juni 2015. Diperankan oleh Jamie Dorman dan Dakota Jhonson. Kedua cukup berhasil membawa karakter Mr. Grey dan Ms.Steele. Meski ketika menonton film ini membuat saya kepikiran film Twilight. 

Karakter perempuan yang begitu mendamba teman prianya. Sosok Grey yang sempurna mirip dengan Edward yang juga ganteng dan kayanya  pake banget. Unless Edward adalah vampir. 

"I dont do romance", kata Grey. Namun banyak scene romantis mulai dari diselamatkan dari cowok iseng, naik helicopter, hingga disusul ke Georgia, sanggup membuat para pembaca dan penonton perempuan klepek-klepek.
 

Namun jika hanya menonton filmnya saja, saya merekomendasikan anda untuk membaca bukunya. Bukunya lebih detail menceritakan drama antara Ana and Grey. Masalah yang membuat mereka tak bisa bersama. Detail erotiknya pun lebih lengkap. Hingga bagaimana penggambaran hubungan Dominant dan Submassive itu sendiri. Bukunya lebih sensual dan memanjakan fantasi. 

Too bad buku ini tidak diterjemahkan ke dalama bahasa Indonesia (yang sebenarnya bagus juga sih). Jadi kalo ingin membacanya silakan baca versu bahasa inggris yang bisa ditemukan dengan mudah di toko buku. Saya sendiri membaca versi ebooknya yang dikasi sama teman. 

Nah Fifty Shades Of Grey ini adalah buku pertama dari trilogy Fifty Shades. Buku kedua berjudul Fifty Shades Darker kemudian disusul Fifty Shades Freed.  Pada juni 2015 lalu EL. James menuliskan buku 
Grey : Fifty Shades Of Grey as told by Christian, yang kemudian membuatnya makin mirip seri Twilight yang juga disiapkan versi dari sudut pandang Edward yang berjudul Midnight Sun. Sayangnya, 12 bab yang belum selesai bocor di internet dan penulis Twilight tampaknya belum berniat menyelesaikannya. Mr. Grey selangkah lebih di depan daripada Mr. Cullen. 

Selamat menyelami dunia erotis nan romantis pub dramatis. 

Bogor, 8 Oktober 2015

Comments

  1. Saya tahu cuma filmnya.

    Thanks informasinya, jadi mau baca versi tulisannya :)

    ReplyDelete
  2. Aku udah baca dan nonton nih. Dan jauuuh lebih suka baca bukunya. Filmnya agak ngecewain. Abis alurnya jadi terlalu cepet, terus gregetnya jadi berkurang deh. hiks

    ReplyDelete
  3. pernah download e-booknya baru baca beberapa halaman udah ngantuk hahaha..
    even bagian sex nya juga bosenin, alurnya gt2 doang diulang ulang
    pas nonton filem nya lebih parah ngeboseninnya *yawn...

    well, maybe that's just me hehehehe entahlah

    ReplyDelete
  4. Salam kenalan dari Malaysia food blogger... www.mahamahu.com

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kartu pos Bergambar Usang

 Setelah vakum 3 tahun lebih, saya akhirnya kembali mengaktifkan kembali akun Postcrossing. Setelah memastikan   alamat rumah gampang ditemukan oleh pak pos dan pengantar barang, maka saya yakin untuk kembali melakukan aktivitas berkirim kartu pos ke berbagai penjuru dunia dan berharap kartu pos-kartu pos dari berbagai penjuru dunia mendatangi rumahku. Rumah pertama yang harus saya kirimi kartu pos beralamat di Jerman. Saya pun memutuskan untuk mencari kartu pos. Tempat yang paling pasti menyediakan kartu pos adalah di kantor pos dan toko buku. Saya memilih membeli di toko buku saja. Mutar-mutar di Gramedia dan bertanya ke karyawannya dimana bagian kartu pos,sejenak sang karyawan tertegun, kemudian balik bertanya “postcard?”. Next time, saya harus bertanya postcard alih-alih kartu pos. Ia kemudian mengantarku ke satu rak putar yang berada di sudut toko.  Di rak itu bertengger kartu pos-kartu pos berwarna putih, bergambar alam Indonesia, dengan signatu...

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Aku Mencintaimu, Tapi Kamu Menyakitiku Sayang

Aku memulai rutinitasku. Menanti hari dari senin dan berharap jumat. Menghitung 120 jam yang harus aku lalui. Menunggui detik beranjak dari titik nolnya hingga ke detakke 7200nya. Duniaku berotasi pada poros rutinitasnya.pada poros yang telah kutandatangani 6 bulan silam. Aku tak pernah sanggup meninggalkanmu. Tapi kau sapa aku dengan lembut dan kau katakan padaku “Kita perlu belajar menggapai hari. Dan sesekali kamu perlu merasakan moment meninggalkanku”. Aku pergi. Berjarak 420 km dari titik berpijakmu. Aku masih terus berotasi dan kutemukan bahwa kaulah poros itu. Rutinitasku penuh oleh bayangmu. Bayangbayang yang selalu menemani tiap kerjaku. Menjadi penyemangat kala ada salah dan marah menyelusup dalam rutinitasku. Menemaniku 120 jamku hingga datang jumat sore. Hari di mana aku dengan bebas menghubungimu meski raga kita taksempat bersentuh. Menunggui suaramu di ujung telepon meski hanya suara. Lintang dan bujur kita tak berubah jauh.meski rotasiku masih berporos padam...