Skip to main content

Surat (Bukan) Dariku

Bendera tanda berkabung baru saja dilepas di pagar rumah. Pelayat terakhir baru saja pulang. Kesedihan masih betah di rumah kami. Mata kami masih sembab. Ayah, kakak, dan juga aku. Bunga masih segar di atas pusara ibu. Tapi hidup harus terus berjalan. Kenangan tentangnya perlu dikemas. Disimpan rapi.

Aku dan kakak menyortir pakaian dan beberapa benda milik ibu. Ibu adalah perempuan yang kutahu selalu menyimpan benda-benda yang memiliki kenangan khusus. Ia selalu memiliki kotak-kotak ajaib. Isinya macam-macam. Mulai dari foto hingga diary. Beberapa mungkin akan kami simpan beberapa lagi mungkin perlu dibuang.

Sejak kuliah dan tinggal jauh dari rumah ibu selalu meminta kami menulis surat. Meskipun lebih gampang bertukar kabar lewat telepon tapi ibu selalu menyenangi membaca berlembar-lembar cerita dari kami. Ibu menyukai dunia menulis karena itu ia pun meminta kami menulis cerita dalam lembar-lembar kertas. Ia selalu menyenangi jika tukang pos mengantarkan surat ke rumah kami. Pernah aku dan kakak memprotes tentang tradisi surat menyurat ini, kami pikir terlalu repot. Kan bisa bercerita lewat telepon, protes kami waktu ibu. Tapi ibu berpendapat bahwa cerita lewat telepon menguap bersama lupa. Berbeda dengan cerita yang ditulis. Sejak itu kami tak memprotes lagi.

Surat-surat dari kami disimpan ibu baik-baik. Dibundel seperti buku. Disimpan disalah satu kotak ajaibnya. Membacanya kembali ketika ibu sudah tidak ada rasanya membangkitkan semua kenangan bersama ibu. Setiap balasan surat yang ibu kirim ke kami selalu dibuat rangkap dua. Ibu menyimpan fotokopinya dan mengirimkan aslinya kepada kami. Surat-surat dari ibu jarang kami simpan. Rasanya begitu menyenangkan ketika mengetahui bahwa ibu membuat rangkap dua dari setiap suratnya. Membaca seperti kembali bercakap dengan ibu.

Aku menemukan satu bundel surat yang tipis. Surat itu bukan dariku. Bukan juga dari kakak. Apalagi dari ayah. Aku membukanya.Membacanya perlahan. Seperti surat cinta yang ditujukan untuk ibu. Dari setiap kata yang dituliskan ia begitu mencintai ibu. Tak ada tanggal kapan surat itu ditulis. Tak ada amplop atau perangko. Tiba-tiba sebuah amplop jatuh terselip diantara kertas-kertasnya. Ada tulisan tangan ibu di atasnya. Kuberanikan diri membuka. Ada sebuah foto terselip di dalamnya. Fotoku dalam gendongan ibu waktu aku berumur setahun dan satu orang pria disampingnya. Ia merangkul ibu bahagia. Kubalik foto itu, tertulis "aku,kamu,dan anak kita". (*)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Comments

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan ...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...