Skip to main content

Dirimu Adalah Batasmu Sendiri

Ada tuna netra yang mampu menjadi master permainan rubiks. Ada juga yang jadi pemain catur. Ada anak jalanan yang berhasil mendapat beasiswa luar negeri. Ada yang berhasil lulus masuk Universitas Indonesia. Ada penulis yang latar belakangnya adalah seorang junkie dan mamanya hanyalah seorang tukang jamu. Mereka biasa. Sama seperti orang pada umumnya. Mereka dalam batasan. Tak mampu melihat, tak mampu mencecap bangku sekolah formal, dan seorang junkie yang bisa diprediksi hidupnya. Mereka bisa saja menjadi zero. Bukan apa-apa. Menjadi manusia kebanyakan. Hidup hari ini. Terbangun kala pagi, menuruti nasib, menanti sore, memejamkan mata kala malam dan kembali terbangun pada pagi.

Tapi mereka memilih menjadi hero. Setidaknya bagi diri mereka sendiri. Mereka tak melihat diri mereka sebagai sebuah keterbatasan. Mereka melihat diri mereka sebagai sebuah panah yang perlu dilesatkan. Diasah mata panahnya, dipasang pada busur, ditembakkan hingga melesat jauh. Mereka tak hirau pada batas hidupnya. Tuna netra, anak jalanan, atau bekas pemakai. Mereka mematahkan batas yang ada pada diri mereka. Mereka melaju di luar batasnya. Mereka menjadi hero dan menginspirasi.

Setiap manusia adalah batas bagi diri mereka sendiri. Ketika mereka berkata "Yes, I can". Maka mereka mampu melakukannya. Seberapapun mustahilnya hal tersebut. Ketika mereka mengatakan, "I can't", maka mereka telah sampai pada batas tersebut. Batas ketidakmampuan. Mereka memagari diri dalam ketidakmampuan tanpa pernah mampu mencoba.

Setiap kitalah yang menentukan batas diri kita. Ketika kita berani bermimpi dan berani mengejar mimpi itu, maka kita telah memperluas batas ketidakmampuan kita. Ketika kita berhasil maka kita telah mematahkan batas-batas ketidakmampuan. Batas pesimis yang selalu mampu mematikan optimistis dalam diri.

Orang-orang yang memilih menjadi hero adalah orang-orang yang tidak membatasi diri pada lingkungan. Mereka mengatakan " Ya, saya bisa" dan melakukan gerak untuk membuktikan kemampuannya. Kalau pun pada akhirnya mereka tak berhasil at least mereka telah membuktikan bahwa mereka berani mencoba.

Seperti kata Theodore Roosevelt Beranilah bermimpi karena kamu akan mewujudkannya dan telah setengah jalan untuk meraihnya.

So, break ur limits. Dirimu adalah batasmu sendiri!
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Comments

Popular posts from this blog

Dapat Kiriman Moneygram

Ini adalah pengalaman pertama saya mendapatkan kiriman uang dari luar negeri. Sedikit norak dan kampungan sih. Tapi tak ada salahnya membaginya di sini. Setelah saya googling di internet kurang yang mau berbagi pengalaman tentang transferan luar negerinya. Nah, karena Kak Yusran yang bersekolah di Amerika berniat mengirimi saya uang buat tiket ke Bau-Bau, maka dia akhirnya mengirimkan uang. Dalam bentuk dollar lewat jasa layanan Moneygram yang banyak tersedia di supermarket di Amerika. Moneygram sama seperti Western Union. Tapi Western Union lebih merakyat. Mereka bekerja sama dengan kantor Pegadaian dan kantor pos. Sehingga di kampungku pun ada fasilitas Western Union (tapi saya belum tahu berfungsi atau tidak). Moneygram sendiri setahu saya hanya bekerja sama dengan beberapa bank. Saya belum pernah tahu kalo Moneygram juga sudah bekerja sama dengan kantor pos, meskipun informasi dari teman-teman di twitter mengatakan demikian. Jasa layanan pengiriman uang macam Moneygram dan Western

Misteri Sepatu Menggantung di Kabel Listrik

Sumber : Athens News Sepasang sepatu menggantung lunglai di tiang listrik. kabel listrik tempatnya bergantung kokoh tak ingin melepaskan sepatu itu menghujam bumi. Pertama kali tiba di Athens, saya cukup heran dengan sepatu-sepatu yang tergantung di kabel-kabel listrik itu. Kutanya ke seorang teman bule tapi ia tak memberi jawaban yang memuaskan. Kupikir sepatu-sepatu itu dilempar begitu saja karena sudah dirusak atau tidak dipakai. Atau asumsiku yang lain adalah sepatu itu milih olahragawan yang berhenti dari profesi dan memilh menggantung sepatu. seperti pemain sepakbola. Tapi sepertinya asumsi olahragawan itu tidak benar, karena sepatu-sepatu yang menggantung di tiang listrik cukup mudah ditemukan. Jalan-jalanlah di seputaran Athens dan kau akan mendapati sepatu-sepatu menggantung di tiang listrik.  Uniknya sepatu yang digantung itu hanyalah sepatu-sepatu kets. Fenomena ini disebut Shoefiti dan terjadi diberbagai tempat di Amerika. Nyatanya bukan hanya saya saja yang penasar

June, I Wont Remember

Ada yang ironi membaca judul yang kubuat di atas. Mengapa? Karena dua tahun lalu saya mengumpulkan cerpen-cerpen dan prosaku dalam satu buku yang kuberi judul "June, I Remember".  June, you come. As usual. Once in a year. Setia seperti matahari pagi yang terbit. Sayangnya, Juni kali ini tidak begitu kunantikan. Ada satu, dua dan beberapa alasan kenapa saya tidak begitu senang dengan Juni. Ini hanyalah pendapat pribadi dan hanyalah pada tahun ini.  Kenangan dan ingatan akan bulan juni di masa silam terlalu romantis di kepalaku. Membulat dalam ruang kosong hampa dan beterbangan di sana. Kemudian Juni tahun ini seperti chaos yang meluluhlantakkan  ruang kosong itu. Angan membuyar, debu kenangan mengabut. Namun, sekalipun demikian kenangan-kenangan itu melekat samar di benakku. Karenanya Juni tahun ini datang membawa hawa tak menyenangkan. Saya perlu berlari. Chaos pastinya tak mampu terelakkan namun pergi adalah langkah paling kongkret untuk meminimalisir kesakitan. Maka, Juni,