Skip to main content

Aku Benci Kamu Hari Ini

Raka adik cowokku satu-satunya. Beda usia kami dua tahun. Dia kelas 3 SMP sedangkan aku kelas 2 SMA. Kami tidak pernah akur. Bawaannya selalu berantem. Entah itu tentang pembagian kamar. Rebutan kamar mandi. Sampai berantem gara-gara gebetan.

Kami satu kompleks sekolah. Setiap hari pergi bareng ke sekolah. Di mobil sering berantem. Papa hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah kami. Seperti Tom dan Jerry yang selalu bertengkar. Tapi seperti juga Tom dan Jerry, tidak dapat dipisahkan. Kalo Raka nda ada di rumah,rasanya sepi dan ngangenin. Meski Raka masih kelas dua SMP, tapi postur tubuhnya tinggi. Karenanya ia ikut ekskul basket di sekolah. Ekskul itu diketua oleh Dika, teman sekolahku yang juga pemain basket sekolah. Semua cewek-cewek pasti ngefans dengannya. Dan aku masuk jejeran fans itu. Jika Raka berangkat ekskul basket, aku selalu ikut ngantar bukan karena Rakanya, tapi Dikanya. Melihat dia dengan kaos basket dan berkeringat selalu membuat hati berbunga-bunga.

"Mau ditiipkan salam sama kak Dika" tanya Raka waktu ia turun dari mobil papa saat diantar ekskul.
"Jangan!" Kataku cepat-cepat. "Awas ya" ancamku.
"Kak Dika itu suka sama satu orang di sekolahnya kakak loh" goda Raka.
"Siapa?"Tanyaku antusias.
"Aku bilang tapi aku salamkan ke kak Dika ya"
"Awas kamu"kataku sambil memburunya keluar mobil. Tapi ia begitu gesit berlari ke lapangan basket. Tanpa sadar aku berpapasan dengan Dika di gerbang sekolah.
"Hai Nita" sapanya sambil memperhatikan penampilanku.Kaos beladus dengan celana jeans yang dipotong pendek. Rambut acak-acakan."Duh. Mimpi apa aku semalam"batinku. Kubalikkan badanku menjawab sapaannya sambil nyengir dan menutup pintu mobil rapat-rapat. Malunya.

Raka punya gebetan yang belum dia tembak. Namanya Nia. Gebetannya itulah yang paling sering aku jadikan bahan olok-olokan. Kadang jika dia telepon-telepon dengan Nia, aku selalu berteriak dan mengumbar semua keburukannya. Suatu hari Nia datang ke rumah untuk meminjam novel, Raka belum pulang dari ekskul basketnya. Iseng aku menemani Nia ngobrol. Aku lantas nyerocos bercerita kalo Raka itu suka menulis Diary dan masih langganan majalah bobo sampai sekarang. Mendengar itu Nia tertawa terbahak-bahak. Sialnya lagi pas saat itu Raka yang baru pulang mendengar pembicaraan kami. Menulis Diary dan mengoleksi majalah bobo adalah rahasia Raka yang tidak ingin diketahui teman-temannya.
Muka Raka memerah dan menaruh dendam. Wajahnya terpahat tulisan "aku benci kamu".

Selang seminggu ia tidak mengajakku ngobrol. Kalaupun kuajak berantem dia akan mengalah. Hingga suatu siang, aku menemukan diaryku tergeletak di meja belajar. Tak pernah sekalipun aku melakukannya. "Raaaakkkkaaaaaa" teriakkku. Dia telah membaca diary yang isinya semua tentang Dika. Inilah ajang balas dendamnya.
Sayangnya ia tidak pulang rumah. Raka sudah ijin sama mama buat bermalam di rumah temannya. Dia sudah antisipasi.

Besoknya, aku tidak menemuinya di sekolah. Raka tahu aku benar-benar membencinya. Tiba-tiba Dika datang menghampiriku. " Hai Nit", sapanya. "Hai" jawabku gugup.
"Hmmm...boleh bilang sesuatu".
"Knapa?"
"Jangan memarahi Raka. Dia tidak bermaksud menganggumu. Malah karena dia aku jadi berani dekat kamu" kata Dika.
"Dia bilang ke kamu?"Tanyaku dengan wajah memerah.
"Aku yang memintanya mencari tahu. Kamu susah sih ditebaknya. Aku gemes jadinya" kata Dika sambil mengedipkan mata.
"Besok, kita nonton yuk"ajaknya lagi.
"Bareng Raka kalo mau" katanya cepat-cepat.
Hatiku mendadak ditumbuhi kebun bunga yang bermekaran. Aku mengangguk menggiyakan.

Di rumah, kudapati Raka duduk di teras depan. Aku duduk di sampingnya.
"Kak, maaf ya" katanya.
"Hmm...makasih sudah bilang ke Nia kalo aku suka nulis diary dan koleksi majalah bobo. Ternyata ia suka juga menulis dan punya taman baca. Kami jadi nyambung deh" katanya sambil nyengir.
"Kakak juga mau bilang makasih. Karena kalo Raka nda baca diary kakak, nda mungkin Dika ajak kakak nonton"kataku sambil nyengir.
"Hmmm kamu diajak juga sama Dika. Ajak Nia juga ya besok" kataku lagi.
"Asyik" katanya sambil tersenyum lebar.
"Aku benci kamu hari ini" kataku sambil merangkul dan mengacak-acak rambutnya.
"Benar-benar cinta kan" sambung Raka.
Mama dan Papa yang melihat kami hanya mengerutkan kening melihat kami damai.(*)

#15HariNgeblogFF

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Comments

Popular posts from this blog

Ara Belajar Ngomong

Serius Nulis Ara mulai suka ngoceh. Ada saja suara keluar dari mulutnya. Kadang jelas kadang juga tidak. Beberapa berhasil saya terjemahkan maksudnya. Beberapa mengalami missunderstand berujung pada rengekan atau aksi menarik tangan. Selain nonton lagu anak-anak, beberapa film anak-anak yang menurut saya cukup edukatif menjadi pilihan tontonannya. Saya memutarkan film Blue's Clues, Super Why, hingga Pocoyo. Serial Blue's Clues sudah kami tonton semua. Mulai dari sang pemilik Blue bernama Steve hingga beralih ke Joe adiknya di serial itu. Yang paling nyantol di kepalanya Ara adalah kata "think" sambil telunjuk memegang dahi. Itulah kata pertama yang ia ucapkan secara jelas setelah kata Mama dan Ayah. Entah kenapa kata ini yang melekat di kepalanya. Mungkin karena si Steve sangat aktraktif menyanyikan lagu jingle Blue's Clues terlebih dibagian "Sit down in thinking chair. Think, think, think". Ara juga suka bagian ketika surat datang. Dia akan i...

Kamu 9 Bulan dan Kita "Bertengkar"

Kamu 9 bulan. Apa yang kamu bisa? Merayap dengan gesit. Berguling-guling ke sana kemari. Duduk sendiri sekehendakmu. Tempat tidur telah kita preteli. Yang bersisa hanyalah kasur alas tidur kita yang melekat di lantai. Agar kamu bebas berguling dan merayap tanpa perlu khawatir gaya tarik bumi menarikmu. Hobiku adalah membiarkanmu bermain di lantai. Dari kasur turun ke ubin dingin. Sesekali memakai tikar, tapi akhir-akhir ini aku malas melakukannya. Lagian daya jangkaumu lebih luas dari tikar 2 x 2 meter. Kamu masuk hingga ke kolong meja. Tak tahu mencari apa. Tak jarang kamu membenturkan kepalamu. Di ubin atau dimana saja. Kubiarkan. Ukuranku adalah jika tidak membuatmu menangis artinya kamu tidak merasa sakit. Sakit itu ditentukan oleh diri sendiri. Saya hanya tak ingin memanjakanmu dengan mengasihimu untuk sebuah sakit yang bisa kamu hadapi sendiri. Mama keras padamu? Bisa jadi. Kamu mulai banyak keinginan. Mulai memperjuangkan egomu. Menangis jika Khanza merebut mainan dari tanganmu....

Norwegian Wood

Cukup melelahkan membaca Norwegian Wood karya Haruki Murakami. Buku yang telah kulihat wujudnya sejak tahun 2004 baru aku baca di tahun 2013. Saya tidak terlalu akrab dengan karya-karya Haruki Murakami. Buku Norwegian Wood ini adalah karyanya yang pertama saya baca.  Mengapa saya berkata buku ini cukup melelahkan? Karena buku ini bercerita tentang kematian dan sangkut pautnya dengan orang-orang yang ditinggalkan. Bukan kematian yang disebabkan sakit atau tua. Tapi kematian orang-orang muda yang memilih bunuh diri.  Bersetting tahun 1970an di Jepang, sang tokoh utama, Watanabe menceritakan kembali kisahnya. Ia bertemu kembali kekasih almarhum temannya yang memilih mati bunuh diri di usia 17 tahun. Sekalipun tidak akrab mereka selalu bersama. Berkeliling mengitari Tokyo tanpa tujuan. Hingga sang perempuan, Naoko masuk panti rehabilitasi gangguan jiwa. Ia lantas bertemu Midori, perempuan nyentrik yang selalu berkata seenak dia. Perempuan yang selalu jujur mengatakan apapun yang i...