Skip to main content

Sesak

Aku berbaring di sisinya. Ada pundaknya di bawah tengkukku. Ia mengajakku bermain bayangan dengan jari. Berbentuk anjing, burung, bebek, dan banyak lagi. Jangan tanyakan bagaimana aku bisa berada sedekat ini dengannya. Dulu aku hanya bisa bermimpi tentangnya. Bermimpi menjadi temannya,akrab dengannya. Tapi malam ini aku berada di sisinya. Berbaring dipundaknya. Lengannya merengkuhku. Mimpi yang paling liarku tentang dirinya menjadi kenyataan. Aku pacarnya kini.

Aku hanyalah gadis biasa sedangkan dia adalah salah satu cowok yang paling digandrungi oleh cewek-cewek satu sekolah. Siapa sangka ia telah memintaku menjadi pacarnya. Yang pasti satu sekolah akan geger jika mendengar kabar ini. Aku bisa membayangkan Ema, sahabat dekatku akan pingsan.Ah,aku tak ingin membayang wajah teman dekatku itu. Aku ingin menikmati saat ini.Aku cekikikan.
"Mengapa?" tanyanya sambil menghadapkan wajahnya padaku. Mata sipitnya menatap tajam ke mataku. Jantungku berdetak cepat. Dag dig dug. Kukerjapkan mataku berharap ia tidak mendengarnya. Aku tertawa kecil "Nothing, cuma ingat sesuatu" kataku sambil tersenyum.
"Hayo,ingat apa?" tanyanya lagi. Posisinya kini tengkurap di atas kasur. Ia memandangku sambil tersenyum. Mata sipitnya makin tak kelihatan. "Tidak ada" jawabku gugup berusaha tenang. Jantungku masih terus berdetak. Ia tersenyum dan menarik tubuhnya terlentang. Fuiiih...untunglah dia tidak menangkap kegugupanku.

"Wi..."
"Ya..."
"Hmmm...nda jadi" katanya sambil berbaring miring menghadapku. Aku mencoba rileks. Mengikuti posisinya. Posisi kami berhadapan sekarang. Matanya menatapku. Tak kuasa aku melawan tatapan mata itu. Aku lebih memilih untuk memandang bagian wajahnya yang lain. Asal bukan matanya. Aku tak ingin ditelanjangi oleh mata itu. Aku tak ingin mata sipit itu melihat di binar ceria di mataku.

Wajahnya hanya berjarak 10 cm dari wajahku. Jemarinya menelusuri tulang pipiku. Aku tak berani melihat matanya. Dag dig dug. Dag dig dug.Dag dig dug. Konsetrasiku terpecah. Antara suara jantungku yang makin kencang, halus jemarinya yang menyentuh kulitku, dan juga diriku yang harus berusaha bersikap wajar. Aku makin tertunduk. Memandang lehernya yang jenjang. Ada satu tahi lalat di sana.

Wajahnya makin mendekat. Aku bisa merasakan hangat nafasnya. Terasa seperti slow motion.Jemarinya turun di daguku. Memaksaku mengangkat sedikit wajahku. Jantungku berdetak lambat dengan irama dag dig dug.dag dig dug.

Seketika adegan berganti cepat. "I'm sorry"bisiknya. Samar kudengar.
DAGDIGDUGDAGDIGDAGDIGDUG. Suara jantungku lah yang paling keras aku dengar. Aku tak peduli lagi apakah ia pun bisa mendengarnya. Bibirnya menyentuh lembut bibirku. Dikecupnya bibir bawahku yang kaku. Aku membalas kecupannya. Lidah kami beradu. Nafas kami berburu. Saling mendesah.

Aku merasakan ia menarik bibirnya dari bibirku. Turun menjelajahi leherku. Mengecupinya dengan liar. Jantungku tak lagi beraturan. Nafasku satu satu."Oh,shit!!!"Umpatku dalam hati. Dan tiba-tiba kurasakan sengatan di leherku. Terasa panas. Aku masih belum mengerti. Dia masih mencumbu leherku. Bukan mencumbu. Ia mengisap leherku. Kurasakan darahku tersedot dari jantungku menuju leher. Ke bibirnya.

Yang terakhir kurasakan adalah sesak yang mencengkram jantung dan kemudian hitam. Ema benar-benar akan pingsan besok.(*)

#15HariNgeblogFF hari #2

Ps : Silakan tinggalkan komentar,saran dan kritik. Jangan lupa akun twitter atau fesbuk kamu spy saya bisa mention kamu di twitter atau di fb. Atau boleh mentweet saya di @dwiagustriani
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Comments

Popular posts from this blog

jurnalistik siaran, pindah kost-kostan, dan "capek deh!"

Akhirnya, kembali bisa menyempatkan diri sejenak ke Teras Imaji. Sedikit berbagi kisah lagi dengan diri sendiri. Sekedar untuk sebuah kisah klasik untuk Saraswati dan Timur Angin kelak. Aku tak pernah menyangka bahwa aku bisa bertahan sampai saat ini.meski tugas kuliah menumpuk. Keharusan untuk pindah pondokan. Kewajiban lain yang belum terselesaikan.Problem hati yang menyakitkan. Serta kontrak yang tersetujui karena takut kehilangan peluang meski tubuh ini harus sudah berhenti. Siang tadi (15 nov 06) seharian ngedit tugas siaran radioku. Tak enak rasanya pada teman-teman, memberatkan mereka. menyita waktu yang seharusnya untuk hal lain. Tak enak hati pada Pak Anchu, penjaga jurusan. yang tertahan hanya menunggu kami menyelesaikan tugas itu. Dengan modal suara fals nan cempreng toh aku pun akhirnya harus sedikit PD untuk membuat tugas itu. Meski hanya menguasai program office di komputer, toh aku harus memaksakan belajar cool-edit (yang kata teman-teman yang udah bisa merupakan sesuatu...

babel

Sebenarnya tak ada planing untuk menonton film. hanya karena kemarin arya dan kawan-kawan ke TO nonton dan tidak mengajakku. Dan kemudian menceritakan film 300 yang ditontonnya. Terlepas dari itu, sudah lama aku tak pernah ke bioskop. Terkahir mungkin sam kyusran nonton denias 2 november tahun lalu. (waa…lumayan lama). Dan juga sudah lama tak pernah betul-betul jalan sama azmi dan spice yang lain J Sebenarnya banyak halangan yang membuat kaimi hampir tak jadi nonton. Kesal sama k riza, demo yang membuat mobil harus mutar sampe film 300 yang ingin ditonton saudah tidak ada lagi di sepanduk depan mall ratu indah. Nagabonar jadi dua, TMNT, babel, dan blood diamond menjadi pilihan. Agak ragu juga mo nonton yang mana pasalnya selera film kami rata-rata berbeda. Awalnya kami hampir pisah studio. Aku dan echy mo nonton babel atas pertimbangan sudah lama memang pengen nonton. (sebenarnya film ini udah lama aku tunggu, tapi kemudian gaungnya pun di ganti oleh nagabonar dan 300). Serta pem...

idealis vs pragmatis

ruang kuliah fis 3.115 entahlah...seperti berdebat kusir rasanya. tentang rating air mata dengan kreddibiltas wartawan. pengeksplotasian kemiskinan, penjualan airmata untuk memperoleh rating tinggi. yang katanya sebuah perpanjangan mata untuk melihat kemiskinan di sekitar kita. di satu sisi aku melihat, apakah dengan menjual airmata di media kemudian kita baru sadar bahwa ada kemiskinan di sekitar kita. apakah harus melewati media kemudian kita sadar bahwa ada orang yang kelaparan di sebelah rumah kita. media adalah merupakan konstruksi dari realitas yang sebenarnya. ia adalah realitas yang kesekian dari apa yang sesungguhnya terjadi. "media tidak menjual air mata. itu membantu kita mengugah apa yang terjadi. membantu kita memberikan informasi bahwa ada yang seperti itu" aku tidak sepakat. mungkin di sisi lain mereka memang memang membantu. memberikan uang lima sampai sepuluh juta merupakan hal yang besar untuk si miskin. tapi, kemudian apa yang di dapat media? tayang itu saa...