Skip to main content

Belajar Pada Om Google


Wow, akhirnya saya belajar pada om Google. Selama ini saya malas untuk membaca petunjuk dan tata cara. Saya adalah tipe orang belajar yang harus didampingi oleh ibu atau bapak guru. Saya punya begitu banyak pertanyaan dan butuh jawaban secepatnya. Saya paling malas harus membaca buku teks. Saya lebih menyukai bertanya langsung pada seseorang dan mendapatkan penjelasan. Karena itu terkadang pengetahuan-pengetahuan yang saya dapat adalah pengetahuan tak utuh. Bagi saya membaca buku teks cukup memusingkan. Sama halnya dengan membaca buku How To. Paling malas baca buku seperti ini, saya terlalu angkuh dengan menggunakan caraku sendiri yang serba tidak tahu.


Hari ini saya belajar dari om Google. Beberapa waktu lalu saya telah belajar bagaimana mendownload film. Laman yang diberikan Aniki Joy ( Dia meminta tidak dipanggil Sensei, Aniki adalah sebutan untuk kakak lelaki di Yaukza) adalah the-blind-assassin.blogspot.com. Laman ini cukup menyediakan banyak film-film lama dan juga film-film baru. Saya telah berhasil mendownload Original Sin dan Dead Poets Society (belum termasuk subtitlenya).

Namun, tiba-tiba saya ingin menonton film Jepang berjudul Taiyou No Uta yang tak ada di laman blind asassin. Terpaksa saya harus bergerilya. Untungnya pernah liat Kak Rahe sering download di Indowebster. Dan ternyata saya berhasil menemukannya di sana. 700an MB dan lumayan cepat terdownload. Mungkin karena formatnya Win.rar jadi lumayan cepat. Entahlah. Tapi dua download pertama yang format Avi serasa bersemedi menunggunya selesai.

Nah, film jepang ini dalam folder win.rar-nya sekalian dengan subtitle inggrisnya. Tapi saya bingung gimana caranya memunculkan subtitle itu. Pertama kali saya buka pake media player classic tanpa ada subtitle. Saya harus tahu caranya. Sudah sejauh ini mendownload,sangat sia-sia jika tak menyelesaikan hingga titik akhir.Saya tak punya tempat bertanya. Aniki sibuk meski disapa lewat YM. Seniorku juga pasti lagi sibuk. Tanpa sengaja saya mengontak seseorang dari list YM-ku. Saya pikir dia adalah salah satu juniorku di Kampus. Namanya Potter ter. Namun ketika saya kontak, ternyata saya salah orang. Kami pun basa basi untuk sekedar menyambung pembicaraan di chatroom. 

Ternyata ketika saya mensharingkan keluhanku akan subtitle film jepang itu, dia bisa membantu. Darinya saya tahu bahwa file subtitle tersebut perlu di extract. Karena pelajaran darinya pun saya mulai berani meng-extract subtitle. Saya pun belajar pada om google bagaimana memasang file subtitle tersebut. Ternyata sangat mudah. Om  google menyediakan segala jawaban yang kamu mau atas pertanyaanmu. Saya berhasil mendapatkan petunjuknya di sini. Dan dari laman itu saya menemukan subtitle bagus di laman www.subscene.com :).

Meski sudah menemukan petunjuk tapi kegagalan juga tetap mengintai. Berapa kali saya extract masih saja subtitle itu tak muncul. Ternyata petunjuk haruslah diikuti sebagaimana mestinya. Seperti membuat kue harus mengikuti resep yang ada. Beberapa kali mencoba, beberapa kali salah akhirnya saya menemukan bahwa kesalahannya adalah simpan dengan format yang persis sama. Setelah diedit lagi, akhirnya berhasil. 

Hahahahaha.Asyik...Yatta YattaYatta. Terima kasih buat para pengajar dan juga om Google.
Saya bakal sering-sering mendownload film.:)

Comments

  1. tidak ada terlambat untuk belajar bukan ?

    karena selalu ada saat pertama untuk setiap hal

    (benjamin button dan perubahan seperlunya) ^_^

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

antusiasme berfoto....

Sebagai prasyarat untuk mendapat izin ujian selain kelenagkapan berkas, calon sarjana perlu menyertakan foto berjas atau berkebaya. Beranjak dari sinilah cerita hari ini bergulir. “izin ujian itu lama loh keluarnya” kata Santi. ( wahhh…aku harus segera mengurusnya ) Tapi aku belum berfoto. Merujuk pada dua orang kakak perempuanku yang telah berhasil menyelesaikan kuliah S1-nya dan telah melalui sesi berfoto untuk ujian dan wisuda, kepada merekalah aku meminta petunjuk. Dan hasilnya….keduanya berfoto menggunakan kebaya untuk ijazahnya. Meski kak Ipah memakai jilbab, ternyata untuk tampil cantik di ijazah ia rela untuk melepas jilbabnya dan bersanggul kartini. Dan atas petunjuk inilah aku pun kemudian mempertimbangkan hal tersebut. Dengan beberapa pertimbangan : Pertama, Dwi kan tidak berjilbab. Teman-teman yang pake jas rata-rata yang berjilbab. Kedua, Inikan ijazah untuk S1, tak ada orang yang memiliki gelar S1 dua kali. Mungkin ada, tapi mereka devian. (...

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan ...