Skip to main content

Meet Dee (Part 3) : Menulis Itu Seperti Bertarung Dengan Layar Kosong

Bagaimana Dee melahirkan karya-karya fenomenalnya? Di Meet and Greet dua minggu lalu dia membagi ceritanya padaku dan pada para pengunjung gramedia Teras Kota, BSD, Tangerang. Mengutip Dee dalam kalimat-kalimat pembuka di buku-bukunya "Menulis adalah proses kelahiran". Beberapa berhasil lahir dan dilepas untuk dimiliki oleh para pembaca namun tak sedikit yang gugur atau mengendap lebih lama untuk bisa lahir.


Bagi Dee, menulis adalah sebuah pertarungan. Pertarungan terhadap layar kosong. Proses yang terjadi adalah bagaimana mengisi layar kosong itu dengan cerita yang ada di benak kita. Ketika bertarung yang terjadi adalah proses saling melemahkan antar pihak. Apakah layar kosong tersebut yang kalah atau dirimu yang harus menyerah.

Dee mengakui bahwa ia juga sering terkena writer's block. Kemandekan ide dan tak tahu lagi akan menulis apa. Setiap penulis punya style tersendiri untuk menyelesaikan permasalahan ini.  Beberapa mungkin dipaksa keluar, tapi beberapa menemukan cara sendiri untuk mencairkan writer's block.
 "Bagi saya, mandi adalah cara efektif untuk memecahkan writer's block. Tidak tahu kenapa" jelas Dee sambil tersenyum. 

Perlu menjaga sebuah ritme dalam menulis. Jika yang ditulis adalah tulisan panjang seperti novel ritme yang dipakai adalah ritme lari maratho. Beda ketika sekedar menulis cerpen yang pendek. Ritme yang dipakai adalah pelari sprint. Ritme disini adalah menjaga semangat yang ada. Kegagalan sebuah cerita adalah karena penulis terlalu bersemangat di awal dan melepaskan semua energinya. Setelah itu saat klimaks cerita dia mulai ngos-ngosan dan tak mampu lagi menyelesaikan hingga akhir cerita.

Mungkin yang seperti inilah yang terjadi pada saya yang belajar menulis cerita panjang maupun pendek. Saya terlalu senang membayangkan bagaimana jadinya tulisan itu ketika selesai. Euforianya telah habis di sana. Jadinya saat memulai menulis saya telah sampai titik ngos-ngosan padahal masih pada tahap penggambaran karakter.

Bangunan kerangka cerita tergantung pada penulis. Bagi Dee, dia memilih untuk membuat rangka cerita tahan gempa. Memiliki awal, tengah, dan akhir. Namun untuk penyokong masing-masing cukup fleksibel. Banyaknya tulisan-tulisan yang tak selesai disebabkan karena penulis tidak memiliki jadwal yang ketat untuk menargetkan dirinya menyelesaikan tulisannya.

"Buatlah tanggal deadline. Atau misalnya penerbit imajiner yang memaksamu untuk menyelesaikan tulisanmu" katanya. Karena itu mampu membuat penulis disiplin menyelesaikan tulisannya. Bagi saya, Deadline dan menjaga mood ini yang perlu diterapkan.

Terlalu lama deadline yang aku buat untuk sebuah karya yang telah dibayangkan sejak tahun 2006. Bertemu Dee membuat semangat menulisku kembali menyala. Aku tiba-tiba mengingat janji yang kubuat sendiri. Ya, aku sudah bertemu dengannya. Sudah saatnya menepati janji pada diriku. Akan sangat susah, tapi Dee telah melaluinya. Selamat Menulis Dwi!!!!!


Comments

Popular posts from this blog

Indecent Proposal

sumber foto : tvtropes.org Seorang bilyuner menawariku one billion dollar untuk one night stand dengannya. Aku bingung. Aku dan suami sedang tidak punya uang dan satu juta dollar begitu banyak. Mampu membiaya hidup kami. Disisi lain aku  mencintai suamiku, rasa-rasanya ini tidaklah patut. Tapi kami benar-benar tidak punya uang. Aku ingin melakukannya untuk suamiku. Aku mencintaiku dan tidak ingin melihatnya terlilit utang. Kami memutuskan mengambil tawaran itu. This is just sex bukan cinta. Ini hanya tubuhku. Aku dan suami memutuskan setelah semalam itu, kami tidak akan mengungkitnya lagi. Setelah malam itu. Kami berusaha menebus  properti kami yang jatuh tempo. Sayangnya, bank telah menyita dan melelangnya. Seorang pengusaha telah membelinya. Kami putus asa. Suamiku tiba-tiba berubah. malam itu, Ia mempertanyakan apa yang saya dan bilyuner itu lakukan. Padahal kami sepakat untuk tidak mengungkitnya. Saya menolak menjawab pertanyaannya. Saya tidak ingin lagi menginga...

Sengsara Membawa Nikmat

  Judul : Sengsara Membawa Nikmat Penulis : Tulis Sutan Sati Penerbit : Balai Pustaka Midun, lelaki muda baik budinya halus pekertinya disukai warga sekampung. Namun, hal ini menciptakan kebencian Kacak, kemanakan Tuanku Laras, kepada Midun. Segala cara dilakukan Kacak untuk menjebak Midun. Hingga akhirnya ia menyewa pembunuh untuk menghabisi nyawa Midun. Untungnya, Midun masih mampu menghindar dari tikaman pisau. Namun perkelahian itu menjebloskan Midun ke penjara. Membuatnya terpisah dari keluarganya. Penderitaan tak berhenti di situ, di penjara pun Midun menerima siksaan. Hingga masa ia bebas, ia memilih tak pulang ke Bukit Tinggi. Ia memilih mengadu nasib ke Betawi mengantar Halimah, perempuan yang ditolongnya pulang ke Bogor. Di tanah Jawa inilah lika liku hidup membawanya menjadi asisten demang dan pulang ke tanah Padang.  Judul buku ini cukup mencerminkan cerita lengkap sang tokoh utama. Kemalangan silih berganti menimpa sang tokoh utama. Namun berpegang pada keyakinan ...

Misteri Sepatu Menggantung di Kabel Listrik

Sumber : Athens News Sepasang sepatu menggantung lunglai di tiang listrik. kabel listrik tempatnya bergantung kokoh tak ingin melepaskan sepatu itu menghujam bumi. Pertama kali tiba di Athens, saya cukup heran dengan sepatu-sepatu yang tergantung di kabel-kabel listrik itu. Kutanya ke seorang teman bule tapi ia tak memberi jawaban yang memuaskan. Kupikir sepatu-sepatu itu dilempar begitu saja karena sudah dirusak atau tidak dipakai. Atau asumsiku yang lain adalah sepatu itu milih olahragawan yang berhenti dari profesi dan memilh menggantung sepatu. seperti pemain sepakbola. Tapi sepertinya asumsi olahragawan itu tidak benar, karena sepatu-sepatu yang menggantung di tiang listrik cukup mudah ditemukan. Jalan-jalanlah di seputaran Athens dan kau akan mendapati sepatu-sepatu menggantung di tiang listrik.  Uniknya sepatu yang digantung itu hanyalah sepatu-sepatu kets. Fenomena ini disebut Shoefiti dan terjadi diberbagai tempat di Amerika. Nyatanya bukan hanya saya saja yang pen...