Skip to main content

Keluarga Racing Center

Waktu kecil, aku menaruh rasa ingin tahu besar pada jalan racing center. Entah kenapa jalan itu begitu misterius buatku. Banyak pepohonan di sana. Selain itu kantor harian fajar juga dulunya ada di jalan racing center. Dari kecil aku sudah sangat penasaran bagaimana proses redaksi sebuah harian.

Hingga aku beranjak kuliah rasa ingin tahu itu masih aku simpan. Sampai aku berkenalan dengan seorang Decy Wahyuni. Teman angkatanku di Komunikasi Unhas 2004. Saat mahasiswa baru, dia dengan ikhlas menjadikan rumahnya di Racing center sebagai sekretariat bagi kami maba (mahasiswa baru) komunikasi 2004. 

Rumah hijau di samping kantor BPS Makassar. Berlantai dua. Lantai satu ditempati Ecy sekeluarga. Mama + Bapak+ dua kakaknya + Ecy. Lantai dua adalah kost-kostan. Satu kamar disediakan khusus buat kami.
Namun, karena jumlah kami lebih 50 orang dengan karakter yang berbeda-beda, maka lantai dua itu menjadi kapal pecah. Berantakan kiri kanan. Penuh piring kotor, kertas-kertas, undangan, botol-botol tinta printer, computer. Semua tumpah ruah di sana. Bahkan jika harus bermalam sampai areal dapur pun kami tiduri.
Tidak jarang kami turun ke lantai satu makan siang atau makan malam. Bisa kau bayangkan begitu menyusahkannya kami dulu. Sudah numpang gratis, bikin kotor, makan gratis pula. Itu tidak sehari dua hari. Berbulan-bulan . Dari Ospek hingga bina akrab.

Untungnya Om dan Tante serta kakak-kakaknya Ecy nda pernah marah pada kami. Sesekali kadang membuat mereka jengkel dengan ulah rebut kami. Namun mereka tetap menerima kami apa adanya. Tak pernah berniat mengusir kami.

Tak hanya lepas bina akrab rumah Ecy digunakan. Bahkan setelahnya. Bahkan hingga kini. Kami sering menjadikannya tempat buka puasa. Atau tempat ngumpul teman-teman angkatan 2004. Atau juga tempat ngumpul kami, teman-teman dekat Ecy.

Rumah bercat hijau, namun di dalamnya penuh warna seperti menjadi rumah kedua kami di Makasar setelah kost. Selalu banyak makan di sana. Terasa adem dan Ecy selalu berbaik hati menerima kami. Jam berapapun itu.

Om dan tante pun sudah sangat mengenal kami. Kalo datang ke rumahnya Ecy, tak masalah jika kami langsung memasak atau menengok meja makan. Hahahahahaha. Attitude yang benar-benar aneh.
Terakhir bermalam di sana saat aku dan Ema berencana sekedar bermalam di rumah hijau itu. Kasur empuk, adem, dan juga teman cerita. Waktu itu aku dan Ema tidur sampai jam 10 pagi. Ecy sudah mengerjakan tugasnya sebagai PNS yang baik menjadi duta senam minggu pagi di kantor gubernur. Ada dua perempuan pemalas yang tidur sampai siang. Namun, mamanya Ecy tidak juga protes soal tingkah kami. Padahal kalo di rumah, sudah dapat ceramah dari subuh sampe siang karena kelalaian bangun.

Minggu lalu, aku masih menyempatkan diri ke sana. Dengan tujuan meminjam tas pesta dan sepatu high heels. Rumah itu tidak berubah. Keramahannya pun tidak berubah. Selalu ada penganan kecil yang disuguhkan jika berkunjung ke sana. Ecy masih juga menyempatkan mencarikanku becak di tengah hujan dan membayarkan ongkos becakku

Aku selalu rindu untuk kembali berkumpul bersama teman-teman di sana. Dandan saat ke pesta, bergosip tentang kabar pacar masing-masing. Rumah itu selalu menyenangkan bagiku.Rasa ingin tahu masa kecilku pun tercapai. Aku menemukan keluarga yang menyenangkan di Racing center.

Selamat Ulang tahun Ecy. Salam buat Om dan Tante. Ini juga skalian kado untuk ulang tahun mereka.

Comments

  1. wow...senengnya jika punya sahabat baik...bisa nginap bareng..sungguh hal yg gak pernah diriku alami..

    ^^

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Di Braga Saya Jatuh Cinta Pada Bandung

Hampir 10 tahun tinggal di Bogor, sepertinya hanya tiga kali saya ke Bandung. Di tiap kedatangan itu Bandung selalu memberikan kesan tersendiri buat saya. Kali pertama ke Bandung, tahun 2013. Kala itu belum pindah ke Bogor. Saya, suami, dan Ara yang masih berusia 3 tahun menghadiri acara nikahan teman di Jogjakarta. Ala backpacker kami lanjut naik kereta ke Bandung. Perjalanan yang memakan waktu cukup lama yang bikin pantat tepos. Belum lagi sambil momong anak yang pastinya ga begitu nyaman duduk di kereta. Dalam kelelahan kami menjelajah Bandung. Belum ada gocar atau grabcar kala itu. Seingatku kami hanya ke gedung sate. Itu pun sambil jalan kaki. Bandung ini first impression tidak berhasil membuat saya kagum. Kami ke Cihampelas Walk. Selain malnya yang berkonsep eco friendly, tidak ada yang istimewa. Bandung failed to make me wowing.  Perjalanan kedua kala Anna hampir dua tahun. Pakai mobil via Cianjur. Berangkat jam 5 pagi. Ketemu macet di Cianjur. Jam masuk kerja para peg...

Keajaiban Malam Bulan Biru

Judul : Keajaiban Malam Bulan Biru Penerbit : Pustaka Ola Harga : Rp. 20.000 Peter melangkah gontai masuk ke apartemennya. Ia baru saja dipecat. Toko tempatnya bekerja bangkrut. Dari sebuah apartemen ia mendengar kakek Tom merintih memanggil cucunya. Peter melangkah masuk dan membantu kakek Tom. Kasian kakek Tom sendirian dan sakit-sakitan sementara cucunya jarang menjenguk. Di apartemen sebelah Rossy di kursi rodanya meminta Peter memperbaiki kotak musik balerinanya. Rossy sangat ingin menjadi balerina sayang kakinya lumpuh.  Bulan berwarna biru malam itu. Ted yang terbangun dari tidurnya sibuk memikirkan dirinya yang dipecat dan begitu miskin. Hingga akhirnya ia bertemu peri dan memberinya tiga permintaan.  *** Buku kumpulan dongeng ini berisi sebelas cerita dongeng yang kisahnya menarik. Kamu akan bertemu Grook-grook si sapi, Riko si kurcaci yang ingin jadi peri, serta bertualang di dunia mainan.  Selain ceritanya yang seru juga mengandung nilai moral. Misalnya mensyuk...

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan ...