Skip to main content

Percakapan Kita

Aku menyukai percakapan kita malam ini. Saat tanah basah dan becek oleh hujan yang baru saja reda. Saat bulan bersinar di antara awan berarak dengan sebuah bintang yang menemaninya. Saat malam terasa dingin dan kau meraih tanganku untuk memelukmu. Kita keliling kota. Melihat-lihat lampu kota. Melihat kelap-kelipnya serupa kunang-kunang. TIba-tiba aku ingat pada sebuah buku berjudul “Seribu kunang-kunang di Manhatan” karya Umar Kayam.

Kau memboncengku. Aku duduk di belakangmu. Memelukmu. Agar kau merasa hangat dan juga agar aku merasa hangat yang sama. Kita belum ingin pulang. Malam setelah hujan reda seperti membawa udara kebebasan bagi diri kita. Kita ingin menjelajahi kota. Ke bukit tertinggi. Lebih dekat dengan bulan. Dan melihat lebih banyak kunang-kunang lampu kota.

Kita bercakap tentang mimpi. Daftar-daftar mimpi yang telah kamu buat dulu. Lama sekali. Kau akhirnya menyadair bahwa tak pernah salah bermimpi itu. Teruslah bermimpi dan semesta akan membantumu mewujudkannya. Kau telah melist mimpi-mimpimu. Aku tak pernah melihat daftar itu secara tertulis. Tapi aku yakin meski kau hanya membuat pencatatan itu di otakmu, dia telah dengan sangat detail tersusun rapi di sana.
Satu mimpi telah kau centang. Sebuah mimpi besar yang selama ini telah kau idam-idamkan. Aku sangat paham kau merasa ajaib dengan semua ini. Mimpimu ini adalah mimpi yang juga orang lain mimpikan. Dan kau adalah salah satu dari sedikit yang berhasil mewujudkannya. Sampai detik ini kamu masih belum bisa mempercayai peruntunganmu ini.

Dan tiba-tiba akhirnya kau menganggap bahwa semua ini adalah mimpi yang telah kamu tulis dalam daftar mimpimu. Kau lantas membenarkan teori-teori dalam buku-buku motivasi dan juga buku fiksi karangan Poelo Coelho dan Andrea Hirata. Kau meyakini kekuatan mimpi itu benar adanya.

Mimpi. Aku selalu menyukai kata ini. Ia salah satu dari kata favoritku. Jika kau baru menyadari kekuatan mimpi, yakinlah bahwa aku telah menyakininya sejak aku kecil. Sejak aku mulai membaca majalah bobo dan memiliki kebiasan melihat langit dari jendela kamar di rumah panggungku. Aku pernah menulis list mimpi-mimpi yang ingin aku centang kelak. Sesederhana apapun itu. Tahu kah kamu, bahwa aku pernah bermimpi untuk melihat kantor redaksi Fajar di Racing Center. Dan itu salah satu mimpi yang telah aku centang dengan sukses. Bahkan makan es krim Vinetta pun aku tuliskan. Dan itu pun telah jadi kenyataan. Dan juga beberapa mimpi-mimpi lain yang tak perlu aku sebutkan di sini.

Malam ini ketika kita sama-sama bersepakat dan meyakini kekuatan mimpi, sekali lagi kita kembali merefresh daftar mimpi kita. Mimpiku dan mimpimu telah menjadi mimpi kita. Kita menginginkan sebuah kebebasan financial agar kelak kita bisa mampu mengekspresikan diri. Membuat banyak karya. Memiliki rumah  di bukit dengan pemandangan laut dan lampu-lampu kota serupa kunang-kunang dengan perpustakaan kecil di dalamnya.

Aku menjadi saksimu. Aku mencatat mimpimu. Aku yakin kita mampu mewujudkannya. Kita telah sejauh ini bermimpi. Dan kita telah mencentang banyak mimpi yang jadi nyata. Tahu kah kau bahwa sesungguhnya dirimu adalah mimpi yang tergapai? Ah, kau sudah mengetahuinya. 

( 18.08.2010)

Comments

Popular posts from this blog

Di Braga Saya Jatuh Cinta Pada Bandung

Hampir 10 tahun tinggal di Bogor, sepertinya hanya tiga kali saya ke Bandung. Di tiap kedatangan itu Bandung selalu memberikan kesan tersendiri buat saya. Kali pertama ke Bandung, tahun 2013. Kala itu belum pindah ke Bogor. Saya, suami, dan Ara yang masih berusia 3 tahun menghadiri acara nikahan teman di Jogjakarta. Ala backpacker kami lanjut naik kereta ke Bandung. Perjalanan yang memakan waktu cukup lama yang bikin pantat tepos. Belum lagi sambil momong anak yang pastinya ga begitu nyaman duduk di kereta. Dalam kelelahan kami menjelajah Bandung. Belum ada gocar atau grabcar kala itu. Seingatku kami hanya ke gedung sate. Itu pun sambil jalan kaki. Bandung ini first impression tidak berhasil membuat saya kagum. Kami ke Cihampelas Walk. Selain malnya yang berkonsep eco friendly, tidak ada yang istimewa. Bandung failed to make me wowing.  Perjalanan kedua kala Anna hampir dua tahun. Pakai mobil via Cianjur. Berangkat jam 5 pagi. Ketemu macet di Cianjur. Jam masuk kerja para peg...

Keajaiban Malam Bulan Biru

Judul : Keajaiban Malam Bulan Biru Penerbit : Pustaka Ola Harga : Rp. 20.000 Peter melangkah gontai masuk ke apartemennya. Ia baru saja dipecat. Toko tempatnya bekerja bangkrut. Dari sebuah apartemen ia mendengar kakek Tom merintih memanggil cucunya. Peter melangkah masuk dan membantu kakek Tom. Kasian kakek Tom sendirian dan sakit-sakitan sementara cucunya jarang menjenguk. Di apartemen sebelah Rossy di kursi rodanya meminta Peter memperbaiki kotak musik balerinanya. Rossy sangat ingin menjadi balerina sayang kakinya lumpuh.  Bulan berwarna biru malam itu. Ted yang terbangun dari tidurnya sibuk memikirkan dirinya yang dipecat dan begitu miskin. Hingga akhirnya ia bertemu peri dan memberinya tiga permintaan.  *** Buku kumpulan dongeng ini berisi sebelas cerita dongeng yang kisahnya menarik. Kamu akan bertemu Grook-grook si sapi, Riko si kurcaci yang ingin jadi peri, serta bertualang di dunia mainan.  Selain ceritanya yang seru juga mengandung nilai moral. Misalnya mensyuk...

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan ...