Skip to main content

Pseudo Dream


Adakah saat dimana kamu tiba-tiba menangis hanya sebuah alasan sepele? Alasan bodoh yang sangat kau tahu dan tak ingin kamu akui.Aku mengalaminya. Malam menjadi seperti monster buatku.Dentang waktu begitu menyiksaku. Ada apa di sana? Aku tak ingin tahu. 

Ada sebuah detik yang tak beranjak di sana. Ada waktu yang tak berjalan. Aku seperti terperangkap dalam jarum-jarum kecil penunjuk angka. Aku ingin lepas, tapi sepertinya begitu sulit. Waktu yang berhenti itu terlalu melenakan. 

Tapi ada saat dimana dia tiba-tiba beranjak tanpa pernah aku tahu meski aku selalu ada di sana.Menungguinya berhenti. Menungggunya diam dan memandanginya hingga tiba saat dimana malam kembali bergerak menjadi pagi. 

Aku mulai membenci diriku sendiri. Membenci tiap pilihan-pilihan yang aku coba lalui. Berusaha memperbaiki hati. Menjahit sendiri hati yang terkoyak. Perih. Tentu saja. Aku tak bisa menggantinya dengan hati yang lain. Aku hanya mampu mengatakan pada hati "semua akan baik-baik saja". Tapi aku pun tak yakin, apakah semua akan sebaik itu atau tidak.

Malam ini adalah sebuah penunjukan yang lain. Ia memberiku sebuah kenyataan untuk berhenti menunggu. Berhenti mencari. Berhenti berkhayal. Hidup adalah sebuah jalan panjang yang berkelok penuh kerikil. Tak seperti dongeng-dongeng yang selalu diceritakan tentang putri dan pangeran yang hidup bahagia selamanya. 

Hidup tidaklah sesederhana itu. Dan malam ini, aku akan mencoba untuk tidur. Dengan mata sembab dan kerinduan akan pagi yang menyenangkan. Aku ingin mengeringkan air mataku. Berhenti menangisi sesuatu yang tak benar-benar pernah mampu kamu gapai. Bahkan khayalan sekalipun takkan mampu membuatmu meraihnya. Ini hanyalah fatamorgana. Pseudo dream yang begitu sia-sia. 

Seperti kata teman, selamat malam dan selamat tinggal...

30 Januari 2011

Comments

Popular posts from this blog

jurnalistik siaran, pindah kost-kostan, dan "capek deh!"

Akhirnya, kembali bisa menyempatkan diri sejenak ke Teras Imaji. Sedikit berbagi kisah lagi dengan diri sendiri. Sekedar untuk sebuah kisah klasik untuk Saraswati dan Timur Angin kelak. Aku tak pernah menyangka bahwa aku bisa bertahan sampai saat ini.meski tugas kuliah menumpuk. Keharusan untuk pindah pondokan. Kewajiban lain yang belum terselesaikan.Problem hati yang menyakitkan. Serta kontrak yang tersetujui karena takut kehilangan peluang meski tubuh ini harus sudah berhenti. Siang tadi (15 nov 06) seharian ngedit tugas siaran radioku. Tak enak rasanya pada teman-teman, memberatkan mereka. menyita waktu yang seharusnya untuk hal lain. Tak enak hati pada Pak Anchu, penjaga jurusan. yang tertahan hanya menunggu kami menyelesaikan tugas itu. Dengan modal suara fals nan cempreng toh aku pun akhirnya harus sedikit PD untuk membuat tugas itu. Meski hanya menguasai program office di komputer, toh aku harus memaksakan belajar cool-edit (yang kata teman-teman yang udah bisa merupakan sesuatu...

babel

Sebenarnya tak ada planing untuk menonton film. hanya karena kemarin arya dan kawan-kawan ke TO nonton dan tidak mengajakku. Dan kemudian menceritakan film 300 yang ditontonnya. Terlepas dari itu, sudah lama aku tak pernah ke bioskop. Terkahir mungkin sam kyusran nonton denias 2 november tahun lalu. (waa…lumayan lama). Dan juga sudah lama tak pernah betul-betul jalan sama azmi dan spice yang lain J Sebenarnya banyak halangan yang membuat kaimi hampir tak jadi nonton. Kesal sama k riza, demo yang membuat mobil harus mutar sampe film 300 yang ingin ditonton saudah tidak ada lagi di sepanduk depan mall ratu indah. Nagabonar jadi dua, TMNT, babel, dan blood diamond menjadi pilihan. Agak ragu juga mo nonton yang mana pasalnya selera film kami rata-rata berbeda. Awalnya kami hampir pisah studio. Aku dan echy mo nonton babel atas pertimbangan sudah lama memang pengen nonton. (sebenarnya film ini udah lama aku tunggu, tapi kemudian gaungnya pun di ganti oleh nagabonar dan 300). Serta pem...

idealis vs pragmatis

ruang kuliah fis 3.115 entahlah...seperti berdebat kusir rasanya. tentang rating air mata dengan kreddibiltas wartawan. pengeksplotasian kemiskinan, penjualan airmata untuk memperoleh rating tinggi. yang katanya sebuah perpanjangan mata untuk melihat kemiskinan di sekitar kita. di satu sisi aku melihat, apakah dengan menjual airmata di media kemudian kita baru sadar bahwa ada kemiskinan di sekitar kita. apakah harus melewati media kemudian kita sadar bahwa ada orang yang kelaparan di sebelah rumah kita. media adalah merupakan konstruksi dari realitas yang sebenarnya. ia adalah realitas yang kesekian dari apa yang sesungguhnya terjadi. "media tidak menjual air mata. itu membantu kita mengugah apa yang terjadi. membantu kita memberikan informasi bahwa ada yang seperti itu" aku tidak sepakat. mungkin di sisi lain mereka memang memang membantu. memberikan uang lima sampai sepuluh juta merupakan hal yang besar untuk si miskin. tapi, kemudian apa yang di dapat media? tayang itu saa...