Skip to main content

Mencoba XXI Mall Ratu Indah

Ilustrasi
Rasanya sudah begitu tidak menonton di bioskop. Setelah jejeran film Indonesia yang tak begitu menarik akhirnya kemarin mendapati film The Tourist yang dibintangi Jhonny Depp dan Angelina Jolie tayang di bioskop Mari I(Mall Ratu Indah). Saya belum ingin menulis tentang film The Tourist. Saya hanya ingin menuliskan kesanku berada di bioskop Mari dan nonton sendiri.


Ada yang beda di bioskop Mari.Bioskop yang dulunya 21 (Twenty One atau biasa disapa TO) berubah menjadi XXI (dibaca ex-ex-wan). Nah, apa bedanya? Mereka masih sodaraan. Hanya saja kalo XXI, tampilannya lebih lux, elegan dan lebih berkelas. Biayanya pun relatif lebih mahal. 


Desain interiornya lebih memanjakan mata dan satu yang saya suka, kursinya empuk. Heheheheheehe. Enak buat bobo. Karena saya nonton sendiri, jadi meski agak telat datang, masih dapat kursi di tempat-tempat strategis. Padahal yang banyak kosong di bangku depan yang harus mendongak. Tak nyaman harus menonton dalam kondisi seperti itu.


Namun perbaikan belum selesai. Di beberapa tempat masih banyak alat-alat buat perbaikan. Dan lagi toiletnya kekurangan air. Terlalu banyak mungkin yang kebelet saat nonton jadinya pemakaian toilet membludak. Xixixixixi


Yang menyenangkannya lagi adalah saya duduk berdekatan dengan cowok yang sesekali melirik saya. Hahahahahaha. Entah karena dia penasaran dengan saya atau mau mencicipi makanan yang berhasil saya selundupkan masuk ke XXI tanpa diklihat oleh satpam. Semoga februari ada film-film bagus sesuai standarku.

Comments

  1. ENVY...saya belom loh kak ke XXI...

    NB : kalau tahu sendiri kenapa kita tidak nonton bareng ya kak? hehe..

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

jurnalistik siaran, pindah kost-kostan, dan "capek deh!"

Akhirnya, kembali bisa menyempatkan diri sejenak ke Teras Imaji. Sedikit berbagi kisah lagi dengan diri sendiri. Sekedar untuk sebuah kisah klasik untuk Saraswati dan Timur Angin kelak. Aku tak pernah menyangka bahwa aku bisa bertahan sampai saat ini.meski tugas kuliah menumpuk. Keharusan untuk pindah pondokan. Kewajiban lain yang belum terselesaikan.Problem hati yang menyakitkan. Serta kontrak yang tersetujui karena takut kehilangan peluang meski tubuh ini harus sudah berhenti. Siang tadi (15 nov 06) seharian ngedit tugas siaran radioku. Tak enak rasanya pada teman-teman, memberatkan mereka. menyita waktu yang seharusnya untuk hal lain. Tak enak hati pada Pak Anchu, penjaga jurusan. yang tertahan hanya menunggu kami menyelesaikan tugas itu. Dengan modal suara fals nan cempreng toh aku pun akhirnya harus sedikit PD untuk membuat tugas itu. Meski hanya menguasai program office di komputer, toh aku harus memaksakan belajar cool-edit (yang kata teman-teman yang udah bisa merupakan sesuatu...

babel

Sebenarnya tak ada planing untuk menonton film. hanya karena kemarin arya dan kawan-kawan ke TO nonton dan tidak mengajakku. Dan kemudian menceritakan film 300 yang ditontonnya. Terlepas dari itu, sudah lama aku tak pernah ke bioskop. Terkahir mungkin sam kyusran nonton denias 2 november tahun lalu. (waa…lumayan lama). Dan juga sudah lama tak pernah betul-betul jalan sama azmi dan spice yang lain J Sebenarnya banyak halangan yang membuat kaimi hampir tak jadi nonton. Kesal sama k riza, demo yang membuat mobil harus mutar sampe film 300 yang ingin ditonton saudah tidak ada lagi di sepanduk depan mall ratu indah. Nagabonar jadi dua, TMNT, babel, dan blood diamond menjadi pilihan. Agak ragu juga mo nonton yang mana pasalnya selera film kami rata-rata berbeda. Awalnya kami hampir pisah studio. Aku dan echy mo nonton babel atas pertimbangan sudah lama memang pengen nonton. (sebenarnya film ini udah lama aku tunggu, tapi kemudian gaungnya pun di ganti oleh nagabonar dan 300). Serta pem...

idealis vs pragmatis

ruang kuliah fis 3.115 entahlah...seperti berdebat kusir rasanya. tentang rating air mata dengan kreddibiltas wartawan. pengeksplotasian kemiskinan, penjualan airmata untuk memperoleh rating tinggi. yang katanya sebuah perpanjangan mata untuk melihat kemiskinan di sekitar kita. di satu sisi aku melihat, apakah dengan menjual airmata di media kemudian kita baru sadar bahwa ada kemiskinan di sekitar kita. apakah harus melewati media kemudian kita sadar bahwa ada orang yang kelaparan di sebelah rumah kita. media adalah merupakan konstruksi dari realitas yang sebenarnya. ia adalah realitas yang kesekian dari apa yang sesungguhnya terjadi. "media tidak menjual air mata. itu membantu kita mengugah apa yang terjadi. membantu kita memberikan informasi bahwa ada yang seperti itu" aku tidak sepakat. mungkin di sisi lain mereka memang memang membantu. memberikan uang lima sampai sepuluh juta merupakan hal yang besar untuk si miskin. tapi, kemudian apa yang di dapat media? tayang itu saa...