Skip to main content

Absurd

Jarum telah beranjak dari posisi terhimpitnya. Sudah duapuluh menit dia beranjak dari titik itu. Ia kembali mengitari bulat angka dari 1 hingga 12. Adakah kau tahu sebuah lelucon tentangnya? Tentang mengapa jarum jam berputar? Jawabnya karena ia mencari angka 13 yang tak kunjung ia dapati. Hey, mengapa tersenyum kecut? Adakah yang membuatmu sedih di malam selarut ini.

Mengapa kau belum beranjak dari tempatmu? Apakah kau menunggu seseorang? Dia  special? Ada sedikit senyum di wajahmu. Sesaat membuat rona pipimu memerah. Namun, sekedip kemudian senyum itu kembali membentuk garis lurus. Sedikit tertekuk malah. Kamu sedih. Kenapa? Apa dirinya tidak datang?

Dia ada. Aku tahu pasti kapan dia ada. Namun sekejap aku pun tahu kapan ia beranjak Aku selalu ada sebelum dia hadir. Aku selalu menungguinya pamit sebelum aku pamit. Aku selalu ada kapanpun ia butuh. Aku menjadi mata, telinga, dan juga mulut untuknya. Aku menemaninya. Berusaha meluangkan waktu seberapapun sulitnya. Menyisipkan semenit saja buatnya. Aku tak tahu lagi siapa yang yang menjadi ordinat dan subordinat. Aku menanti kapan dia datang. Sekedar lewat bersama angin. Aku bahagia ketika mendengar suaranya. Meski aku sadar ia takkan pernah mau memulai percakapan itu duluan. Kadang aku nakal untuk menyapanya lebih dulu Menegurnya agar ia sekedar menoleh padaku. Sesekali aku berhasil membuatnya larut dalam situasi yang kubuat. Namun tak jarang ia mampu pergi. Serupa asap lurus tiba-tiba acak dan kemudian menghilang. Meninggalkan jejak menganga di hatiku.

Kau menceritakannya padaku. Tak ada ekspresi di wajahmu. Kau seperti membaca teks yang telah kau hapal diluar kepalamu. Hanya matamu yang berbicara. Ada bening yang tak kau tahan jatuhnya sama sekali. Kau memasrahkan dirinya tertarik gravitasi. Sedih itu telah memaksanya bergulir dipipimu. Seperti itukah rasanya di tolak. Aku hanya mampu melihatnya di wajahmu. Wajahmu yang datar namun begitu pahit kupandang.
Kau serupa Cinderella yang tak ingin beranjak dari pesta. Kau telah meninggalkan sepatu kacamu, namun kamu tak yakin apakah pangeran akan datang mencocokkan sepatu itu di kaki. Kau tetap ingin di pesta itu. Tetap melihatnya. Berusaha berada di dekatnya dalam radius yang paling dekat. Mungkin kau berharap menjadi baju perisainya, menjadi makhkota di kepalanya, berharap menjadi pedang yang selalu ditentengnya.  Kamu cemburu pada barang-barang yang hanya menjadi pelengkap untuknya. Karena mereka berada begitu dekat dengan pangeran. Sesekali mungkin kamu ingin dikutuk menjadi barang-barnag tak penting itu.
Sekali waktu ketika kamu merasa ia begitu membutuhkanmu kamu memberikan segalanya. Memanjakannya dalam sebuah zona paling nyaman. Itu menjadi kartu truf untukmu. Ketika kamu ingin dia membutuhkan sekali lagi kamu menggunakan kartu itu. Terlalu sering mungkin. Karena kau telah adiktif kepadanya. Membuatmu tidak tampak elegan lagi. Membuatmu tak begitu special. Membuatmu sangat biasa.

Kartu itu menjadi boomerang yang akan menyakitimu. Karena ia tidaklah seadiktif dirimu. Ia mampu merehabilitasi dirinya sendiri. Ia mampu menyembuhkan diri. Sedangkan dirimu, kau hanyalah pencinta yang menjadi gila dan melemah. Hatimu merayapimu dari dalam. Mengrogoti semuaalat vitalmu dalam senyap, sepi, dan sempurna. Dari jauh kamu tampak baik-baik saja. Tak ada yang rusak. Namun ketika aku harus melihatmu lebih dekat, aku menaruh kasihan padamu. Hatimu merapuh dan kau sama sekali tak bisa menyembuhkan diri.

Aku tak tahu hendak kemana dengan hati ini. Jika mungkin aku hanya mencintainya dalam imajinasiku aku mungkin tak apa-apa. Mungkin jika ia tak perlu tahu akan kehadiranku, aku mungkin baik-baik saja. Mungkin jika ia tak tahu bahwa aku adalah sebentuk makhluk yang eksis di semesta ini, aku takkan sesakit ini. Namun, ia mengetahui bahwa ada makhluk seperti diriku yang menjejak di atas bumi ini. Ia menyapaku, sesaat membuatku terlena akan sebuah bahagia yang kutahu absurditasnya sangat jelas. Ia bahkan ikut menepuk saat aku menepuk cinta. Namun, selanjutnya ia pergi. Sekenanya. Mungkin ada saat dia datang lagi berkunjung. Tapi aku hanyalah seperti  peramal dalam tenda sirkus yang merindukan seseorang datang untuk dibaca garis tangannya. Aku selalu ada di tenda itu, sedangkan orang-orang itu mungkin tak lagi ingin berkunjung karena ramalan adalah sesuatu yang tak pasti. Seperti tak pastinya rasa ini.

Kamu masih dengan wajah datarmu. Apa sesakit itu jika lonceng cinta telah di bunyikan bersama namun salah satunya berusaha mendiamkannya. Aku pernah memahami bahwa mencintai bayangan saja lebih menyakitkan. Menjadi pengagum rahasia tanpa pernah diketahui adanya sesuatu yang lebih menyesakkan daripada dia tahu engkau ada. Namun, disini kamu memberiku pandangan bahwa ditinggalkan lebih menyakitkan dari sekedar menjadi pengagum rahasia. Jika boleh menerima kutukan lagi, mungkin kamu ingin memilih menjadi pengagum rahasia saja. Tanpa perlu ia mengetahui bentuk dan aroma tubuhmu. Tanpa perlu banyak  tawa dan percakapan yang kau lalui.
by google

Jarum jam telah menyelesaikan berkeliling dari angka 1 hingga 12. Ia tetap saja belum menemukan angka 13. Seperti itukah dirimu. Mencari sebentuk cinta dan jawaban yang kau tahu takkan kau temukan jawabnya hingga jarum-jarum jam itu menemukan angka 13. Tapi kamu tetap berusaha membohongi dirimu. Mempercayai bahwa ia ada. Setidaknya membuatmu mampu bertahan. Ia seperti penawar sekaligus racun buatmu.

Kau belum beranjak. Matamu tak lagi berkaca. Titik bening itu mongering dengan sendirinya. Tanpa ada jemari yang mengusapnya. Meninggalkan sisa yang sedikit liat dipipimu. Aku menciummu.Mengucapkan selamat malam. Namun kamu tak bergeming. Aku meninggalkan sebuah pisau lipat di tanganmu. Pisau lipat Swiss Army. Berguna untuk segala situasi. Aku menawarkanmu sebuah jalan pintas untuk mati tanpa harus menderita. Sebuah penawar yang juga seperti racun. Tapi yakinlah sakitnya tak begitu lama. Setidaknya ketika kamu mati, alat keren itu yang mencabut nyawamu.

Selamat tidur, aku dan kamu
16 November 2010, tidak tahu jam berapa, tengah malam

Comments

  1. suka ka tulisan ini dwi

    ReplyDelete
  2. thanks ema. saya juga suka. apalagi endingnya pake pisau lipat swiss army.hihihihihi

    ReplyDelete
  3. hahaha...saya suka yang tajam tajam

    ReplyDelete
  4. kerreeen.... aku suka... :)

    ReplyDelete
  5. @ Ula : thanks sudah suka. Tipe masokis tokohnya. :D

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Indecent Proposal

sumber foto : tvtropes.org Seorang bilyuner menawariku one billion dollar untuk one night stand dengannya. Aku bingung. Aku dan suami sedang tidak punya uang dan satu juta dollar begitu banyak. Mampu membiaya hidup kami. Disisi lain aku  mencintai suamiku, rasa-rasanya ini tidaklah patut. Tapi kami benar-benar tidak punya uang. Aku ingin melakukannya untuk suamiku. Aku mencintaiku dan tidak ingin melihatnya terlilit utang. Kami memutuskan mengambil tawaran itu. This is just sex bukan cinta. Ini hanya tubuhku. Aku dan suami memutuskan setelah semalam itu, kami tidak akan mengungkitnya lagi. Setelah malam itu. Kami berusaha menebus  properti kami yang jatuh tempo. Sayangnya, bank telah menyita dan melelangnya. Seorang pengusaha telah membelinya. Kami putus asa. Suamiku tiba-tiba berubah. malam itu, Ia mempertanyakan apa yang saya dan bilyuner itu lakukan. Padahal kami sepakat untuk tidak mengungkitnya. Saya menolak menjawab pertanyaannya. Saya tidak ingin lagi menginga...

Sengsara Membawa Nikmat

  Judul : Sengsara Membawa Nikmat Penulis : Tulis Sutan Sati Penerbit : Balai Pustaka Midun, lelaki muda baik budinya halus pekertinya disukai warga sekampung. Namun, hal ini menciptakan kebencian Kacak, kemanakan Tuanku Laras, kepada Midun. Segala cara dilakukan Kacak untuk menjebak Midun. Hingga akhirnya ia menyewa pembunuh untuk menghabisi nyawa Midun. Untungnya, Midun masih mampu menghindar dari tikaman pisau. Namun perkelahian itu menjebloskan Midun ke penjara. Membuatnya terpisah dari keluarganya. Penderitaan tak berhenti di situ, di penjara pun Midun menerima siksaan. Hingga masa ia bebas, ia memilih tak pulang ke Bukit Tinggi. Ia memilih mengadu nasib ke Betawi mengantar Halimah, perempuan yang ditolongnya pulang ke Bogor. Di tanah Jawa inilah lika liku hidup membawanya menjadi asisten demang dan pulang ke tanah Padang.  Judul buku ini cukup mencerminkan cerita lengkap sang tokoh utama. Kemalangan silih berganti menimpa sang tokoh utama. Namun berpegang pada keyakinan ...

Misteri Sepatu Menggantung di Kabel Listrik

Sumber : Athens News Sepasang sepatu menggantung lunglai di tiang listrik. kabel listrik tempatnya bergantung kokoh tak ingin melepaskan sepatu itu menghujam bumi. Pertama kali tiba di Athens, saya cukup heran dengan sepatu-sepatu yang tergantung di kabel-kabel listrik itu. Kutanya ke seorang teman bule tapi ia tak memberi jawaban yang memuaskan. Kupikir sepatu-sepatu itu dilempar begitu saja karena sudah dirusak atau tidak dipakai. Atau asumsiku yang lain adalah sepatu itu milih olahragawan yang berhenti dari profesi dan memilh menggantung sepatu. seperti pemain sepakbola. Tapi sepertinya asumsi olahragawan itu tidak benar, karena sepatu-sepatu yang menggantung di tiang listrik cukup mudah ditemukan. Jalan-jalanlah di seputaran Athens dan kau akan mendapati sepatu-sepatu menggantung di tiang listrik.  Uniknya sepatu yang digantung itu hanyalah sepatu-sepatu kets. Fenomena ini disebut Shoefiti dan terjadi diberbagai tempat di Amerika. Nyatanya bukan hanya saya saja yang pen...