Skip to main content

Surat Cinta Untukmu


Aku ingin menulis surat cinta untukmu. Untuk kamu. Hanya kamu. Aku akan memulai pada kata apa kabar? Apakah baik baik-baik saja? Aku mungkin jarang melakukan ritual berdoa, tapi bukankah kata adalah doa. Tiap aku memikirkanmu aku selalu berharap agar kau baik-baik saja. Sekelilingmu menjagamu. Memastikan kau tetap aman, nyaman dan tercukupi. Aku selalu berharap agar bahagia menyelubungi tiap lakumu mengepak detik dalam waktu.

Selain memikirkan akan sosokmu, kutitipkan juga satu point egoku di dalamnya. Aku selalu membayangkan kau merindukanmu. Ya, aku berharap dan berdoa kau merindukanmu. Karena aku disini membungkus hariku dengan ikatan rindu buatmu. Rindu seperti belenggu untukku. Iamenyesakkan napasku. Namun ketika ia tidak membelitku, aku seperti kehilangan sebuah rasa yang menyenangkan.

Bagaimana harimu? Aku tak tahu lagi kabar terbarumu. Kita telah lama tak berjumpa. Tak bertukar kabar. Tak saling menyapa. Jarak telah memisahkan kita. Waktu dalam definisiku tentangmu telah berhenti di sana. Di saat kita saling berucap selamat tinggal. Aku pergi dan  kau pun melangkah  jauh.

Aku hanya punya kenangan tentangmu. Tak ada hal baru yang mampu aku pirsakan lagi. Kau adalah sejak aku mengenalmu hingga terakhir aku melihatmu. Segala gerak yang berada disekitarmu tak lagi masuk dalam file otakku. Karena kita telah berbeda orbit. Yang aku punya hanyalah kenangan tentangmu. Dan aku hanya punya  lapis-lapis memori itu untuk kembali mengingatmu. Aku yakin semua telah berubah. Meskipun aku ataupun dirimu menyangkal tak ada yang berubah. Tapi bukankah perubahan adalah sesuatu yang telah dipastikan. Ia adalah satu-satunya yang tak pernah berubah. Kita telah mendiskusikan ini dulu.

Kemudian apa yang ingin aku cerita di surat ini? Tentangku? Kau pasti ingin tahu tentangku. Aku akan menceritakanmu dalam bentuk pengandaian. Semestaku berjalan seperti biasa. Bumi bergerak dengan kecepatan konstannya. Aku pun demikian. Kadang tersadar sesaat untuk sedikit bergerak lebih cepat atau lebih lambat. Atau menyimpang dari keseharusan. Tapi bisa kau bayangkan jika bumi bergerak menyimpang dari kecepatan konstannya. Para makhluk yang berdiam di permukaannya akan pusing. Muntah dan mabuk kendaraan bumi. Tiba-tiba ngerem, tiba-tiba bergerak laju. Akan terjadi Chaos di semesta. Tak hanya bumi dan segala yang melekat secara magnetis di tubuhnya tapi juga pada tata surya dan galaksi bima sakti.
Tampak begitu menyeramkan bukan? Aku mencoba bermeditasi menjadi Bumi. Mencintai langit, Bulan, dan bintang. Bergerak pada keharusan yang telah ditetapkan. 

Semalam aku membaca ulasan tentang Ilmuwan Stephen Hawking. Si jenius yang berkursi roda dan tak mampu bicara itu. Buku terbarunya berjudul “Grand Desain”. Tunggu, biar aku buka kembali tentang tulisan itu. Agar aku tak salah memberi informasi akannya. Cukup kontroversi karena Hawking menyimpulkan bahwa penciptaan semesta tidak memerlukan intervensi sesuatu yang supernatural atau Tuhan Semesta yang banyak ini muncul secara alamiah dari hukum fisika(Tempo 7 November, hal 60).

Aku bukanlah penganut agama yang taat, namun aku masih percaya bahwa Tuhan adalah sesuatu zat yangmenjadikan alam semesta ini. Aku sepakat dengan Einstein yang mengatakan Tuhan tak bermain dadu dalam penciptaannya. Tapi aku pun tak memiliki kecerdasan sehebat Hawking. Pemikirannya telah melompat begitu jauh. Ia telah melakukan quantum Leap. Susuatu yang tak bisa dilakukan oleh otakku yang pas-pasan. Ketika menarik Tuhan sebagai konklusi jawaban dari  pertanyaan-pertanyaan yang ada, maka manusia tidak lagi kritis. Biarlah Hawking yang bertugas mencari jawaban akan pertanyaan-pertanyaan itu. Aku cukup setuju pada akhir tulisan tentang Hawking itu, Ada banyak posisi dalam menanggapiperkembangan sains (fisika, biologi) dan posisi hawking adalah salah satunya.  Barangkali tepat  belaka pandangan keith Ward dalam God,Chance, and Necessity (1996) bahwa ini adalah perkara interpretasi. Dan Hawking memilih interpretasi materialistic (Tempo 7 November, hal 60).

Ah,biarlah semua itu dipikirkan oleh para ilmuwan. Aku tak perlu menambah beban pikiranku akan itu. Kapasitas otakku terlalu sedikit untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan rumit tersebut. Btw, sampai dimanakah kita? Oh iya, tentang diriku. Seperti biasa akan kujawab dengan singkat dan jelas “baik-baik saja. Hanya sedikit melankolis”. Ya, sifat ini tak pernah bisa lepas dariku. Kau sangat memahami itu.

Apalagi yang ingin aku tulis di sini? Hmmm….sepertinya tak ada lagi. Sejatinya ini adalah surat cinta untukmu. Tapi aku tak pernah tahu bagaiman menulis surat cinta itu. Waktu SMP dulu aku hanya sering menerima surat cinta. Tak pernah mengirim kepada orang lain. Isinya pun hanya seputar pertanyaan ‘Apakah aku bersedia menjadi pacar dari sang pengirim surat cinta”. Tapi tidak setransparan itu bahasanya. Mendayu-dayu. Mengutip syair lagu romantic. Memuji setinggi langit. Hahahaha. Aku masih menyimpan satu surat cinta. Kelak jika kita bertemu, aku akan memperlihatkannya padamu.

Aku merindukan masa di mana cinta dikatakan lewat surat. Dititipkan diam-diam di dalam halaman buku atau pada teman dekat. Dituliskan pada kertas bermotif bunga berwarna merah.  Sampulnya pun berwarna merah. Baunya wangi karena disemprot parfum. Tapi yang paling aku tunggu adalah sensasi degup jantung yang begitu cepat saat membaca kalimat-kalimatnya. Apalagi jika surat itu datang dari seseorang yang diam-diam juga aku sukai. Membaca hingga akhir kalimat rasanya tidak cukup. Ingin membacanya lagi,lagi, dan lagi. Wow!!!!!!

Hei, apakah kau pernah menulis surat cinta untuk seseorang? Sesekali menulis suratlah untukku. Tak perlu surat cinta. Aku hanya ingin membaca tulisanmu tentangku. Bolehkah ini aku anggap doa?
Hmmm…kembali pada esensi tulisan yang kusebut surat cinta ini. Ini hanyalah pengistilahan olehku. Agar terkesan sangat indah untukmu. Kamu boleh tak bersepakat. Mungkin karena kau tak menemukan umbaran kata-kata selangit untukmu. Tapi sesungguhnya ini adalah bahasa cintaku untukmu.

Baiklah jika menginginkannya, aku menuliskannya di kalimat ini saja ya. “Aku merindukanmu. Apakah kau merindukanku?”. Semoga kalimat itu sudah cukup sebagai penanda bahwa ini adalah surat cinta.
Sejatinya surat ini haruslah aku kirim lewat pos. Ke alamat rumahmu. Agak susah menitipkannya lewat selipan halaman buku. Karena kita sama-sama tahu bahwa itu mustahil. Semustahil jika aku menitipnya lewat teman dekat.

Tapi dunia telah berubah. Dunia adalah komunikasi digital. Kita hidup di internet. Mengambil sebuah akun yang menjadi alamat rumah. Hanya itu modal alamat yang aku tahu. Tak akan lagi ada sensasi deg-deg-an saat melepas lem perekat sampulnya dengan penuh perasaan. Tak ada lagi rasa penasaran yang membuncah dan meletup begitu hebat. Tapi setidaknya aku tak berbahasa sesingkat SMS atau tweet yang dibatasi karakter dan pulsa. Aku menulis banyak paragraf untukmu. Tiga halaman spasi satu dengan jumlah kalimat lebih dari seribu.

Sejatinya surat ini pun takkan aku kirimkan ke email siapapun. Karena ini hanya untukmu. Aku akan mempostnya di halaman  “rumahku” di blog terasimaji. Jika kau singgah artinya surat itu adalah untukmu. Aku sangat  senang jika kamu membacanya. Apalagi jika kamu menyempatkan diri membalasnya. Seperti penutup surat yang biasa aku temui. Kali ini aku ingin menutupnya dengan kalimat , empat kali empat enam belas. Sempat tak sempat harus dibalas.(Aku tetap “memaksamu’ untuk membalasnya;). Sudahlah, aku akhiri saja. Waktu telah bergerak begitu jauh dan aku masih sibuk memikirkanmu. Aku menunggu suratmu untukku.

Penuh Cinta
 Dwi

Comments

  1. Anonymous5/02/2011

    aku menemukannya saat bersih2 rumah, sesuatu yg aku cari dengan susah payah saat itu, sesuatu yg sangat sederhana,tetapi cukup menginspirasi perjalanan kita. Biarkan aku mengirimnya untukmu, tapi ke mana harus kukirim? dia berwujud dan tak bisa kukirim lewat pesan2 digital belaka, biarkan tukang pos bekerja kali ini.... aku menunggu....

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Alas Kaki Nyaman, Hati Senang

  sumber foto : Facebook Be.Bob Kata seorang teman memilih alas kaki   sama seperti memilih pasangan hidup,   harus cari yang nyaman. Alas kaki nyaman buat saya adalah sandal jepit, tapi tidak semua kondisi pas dengan sandal jepit.. Saat kuliah saya pun dituntut memakai sepatu. Berhubungan karena ngekost maka alas kaki hendaknya memiliki syarat murah, kuat, dan tahan lama serta pas untuk model casual , feminine , atau sporty . Pilihan saya jatuh pada flat shoes . Karena kostku lumayan dekat dengan kampus, saya cukup jalan kaki. Sepatu yang saya kenakan harus bercumbu dengan berdebu dan beladus karena sinar matahari. Paling menyedihkan ketika musim hujan dan air menggenang, saya mengakalinya dengan jalan kaki menggunakan sandal jepit dan memakai sepatu saat tiba di kampus. Tak jarang saya harus menanggung malu karena persoalan alas kaki.  Pernah sekali saya diusir saat mengenakan sepatu sandal di perkuliahan yang dosennya mengharuskan menggunakan...

Asyiknya Berkirim Kartu Pos

Kartu pos untuk teman-teman di Indonesia. Beberapa minggu ini saya lagi senang-senangnya berkirim kartu pos. Membeli kartu pos di court street. Menuliskan nama dan alamat yang akan dikirimkan. Menuliskan pesan yang akan disampaikan. Dan membawanya ke kantor pos dan memposkannya. Prosesnya itu begitu menyenangkan buatku. Terlebih lagi ketika orang yang saya kirimi kartu pos mengabarkan kalo kartu posnya sudah sampai, rasanya seperti mission completed deh. Selain mengirimkan kartu pos ke teman-teman di Indonesia, saya juga bergabung di Postcrossing . Sebuah web yang menyatukan para penggemar kartu pos seluruh dunia. Saya menemukan web Postcrossing ini tak sengaja ketika sedang mencari informasi berapa harga prangko untuk kartu pos luar negeri. Caranya gampang, daftar di webnya, kemudian kamu akan menerima 5 alamat yang harus kamu kirimi kartu pos. Saat pertama join kamu harus mengirim kartu pos. Ketika kartu pos itu diterima, maka alamat kamu akan disugesti untuk dikirimi kartu po...

Ketika Salju Kembali Turun

Salju kembali turun. Saya senang jika salju turun. Itu berarti saya bisa main-main salju lagi. Setiap kali salju maka ribuan khayalan yang ingin saya lakukan di benakku. Dulu saya belum sempat membuat boneka salju. Frosty selalu menjadi mainan yang asyik ketika musim salju seperti yang saya lihat di televisi. Dan kemudian saya ingin membuat Snow Angel. Berbaring di salju dan kemudian menggerak-gerakkan kaki dan tangan sehingga membuat saljunya membentuk malaikat lengkap dengan sayap. Snow Bird bikinanku Karenanya ketika salju kembali turun saya tidak lagi berniat narsis dengan foto-foto biasa di tengah salju. Saya mau buat Snowman dan membuat cetakan snow angel. Kali ini kaos tangan khusus salju menjadi senjata lengkap. Saya tidak ingin membuat tangan saya beku sebelum membuat boneka salju. Atau at least menyerupai boneka salju. Sebelum ke Athens, Ema sempat memberiku syal rajutannya. Kujanjikan padanya akan kukalungkan manusia salju yang kelak saya buat. Dan akhirnya saya memenu...