Skip to main content

Terseret Hunger Games

sumber : www.imdb.com
Boleh dibilang saya agak telat kena demam Hunger Games. Saya belum membaca bukunya yang kabarnya masuk dalam jajaran best seller luar negeri. Ketika filmnya keluar, saya tidak antusias untuk menontonnya. Beberapa hal yang membuat saya tidak terlalu tertarik pada Hunger Games ini pertama ceritanya yang terlalu adventure. Saya tipe pembaca serial romance dan berkaitan dunia sihir. Tak heran saya tertearik pada Harry Potter, Twilight, dan serial buku karya Rick Riordan. Kedua, saya tidak begitu memperhatikan rekomendasi yang menulis tentang buku ini. Saya termasuk tipe pembaca yang tidak berpatokan pada review. Bagi saya, buku dan saya saling menemukan. Meski kadang saya berujung pada kekecewaan. Tapi bagi saya disitulah letak seni membaca.

Selanjutnya, saya kurang tertarik pada sinopsis yang dituliskan di buku Hunger Games. Ya, seperti saya bilang tadi saya tipe orang yang lebih menitiberatkan pada serial romantis. Pandangan awal saya, Hunger Games terlalu "cruel" dengan harus mematikan banyak orang. Saya tidak menyukai buku yang banyak membunuh orang-orang yang tidak jelas baik atau buruk. Bagi saya baik buruk dalam sebuah cerita perlu ditunjukkan secara jelas.

Nah, kenapa tiba-tiba saya tertarik menonton film ini? Anyway, daftar film Disney di Netflix hampir semuanya sudah saya nonton. Iseng-iseng saya membaca review tentang sang aktris Jennifer Lawrence yang berperan sebagai Katnis Everdeen dalam film Silver Lining Playbook (SLP). Sang pereview jatuh cinta pada akting Jennifer. Hal ini membuat saya ingin menonton film Hunger Games sebelum menonton film SLP.

Cerita berawal ketika sebuah reality show bernama The Hunger Games memilih para volunteer pria dan wanita dari 12 ditrik yang berbeda. Tak seperti sebuah reality show di tivi-tivi yang gemerlap dan menampilkan sebuah kenyamanan, The Hunger Games adalah sebuah reality show dimana para pesertanya harus bertahan hidup dengan membunuh satu sama lain. Tak hanya mereka yang harus saling membunuh, halangan dan rintangan serupa lontaran api dan serigala yang disetting penyelnggara menjadikan The Hunger Games ini semacam eksekusi pancung bagi yang terpilih.

Katnis Everdeen menjadi volunter menggantikan adiknya yang terpilih. Bersama dengan Peeta Mellark, pria yang pernah memberikannya roti saat ia kelaparan mereka menuju ke Capitol. Capitol adalah pusat kota dimana teknologi dan modernitas menjadi penanda kemajuan. Orang-orang kaya yang memiliki makanan berlebih dan berdandan berlebihan. Sangat beda jauh dengan distrik-distrik setempat yang kumuh, miskin, dan kekurangan makanan.

The Hunger Games adalah tontonan yang sangat menghibur orang-orang kaya tersebut. Mereka bersorak dan mendukung tim-tim pilihannya. Tapi bagi Kanish, Hunger Games adalah sebuah medan peperangan. Membunuh atau dibunuh. Para peserta dilatih terlebih dahulu sebelum ditempatkan di hutan dan saling memburu. Tempat pelatihan adalah tempat dimana mereka saling mengenal satu sama lain. Menikmati fasilitas dan kemudian dipoles sedemikian rupa untuk membuat para penonton menyukai mereka.

Film ini terbilang cukup sadis menurutku. Mereka harus bertahan hidup dan sedapat mungkin tidak boleh mati. Membunuh para peserta yang lain untuk memenangkan permainan. Awalnya Katnis tidak ingin membunuh, ia memilih menjauh dan bertahan hidup. Tapi penyelenggara acara tak ingin mendapatkan tontonan yang membosankan. Mereka mensetting kebakaran hutan dan melontar bola-bola api untuk membunuh Katnis. Hingga akhirnya ia terluka. Kemudian ia pun diburu oleh peserta lain. Di sisi lain, ia dibantu oleh peserta terkecil dari acara tersebut. Namun sayang, sang anak kecil itu harus terbunuh. Di akhir film, peserta yang tersisa hanyalah Katnis dan Peeta. Penyelenggara yang menginginkan hanya ada satu pemenang, tapi Katnis lebih memilih untuk memakan buah berry beracun bersama Peeta. Sehingga tak ada pemenang sama sekali.

sumber : wikipidia.org

Cinta selalu menjadi bumbu wajib dalam film atau buku. Nah, di Hunger Games ini Katnis jatuh cinta pada Peeta. Kisah cinta ini sedikit agak membebani khususnya buat saya, karena di scene-scene awal Katnis memiliki teman pria yang cukup dekat. Sepertinya rumitnya jalan cinta ini akan makin jelas di serial berikutnya.

Film The Hunger Games ini diangkat dari buku best seller berjudul sama dari Suzzane Collins. The Hunger Games adalah buku pertama dari tiga buku yang telah terbit dan menjadi best seller di dunia. Saya sempat melihat ketiga serinya terpasang di rak toko di bandara Colombus. Sayangnya saat itu saya belum kepincut untuk membaca serialnya. Kalo sudah kepincut saya yakin saya akan berfoto dengan latar belakang buku-buku itu. Hehehe

Setelah menonton film ini, saya pun tertarik untuk membaca trilogy buku ini. Filmnya cukup seru meski sedikit sadis. Sepertinya saya harus kembali menekuni novel berbahasa Inggris yang ada di perpustakaan. (*)

Comments

  1. Harus baca bukunya Dwi.. Baguuusss banget. Apalagi buku ke-2. Favoritku banget tuh. Aku dulu dengerin audiobooknya ga berenti2.. ^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. lumayan telat sih bacanya. Tapi mending telat daripada tidak baca sama sekali. hahahahahaaha

      Delete
  2. Sudah baca sampe buku ketiga nggak? Baru beberapa hari yg lalu Mockingjay tergeletak nggak terurus. Bahkan beberapa halaman terakhir ngga aku baca. Sungguh, rasanya kecewa banget :< Cuma Hunger Games yg bagus.

    Salam kenal ya :) ditunggu kunjungan baliknya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. waaahhhh...aku sudah bikin expektasi di kepalaku. biarlah saya menemukan sendiri kekurangannya :D

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan ...

Inferno

Judul : Inferno Pengarang : Dan Brown Penerbit : Bentang  Robert Langdon terbangun di sebuah rumah sakit di Florence, Italia dan tidak mengingat apapun. Yang ia ingat hanyalah ia melangkah pulang menuju rumah sesaat setelah mengisi kuliah di Harvard university, Boston. Saat ia terbangun ditemuinya fakta bahwa seseorang menginginkan ia mati. Ia berusaha melarikan diri dari pembunuhnya bersama seorang dokter perempuan dari rumah sakit tempat ia dirawat. Beberapa hal janggal ia temukan. Mimpinya tentang perempuan berambut perak diantara kubangan mayat, igauannya bernama "very sorry", serta sebuah chip yang disembunyikan secara jeli di jaket kesayangannya yang mengarahkannya menyelami Inferno karya Dante, memecahkan petunjuk-petunjuk dari berbagai benda-benda bersejarah, hingga mengantarnya menuju Venice dan Istanbul. Memecahkan sebuah teka teki yang ditinggalkan oleh seorang ilmuan eksentrik yang mengancam populasi manusia. Sanggupkah Langdon mencegahnya disaat yang tepat?  Infe...

Norwegian Wood

Cukup melelahkan membaca Norwegian Wood karya Haruki Murakami. Buku yang telah kulihat wujudnya sejak tahun 2004 baru aku baca di tahun 2013. Saya tidak terlalu akrab dengan karya-karya Haruki Murakami. Buku Norwegian Wood ini adalah karyanya yang pertama saya baca.  Mengapa saya berkata buku ini cukup melelahkan? Karena buku ini bercerita tentang kematian dan sangkut pautnya dengan orang-orang yang ditinggalkan. Bukan kematian yang disebabkan sakit atau tua. Tapi kematian orang-orang muda yang memilih bunuh diri.  Bersetting tahun 1970an di Jepang, sang tokoh utama, Watanabe menceritakan kembali kisahnya. Ia bertemu kembali kekasih almarhum temannya yang memilih mati bunuh diri di usia 17 tahun. Sekalipun tidak akrab mereka selalu bersama. Berkeliling mengitari Tokyo tanpa tujuan. Hingga sang perempuan, Naoko masuk panti rehabilitasi gangguan jiwa. Ia lantas bertemu Midori, perempuan nyentrik yang selalu berkata seenak dia. Perempuan yang selalu jujur mengatakan apapun yang i...