Skip to main content

Makan Malam Bersama Keluarga Kurdistan

Seumur-umur hidup di Athens, Ohio, saya belum pernah diundang khusus secara pribadi oleh teman yang boleh dibilang teman saya. Bukan teman suami saya. Makanya ketika diundang oleh teman sekelas ke acara makan malam di rumahnya saya menyambut dengan senang hati. Meskipun masih capek dari acara international Women's Day, tak urung saya tetap bersemangat datang. Gawlagsyan, kawan yang mengundang saya tersebut adalah ibu dua anak yang tinggal bersebelahan apartemen dengan saya. Kami sekelas dan sering sama-sama pulang sehabis belajar. Kami suka ngobrol tentang cuaca, budaya dan negara kami, bahkan mengomentari bule-bule yang masih bisa memakai celana pendek sementara kami menggigil kedinginan.
Ara dan Renwa

Undangannya cukup dadakan. Dia mengirimiku pesan di fesbuk pukul 6 sore untuk makan malam di rumahnya pukul 9 malam. Awalnya saya hendak menolak, tapi saya pikir ada baiknya berkumpul dengan teman beda negara (tanpa suami). Hitung-hitung me time tapi tetap dengan Ara. Tradisi makan malam di Amerika adalah membawa sesuatu untuk tuan rumah. Saya tidak punya ide hendak memasak apa, untungnya di kulkas ada buah kaleng dan melon serta sirup. Maka kubuatlah es buah dengan bahan seadanya.

Keluarga Gawlagsyan adalah keluarga muslim. Jadi, saya tidak perlu khawatir terhadap makanan yang dibuatnya. Lagian dia mengundang satu keluarga Amerika, teman suaminya, yang vegetarian. Kami dihidangkan makanan Kurdistan. Nasi lemak dengan potongan kentang goreng dan ayam goreng dadu. Sup daging dan kacang polong. Roti. Serta sup kari ayam dan salad. Baru kali ini saya memakan makanan Kurdistan dan rasanya enak. Yummm!!!!

Selain saya dan sepasang keluarga Amerika, juga diundang dua orang kawannya sesama Kurdistan. Saya mengenal baik salah satunya, karena ia adalah salah satu pengajar saya di semester lalu. Kami ngobrol banyak hal. Paling menarik tentang cerita pengalaman pasangan Amerika itu menjadi vegetarian. Dia pun menceritakan bahwa makan halal di pasar halal pun kadang diragukan kehalalannya. Sebabnya adalah beberapa pertanian kadang memberi makan ternaknya dengan babi.
Gambar dan kerajinan dari Ramin

Ara memilih bermain dengan Ramin dan Renwa. Dua anak laki-laki yang lucu dan tampan. Ramin belajar di TK dan bahasa Inggrisnya sudah setara anak bule. Ara sedikit agak bosan dan mengantuk meski sesekali dia masih bisa bermain dengan Renwa. Mereka berbagi permen dan Renwa memberikannya gambar yang lucu.

Menyenangkan rasanya berkumpul dan bercerita dengan teman meskipun beda negara dan budaya.(*)

Comments

  1. Iya yah, kebiasaan disana kalo diundang kudu bawa buah tangan yah.. :D Coba kalo di indo juga yah, kan lumayan gak harus masak banyak2..#ehhh..

    ReplyDelete
    Replies
    1. lumayan juga sih buat saya, irit bahan makanan di rumah.hehehehee

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dapat Kiriman Moneygram

Ini adalah pengalaman pertama saya mendapatkan kiriman uang dari luar negeri. Sedikit norak dan kampungan sih. Tapi tak ada salahnya membaginya di sini. Setelah saya googling di internet kurang yang mau berbagi pengalaman tentang transferan luar negerinya. Nah, karena Kak Yusran yang bersekolah di Amerika berniat mengirimi saya uang buat tiket ke Bau-Bau, maka dia akhirnya mengirimkan uang. Dalam bentuk dollar lewat jasa layanan Moneygram yang banyak tersedia di supermarket di Amerika. Moneygram sama seperti Western Union. Tapi Western Union lebih merakyat. Mereka bekerja sama dengan kantor Pegadaian dan kantor pos. Sehingga di kampungku pun ada fasilitas Western Union (tapi saya belum tahu berfungsi atau tidak). Moneygram sendiri setahu saya hanya bekerja sama dengan beberapa bank. Saya belum pernah tahu kalo Moneygram juga sudah bekerja sama dengan kantor pos, meskipun informasi dari teman-teman di twitter mengatakan demikian. Jasa layanan pengiriman uang macam Moneygram dan Western

June, I Wont Remember

Ada yang ironi membaca judul yang kubuat di atas. Mengapa? Karena dua tahun lalu saya mengumpulkan cerpen-cerpen dan prosaku dalam satu buku yang kuberi judul "June, I Remember".  June, you come. As usual. Once in a year. Setia seperti matahari pagi yang terbit. Sayangnya, Juni kali ini tidak begitu kunantikan. Ada satu, dua dan beberapa alasan kenapa saya tidak begitu senang dengan Juni. Ini hanyalah pendapat pribadi dan hanyalah pada tahun ini.  Kenangan dan ingatan akan bulan juni di masa silam terlalu romantis di kepalaku. Membulat dalam ruang kosong hampa dan beterbangan di sana. Kemudian Juni tahun ini seperti chaos yang meluluhlantakkan  ruang kosong itu. Angan membuyar, debu kenangan mengabut. Namun, sekalipun demikian kenangan-kenangan itu melekat samar di benakku. Karenanya Juni tahun ini datang membawa hawa tak menyenangkan. Saya perlu berlari. Chaos pastinya tak mampu terelakkan namun pergi adalah langkah paling kongkret untuk meminimalisir kesakitan. Maka, Juni,

Kartu pos Bergambar Usang

 Setelah vakum 3 tahun lebih, saya akhirnya kembali mengaktifkan kembali akun Postcrossing. Setelah memastikan   alamat rumah gampang ditemukan oleh pak pos dan pengantar barang, maka saya yakin untuk kembali melakukan aktivitas berkirim kartu pos ke berbagai penjuru dunia dan berharap kartu pos-kartu pos dari berbagai penjuru dunia mendatangi rumahku. Rumah pertama yang harus saya kirimi kartu pos beralamat di Jerman. Saya pun memutuskan untuk mencari kartu pos. Tempat yang paling pasti menyediakan kartu pos adalah di kantor pos dan toko buku. Saya memilih membeli di toko buku saja. Mutar-mutar di Gramedia dan bertanya ke karyawannya dimana bagian kartu pos,sejenak sang karyawan tertegun, kemudian balik bertanya “postcard?”. Next time, saya harus bertanya postcard alih-alih kartu pos. Ia kemudian mengantarku ke satu rak putar yang berada di sudut toko.  Di rak itu bertengger kartu pos-kartu pos berwarna putih, bergambar alam Indonesia, dengan signature khas Indone