Skip to main content

Lansia di Mal

Saya selalu bertemu orang-orang lansia di Mal atau Walmart di Ohio. Mereka tidak datang ke mal atau supermarket untuk jalan-jalan dan melepas penat, tapi mereka bekerja. Kemarin saya berkunjung ke Easton Mall, Colombus. Malnya cukup sepi jika dibandingkan dengan Mall Panakukang. Bangunannya sangat luas. Bisa dipakai untuk menurunkan berat badan. Tapi malnya tidak bertingkat-tingkat seperti di Indonesia. Paling tinggi hanya dua lantai. Itupun hanya bangun untuk toko-toko tertentu.

Dimana-mana mall selalu dipenuhi toko-toko yang memajang baju dan aksesoris. Tapi saran saya tak usah berbelanja baju di mall. Harganya cukup mahal jika dikalikan ke rupiah. Padahal kalo beli di Indonesia harganya relatif murah dan modelnya relatif sama. Kecuali kalo kamu lebih suka memakai merek baju daripada baju itu sendiri. Tapi kalo buat saya, harga barang-barang di Indonesia jauh lebih murah dengan kualitas yang sama bagusnya.

Anyway, kembali ke lansia tadi. Di Easton mall saya melihat kakek-kakek yang berjaga di pintu bioskop. Bioskopnya berada di lantai dua dan untuk akses ke sana ada eskalator yang dipagari pembatas. Hanya yang memiliki karcis nonton yang boleh ke atas. Nah, di samping eskalator itu duduk seorang pria menunggu pengunjung yang akan menonton. Tingginya 180 cm dengan ukuran badan relatif gemuk. Rambutnya abu-abu. Entah itu uban atau memang warna rambut asli. Ia duduk sambil memperhatikan orang lalu lalang.

Saya tak pernah menyangka jika ia seorang kakek-kakek jika tidak melihat alat bantu jalannya. Sebuah alat pegangan dengan empat kaki. Di depannya ada keranjang-keranjang kecil yang berisi botol minum, bekal makan siang, potrellum jelly, dan tas kecil. Alat bantu itu semacam tas serbaguna untuknya. Setiap pengunjung yang datang akan ia sapa dengan ramah dan menanyakan apakah mereka memiliki tiket atau tidak.

Suatu kali di Walmart saya pernah bertemu dengan seorang nenek yang berdiri di depan pintu keluar. Sebuah selendang bertuliskan Thank You terselempang di bahunya. Badannya sudah agak bungkuk, tapi senyumnya begitu tulus. Keriput-keriput ikut terpahat di wajahnya tiap kali ia menyapa pengunjung yang selesai berbelanja sambil berkata "terima kasih".

Jangan mencari gadis-gadis cantik, berperawakan model di sini. Rata-rata pekerjanya adalah para lansia yang mencari aktivitas. Mereka tidak lagi berada pada ambisi untuk mencari uang, mereka sekedar ingin mengisi waktu kosong. Saya lantas membayangkan nenek saya di kampung. Mungkin jika ia memiliki aktivitas seperti ini, ia tak perlu merasa sunyi. (*)

Comments

  1. memang ada beberapa lansia yang memutuskan bekerja bukan demi mendapatkan hasil (uang) tapi sekedar mengisi waktu luang dan bertemu dengan orang lain. lansia itu kalau dibiarkan berdiam diri di rumah malah akan merasa kesepian dan cepat sakit. asalkan memperkejakan lansia juga disesuaikan dengan kondisinya, misalnya jam kerja yang tak terlalu panjang dan pekerjaan yang tak terlalu berat

    ReplyDelete
    Replies
    1. sepertinya tujuan mereka bekerja untuk mengisi waktu supaya tidak merasa kesunyian. terima kasih sudah singgah di sini :)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dapat Kiriman Moneygram

Ini adalah pengalaman pertama saya mendapatkan kiriman uang dari luar negeri. Sedikit norak dan kampungan sih. Tapi tak ada salahnya membaginya di sini. Setelah saya googling di internet kurang yang mau berbagi pengalaman tentang transferan luar negerinya. Nah, karena Kak Yusran yang bersekolah di Amerika berniat mengirimi saya uang buat tiket ke Bau-Bau, maka dia akhirnya mengirimkan uang. Dalam bentuk dollar lewat jasa layanan Moneygram yang banyak tersedia di supermarket di Amerika. Moneygram sama seperti Western Union. Tapi Western Union lebih merakyat. Mereka bekerja sama dengan kantor Pegadaian dan kantor pos. Sehingga di kampungku pun ada fasilitas Western Union (tapi saya belum tahu berfungsi atau tidak). Moneygram sendiri setahu saya hanya bekerja sama dengan beberapa bank. Saya belum pernah tahu kalo Moneygram juga sudah bekerja sama dengan kantor pos, meskipun informasi dari teman-teman di twitter mengatakan demikian. Jasa layanan pengiriman uang macam Moneygram dan Western

June, I Wont Remember

Ada yang ironi membaca judul yang kubuat di atas. Mengapa? Karena dua tahun lalu saya mengumpulkan cerpen-cerpen dan prosaku dalam satu buku yang kuberi judul "June, I Remember".  June, you come. As usual. Once in a year. Setia seperti matahari pagi yang terbit. Sayangnya, Juni kali ini tidak begitu kunantikan. Ada satu, dua dan beberapa alasan kenapa saya tidak begitu senang dengan Juni. Ini hanyalah pendapat pribadi dan hanyalah pada tahun ini.  Kenangan dan ingatan akan bulan juni di masa silam terlalu romantis di kepalaku. Membulat dalam ruang kosong hampa dan beterbangan di sana. Kemudian Juni tahun ini seperti chaos yang meluluhlantakkan  ruang kosong itu. Angan membuyar, debu kenangan mengabut. Namun, sekalipun demikian kenangan-kenangan itu melekat samar di benakku. Karenanya Juni tahun ini datang membawa hawa tak menyenangkan. Saya perlu berlari. Chaos pastinya tak mampu terelakkan namun pergi adalah langkah paling kongkret untuk meminimalisir kesakitan. Maka, Juni,

Kartu pos Bergambar Usang

 Setelah vakum 3 tahun lebih, saya akhirnya kembali mengaktifkan kembali akun Postcrossing. Setelah memastikan   alamat rumah gampang ditemukan oleh pak pos dan pengantar barang, maka saya yakin untuk kembali melakukan aktivitas berkirim kartu pos ke berbagai penjuru dunia dan berharap kartu pos-kartu pos dari berbagai penjuru dunia mendatangi rumahku. Rumah pertama yang harus saya kirimi kartu pos beralamat di Jerman. Saya pun memutuskan untuk mencari kartu pos. Tempat yang paling pasti menyediakan kartu pos adalah di kantor pos dan toko buku. Saya memilih membeli di toko buku saja. Mutar-mutar di Gramedia dan bertanya ke karyawannya dimana bagian kartu pos,sejenak sang karyawan tertegun, kemudian balik bertanya “postcard?”. Next time, saya harus bertanya postcard alih-alih kartu pos. Ia kemudian mengantarku ke satu rak putar yang berada di sudut toko.  Di rak itu bertengger kartu pos-kartu pos berwarna putih, bergambar alam Indonesia, dengan signature khas Indone