Skip to main content

Ngiler Buku Di Senayan

Bagi saya yang sangat menyukai buku, pameran buku dan toko buku adalah tempat yag wajib saya kunjungi. Pernah sekali saat pameran buku di Makassar saya setiap hari datang berkunjung. Memborong puluhan buku yang harganya sangat murah. Uang Rp.10.000, saya sudah membawa pulang empat buku.
Buat saya membeli buku tak sekadar hanya untuk membacanya. Tapi juga menjadi koleksi untuk perpustakaan rumahku.Saya tak lagi mempedulikan ceritanya. Selama itu adalah novel atau fiksi saya borong saja. Selalu menyenangkan membeli buku dan membawanya pulang dalam kantongan besar.Di Makassar, saya sudah sangat hapal toko-toko buku apa saja yang sering ikut pameran. Kadang kala ketika berkunjung yang ketemu hanya buku yang itu-itu saja. Tak banyak pilihan.

Selasa lalu saya meghadiri pameran buku yang diseleggarakan oleh Republika dan bekerja sama dengan sebuah stasiun TV swasta. Awalnya saya membayangkan pameran buku ini bakal sama dengan pameran di Makassar. Saya melupakan satu point penting. Ini Jakarta. Pusat segala hal di Indonesia.

Penuh perjuangan untuk sampai di Glora Bung Karno. Menaiki Busway dari satu terminal Busway ke terminal yang lain. Mengantri dan bergerak cepat. Huh, ritme yang belum bisa kuikuti. Skip saja tentang busway ini.

Di Gelora Bung Karno Senayan di pintu Utama stand-stand pameran masih yang umum-umum. Masih dipenuhi toko buku mainstream. Kompas, Republika, Mizan, Gramedia. Dengan buku-buku khas terbitan mereka. Ragam bukunya bisa di dapati di toko-toko bukunya. Makin ke dalam makin banyak kutemui toko-toko buku yang baru aku dapati. Ada yang jualan kaos bonus komik. Toko buku ini menjual khusus komik. Bannernya menceritakan sejarah komik di Indonesia. Dimulai tahun 1930-an oleh warga Tiong Hoa. Hanya itu info yang bisa saya dapat. maklum sejarahnya lumayan panjang.

Ada Bargain Book. Stand buku yang menjual buku-buku luar negeri. Ini favoritku. Beberapa masih berplastik dengan lebal harga bertuliskan huruf S dengan garis vertikal di tengahnya. Jika dirupiahkan bisa menjadi ratusan ribu rupiah. Tapi stand ini juga menjual buku-buku bekas dari luar. Harganya Cuma Rp.20.000.Pukul rata. Asyik!!!

Aku pun lantas mencari buku cerita ringan yang halaman dan tulisannya banyak. Karena rata-rata buku yang masuk kategori ini adalah buku anak-anak Disney. Cirinya, halamannya tebal, penuh gambar, hanya ada dua kalimat dalam satu halaman. Jumlah halaman paling banyak 10 lembar. Saya pun berhasil menemukan buku “Disney Year Book 1999’ dan “A Series Unfortunate Events : The Reptile Room”. Jika Pernah nonton film si Johnny Depp yang mengisahkan tentang 3 Anak yatim, nah film itu salah satu dari A Series Ufortunate Events. Tapi buku yang saya beli beda cerita dengan pengarang yang sama. Di halaman depannya ada nama pemilik sebelumnya lengkap dengan nomor telepon. Jadi ingat salah satu scene dalam Serendipity.Xixixixi

Ada juga stand pameran yang isinya buku jaman dahulu (jadul). Buku sudah terbit sebelum saya lahir. National Geografi tahun 1990-an, buku lima sekawan Enyd Bliton yang sampulnya masih sangat jadul. Koleksiku di rumah pun masih kalah tua. Bahkan ada buku yang masih menggunakan Ejaan yang belum disempurnakan. Wow, buku-buku itu sangat memesonaku. Harganya pun sagat murah. Rp 10.000, Rp.15.000, tak ada yang sampai Rp.50.000 perbuku. Gregetan rasanya mau memborongnya.

Di stand lain ada juga komik-komik bekas jaman dahulu kala. Komik superman, Avanger, Betty and Veronica, Manga Jepang yang lengkap. Dibungkus plastik dan dijual dengan harga yang sangat murah. Saya membayangkan, Jika Kak Atun, kakak ipar saya berada di tempat ini buku-buku itu bakal dia borong tanpa melihat-lihat lagi.

Untungnya pengetahuan buku-buku tuaku tidak terlalu banyak. Aku tidak mencari buku jaman dulu dengan judul tertentu. Kalau pun ada aku mungkin Cuma ingin membaca dan memiliki komik yang mengispirasi Dewi Lestari menulis Perahu Kertas. Untungnya aku lupa judul komik itu. Hampir saja saya keliling mencarinya.

Buku-buku itu bernilai sangat mahal kelak. Entah mengapa pemiliknya menjual buku-buku itu. Sayang sekali. Mengapa tidak disumbangkan saja ke saya ya…hehehehehe. Saya hanya membeli dua buku yang saya jelaskan diatas. Hidup di Jakarta agak mahal. Harus pintar-pintar berhemat. Jadi keinginan membeli buku-buku bekas itu harus ditahan dulu. Saya hanya bisa Ngiler melihat buku-buku itu.

Masih berniat ke pameran, 081010

Comments

  1. aaarrgghhh...ngiriiiii....mau jugaaaaa...

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dapat Kiriman Moneygram

Ini adalah pengalaman pertama saya mendapatkan kiriman uang dari luar negeri. Sedikit norak dan kampungan sih. Tapi tak ada salahnya membaginya di sini. Setelah saya googling di internet kurang yang mau berbagi pengalaman tentang transferan luar negerinya. Nah, karena Kak Yusran yang bersekolah di Amerika berniat mengirimi saya uang buat tiket ke Bau-Bau, maka dia akhirnya mengirimkan uang. Dalam bentuk dollar lewat jasa layanan Moneygram yang banyak tersedia di supermarket di Amerika. Moneygram sama seperti Western Union. Tapi Western Union lebih merakyat. Mereka bekerja sama dengan kantor Pegadaian dan kantor pos. Sehingga di kampungku pun ada fasilitas Western Union (tapi saya belum tahu berfungsi atau tidak). Moneygram sendiri setahu saya hanya bekerja sama dengan beberapa bank. Saya belum pernah tahu kalo Moneygram juga sudah bekerja sama dengan kantor pos, meskipun informasi dari teman-teman di twitter mengatakan demikian. Jasa layanan pengiriman uang macam Moneygram dan Western

June, I Wont Remember

Ada yang ironi membaca judul yang kubuat di atas. Mengapa? Karena dua tahun lalu saya mengumpulkan cerpen-cerpen dan prosaku dalam satu buku yang kuberi judul "June, I Remember".  June, you come. As usual. Once in a year. Setia seperti matahari pagi yang terbit. Sayangnya, Juni kali ini tidak begitu kunantikan. Ada satu, dua dan beberapa alasan kenapa saya tidak begitu senang dengan Juni. Ini hanyalah pendapat pribadi dan hanyalah pada tahun ini.  Kenangan dan ingatan akan bulan juni di masa silam terlalu romantis di kepalaku. Membulat dalam ruang kosong hampa dan beterbangan di sana. Kemudian Juni tahun ini seperti chaos yang meluluhlantakkan  ruang kosong itu. Angan membuyar, debu kenangan mengabut. Namun, sekalipun demikian kenangan-kenangan itu melekat samar di benakku. Karenanya Juni tahun ini datang membawa hawa tak menyenangkan. Saya perlu berlari. Chaos pastinya tak mampu terelakkan namun pergi adalah langkah paling kongkret untuk meminimalisir kesakitan. Maka, Juni,

Kartu pos Bergambar Usang

 Setelah vakum 3 tahun lebih, saya akhirnya kembali mengaktifkan kembali akun Postcrossing. Setelah memastikan   alamat rumah gampang ditemukan oleh pak pos dan pengantar barang, maka saya yakin untuk kembali melakukan aktivitas berkirim kartu pos ke berbagai penjuru dunia dan berharap kartu pos-kartu pos dari berbagai penjuru dunia mendatangi rumahku. Rumah pertama yang harus saya kirimi kartu pos beralamat di Jerman. Saya pun memutuskan untuk mencari kartu pos. Tempat yang paling pasti menyediakan kartu pos adalah di kantor pos dan toko buku. Saya memilih membeli di toko buku saja. Mutar-mutar di Gramedia dan bertanya ke karyawannya dimana bagian kartu pos,sejenak sang karyawan tertegun, kemudian balik bertanya “postcard?”. Next time, saya harus bertanya postcard alih-alih kartu pos. Ia kemudian mengantarku ke satu rak putar yang berada di sudut toko.  Di rak itu bertengger kartu pos-kartu pos berwarna putih, bergambar alam Indonesia, dengan signature khas Indone