Skip to main content

Mencari Jejak Uang Di Museum Bank




Bangunan itu berdiri tegak. Masih tampak megah meski cat temboknya sudah mulai menguning. Masih berusaha menunjukkan eksistensi dirinya di tengah hingar bingar ibukota. Bersaing dengan julangan gedung tinggi bertembok kaca. Silau, mungkin itu yang dirasakannya. Namun, ia masih patut berbangga diri. Karena ia adalah pelaku sejarah bisu sejak colonial berkuasa di daerah ini. Ketika awal kota ini diberi nama Batavia.

Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) atau lebih dikenal dengan nama de Factorij Batavia diresmikan pada 14 Januari 1933. Bangunan ini awalnya diperuntukkan untuk perusahaan dagang milik Belanda yang kemudian berkembang menjadi perusahaan di bidang perbankan.

Hari ini tak adalagi yang mengenal bangunan tua ini dengan nama sebenarnya. Ia lebih dikenal dengan nama Museum Mandiri. Museum ini menyimpan sejarah perjalanan Bank Mandiri. Sejak bangunan ini digunakan sebagai gedung kantor Bank Koperasi dan Tani Urusan Expor Impor (1960). Kemudian menjadi Bank Export Impor (1968). Hingga di tahun 1999 lahirnya Bank Mandiri dari hasil merger Bank Exim, Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya,dan Bank Pembangunan Indonesia.
Lantai 1 adalah banking hall dan ruang operasional perbankan. Aku membayangkan diriku seperti noni belanda duduk di banking hall menunggu namaku dipanggil oleh petugas cashier untuk aktivitas perbankanku. Ada bagian khusus kas china. Patung-patung dioramanya juga menunjukkan petugas bank melayani beberapa nasabah tiong hoa.

Koleksi lantai satu menyimpan berbagai alat perbankan tempo doeloe dan koleksi-koleksi dari bank-bank sebelum menjadi Bank Mandiri. Terdapat buku Besar Akutansi yang benar-benar sangat besar. Beratnya hampir 30 kg. Panjangnya dan lebarnya hampir 90 cm dengan tebal sekitar 20an cm. Ditulis tangan. Aku tak pernah bisa membayangkan sebuah jurnal akuntansi ditulis tangan. Akuntannya pasti orang yang sangat teliti.

Ada juga mesin pencetak buku dan alamat nasabah koleksi tahun 1960-an milik bank Exim. Mesinnya besar sekali dengan rangka baja. Aku pernah kerja di sebuah bank dan mesin yang kami pakai 1/20 kali besarnya dari mesin itu. Wuih, kebayang susahnya mencetak nama nasabah. Ada juga kalkulator super besar. Mesin ketik yang terlihat seperti tombol semua. Mesin telepon yang ganggang suara terdengar dan ganggang untuk berbicara terpisah menjadi dua bagian. Juga terdapat cek dan bilyet deposito jaman dulu. Nominalnya Cuma 1.000.000 tapi itu tahun 1960an. Nominalnya mungkin sekitar 100 juta sekarang.

Dulunya surat-surat berharga itu harus dilubangi. Potongan lubangnya di simpan oleh bank dan ketika akan dikembalikan ke bank, lubangnya akan dicocokkan dengan yang disimpan di bank. Ini untuk menghindari pemalsuan. Alat pelubang kertasnya pun serupa gunting besar untuk mencabut gigi. Saat ini ketika semua telah terkoneksi online surat-surat berharga itu bisa dilacak di sistem komputerisasi bank. Teknologi benar-benar telah melaju pesat dan begitu memudahkan.

Aku jatuh cinta pada kaca patri (stained glass) di tangga menuju lantai dua. Melukiskan empat musim di eropa dan gambar Colonel Belanda Cornelius de Hotman.


Di lantai dua terdapat ruang tunggu dan pajangan patung-patung belanda yang melayani tamu. Asumsiku, mereka adalah nasabah prioritas. Mendapat pelayanan yang lebih dari nasabah yang lain. Lantai dua dipenuhi ruang-ruang yang dulunya digunakan untuk rapat. Juga ruang untuk para pejabat bank. Terdap
at khasanah berisi buku-buku besar. Penuh dengan jurnal Akuntansi. Harusnya internet ditemukan lebih awal agar tak perlu repot-repot membuat buku yang isinya penuh dengan angka. Beruntunglah para akuntan jaman sekarang.

Dinding-dindingnya dipenuhi oleh gambar pejabat-pejabat bank dari sebelum merger hingga pejabat bank Mandiri sekarang. Harusnya aku membawa satu fotoku yang berbingkai dan menempelkannya di sana:).

Museum Bank Indonesia Yang Modern


Di samping bangunan Museum Mandiri, terdapat Museum Bank Indonesia. Gedung yang menjadi museum itu adalah De Javasche Bank cikal bakal Bank Indonesia. Gedung ini berdiri tahun 1828. Bangunannya masih tampak kokoh. Kesan klasik tampak dari luar. Namun di ruang dalam museum ini dirancang dengan teknologi tinggi. Saya belum pernah ke Museum Smithsonian di Amerika tapi jika boleh berimajinasi mungkin Museum bank Indonesia dengan menggunakan kecanggihan teknologi bisalah dijadikan perbandingan, meski saya yakin masih sangat sangat jauh.Tiketnya bergambar uang dan gratis. Selain itu barang-barang yang berupa tas harus dititipkan dengan penanda nomor lagi-lagi bergambar uang.

Museum ini menyajikan perjalanan para penjelajah luar negeri yang berlabuh ke Nusantara mencari lada dan cengkeh yang dulu senilai emas. Di dinding-dinding terdapat berbagai poster yang menceritakan penjelajah Nusantara. Mereka yang berdagang dan ikut memberi kontribusi pada gerak perekonomian.

Sejarah pun berlanjut hingga ke masa penjajahan dan perjuangan merebut kemerdekaan. Poster-poster itu menuturkan sejarah perkembangan Republik Indonesia yang juga menjadi sejarah panjang perekonomian dan Bank Indonesia. Kebijakan ekonomi tentang pengguntingan uang pun tertuturkan. Di masa itu pemerintah membuat kebijakan untuk menggunting uang dan “mendiskon” nilainya hingga 50%. Ternyata proses menggunting itu benar-benar terjadi. Semisalnya uang kertas 10.000 digunting menjadi dua bagian dan potongan bagian kirinya tetap berlaku sebagai alat tukar dengan nomial Rp.5000.
Terdapat pula koleksi uang masa lalu yang digunakan di Nusantara. Uang yang paling unik adalah Kampua. Kampua adalah alat tukar di Kerajaan Wolio (Buton, Sulawesi Tenggara) yang terbuat dari kain. Di jamannya uang ini ditenun oleh putri-putri raja. Nilainya sama dengan sebutit telur. Uang ini mungkin menjadi satu-satunya uang yang terbuat dari kain.
Selain koin-koin dan uang-uang kuno, terdapat juga koleksi uang seri terbatas yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Ada uang koin yang senilai Rp.250.000 yang terbuat dari emas murni. Juga ada yang senilai Rp.750.000. Coba kalo punya sepuluh keeping yang seperti itu. Kalo jatuh bakal nangis Bombay. Selain uang koin seri khusus juga terdapat uang kertas yang beredar di masyarakat. Uniknya adalah uang tersebut tersambung. Semisalnya uang 20.000 yang masih beredar sekarang namun bersusun empat. Uang kertas tersebut sengaja tidak dipotong karena terbatas untuk para kolektor. Namun meski tidak terpisah uang tersebut tetap menjadi alat pembayaran yag sah. Lucu ya :D.

Ada juga berbagai koleksi uang dari berbagai negara yang tersimpan dalam lemari penyimpanan berbetuk buku. Sayang sekali hanya beberapa yang mudah diintip. Selebihnya lemari penyimpanannya agak susah ditarik. Rasanya begitu kaya berada di Museum Bank Indonesia. Yang dilihat disekeliling hanyalah koleksi uang yang pastinya bernilai jutaan. Sebelum pulang, tak lupa berfoto di gambar uang raksasa senilai 10.000. Uang bergambar ibu Kartini yang bagian mukanya dilubangi. Sehingga jika berfoto yang terlihat adalah uang dengan gambar mukamu.Harusnya uang raksasanya perlu diperbaharui. Uang bergambar ibu kartini ini sudah tak lagi digunakan sebagai alat tukar.

NB : Saya merasa seperti warga negara yang baik yang mengikuti visi pemerintah visit museum 2010. Harusnya saya lebih cocok menjadi pegawai pemerintah untuk departemen kebudayaan dan pariwisata ^0^. I luv museum…sangat romantis :D

Comments

  1. Kunjungan berikutnya, mungkin bisa ke Museum Batik dan Museum Wayang. Keduanya berada di Yogyakarta. Atau, mungkin telah berkesempatan ke sana ya? Kedua museum ini relatif "sepi pengunjung" lantaran segmentasinya begitu khusus. Kedua lokasi ini memiliki cirikhas. Museum Batik dihiasi oleh Pohon Anggur, sedangkan Museum Wayang ditumbuhi belasan Pohon Kepel.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Indecent Proposal

sumber foto : tvtropes.org Seorang bilyuner menawariku one billion dollar untuk one night stand dengannya. Aku bingung. Aku dan suami sedang tidak punya uang dan satu juta dollar begitu banyak. Mampu membiaya hidup kami. Disisi lain aku  mencintai suamiku, rasa-rasanya ini tidaklah patut. Tapi kami benar-benar tidak punya uang. Aku ingin melakukannya untuk suamiku. Aku mencintaiku dan tidak ingin melihatnya terlilit utang. Kami memutuskan mengambil tawaran itu. This is just sex bukan cinta. Ini hanya tubuhku. Aku dan suami memutuskan setelah semalam itu, kami tidak akan mengungkitnya lagi. Setelah malam itu. Kami berusaha menebus  properti kami yang jatuh tempo. Sayangnya, bank telah menyita dan melelangnya. Seorang pengusaha telah membelinya. Kami putus asa. Suamiku tiba-tiba berubah. malam itu, Ia mempertanyakan apa yang saya dan bilyuner itu lakukan. Padahal kami sepakat untuk tidak mengungkitnya. Saya menolak menjawab pertanyaannya. Saya tidak ingin lagi menginga...

Sengsara Membawa Nikmat

  Judul : Sengsara Membawa Nikmat Penulis : Tulis Sutan Sati Penerbit : Balai Pustaka Midun, lelaki muda baik budinya halus pekertinya disukai warga sekampung. Namun, hal ini menciptakan kebencian Kacak, kemanakan Tuanku Laras, kepada Midun. Segala cara dilakukan Kacak untuk menjebak Midun. Hingga akhirnya ia menyewa pembunuh untuk menghabisi nyawa Midun. Untungnya, Midun masih mampu menghindar dari tikaman pisau. Namun perkelahian itu menjebloskan Midun ke penjara. Membuatnya terpisah dari keluarganya. Penderitaan tak berhenti di situ, di penjara pun Midun menerima siksaan. Hingga masa ia bebas, ia memilih tak pulang ke Bukit Tinggi. Ia memilih mengadu nasib ke Betawi mengantar Halimah, perempuan yang ditolongnya pulang ke Bogor. Di tanah Jawa inilah lika liku hidup membawanya menjadi asisten demang dan pulang ke tanah Padang.  Judul buku ini cukup mencerminkan cerita lengkap sang tokoh utama. Kemalangan silih berganti menimpa sang tokoh utama. Namun berpegang pada keyakinan ...

Misteri Sepatu Menggantung di Kabel Listrik

Sumber : Athens News Sepasang sepatu menggantung lunglai di tiang listrik. kabel listrik tempatnya bergantung kokoh tak ingin melepaskan sepatu itu menghujam bumi. Pertama kali tiba di Athens, saya cukup heran dengan sepatu-sepatu yang tergantung di kabel-kabel listrik itu. Kutanya ke seorang teman bule tapi ia tak memberi jawaban yang memuaskan. Kupikir sepatu-sepatu itu dilempar begitu saja karena sudah dirusak atau tidak dipakai. Atau asumsiku yang lain adalah sepatu itu milih olahragawan yang berhenti dari profesi dan memilh menggantung sepatu. seperti pemain sepakbola. Tapi sepertinya asumsi olahragawan itu tidak benar, karena sepatu-sepatu yang menggantung di tiang listrik cukup mudah ditemukan. Jalan-jalanlah di seputaran Athens dan kau akan mendapati sepatu-sepatu menggantung di tiang listrik.  Uniknya sepatu yang digantung itu hanyalah sepatu-sepatu kets. Fenomena ini disebut Shoefiti dan terjadi diberbagai tempat di Amerika. Nyatanya bukan hanya saya saja yang pen...