Skip to main content

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita


Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan.



Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yang begitu luas harus dijelajahi butuh waktu  seharian. Kemudian menemani anak-anak berenang di kolam juga butuh waktu seharian, pergi sabtu pulang minggu kayaknya sangat mepet.



Saya ogah-ogahan sambil mengiyakan. Toh rencana berangkatnya nanti hari Sabtu. Masih banyak waktu untuk batal seperti beberapa kali rencana yang sama tapi ga jadi-jadi. Suami saya untuk soal perjalanan ia seperti Kim Ki Taek dalam film Parasite " We don't need to make a plan for anything. It doesn't matter what will happen next".Rencana jalan-jalan bisa berganti dengan sangat drastis dimenit-menit akan berangkat. Bahkan bisa berubah haluan tergantung arah anak panah jalan.



Jumat pagi rencana masih sama .  Saya masih setengah hati untuk ikut. Sepagian yang saya lakukan skrol-skrol lini masa medsos sambil nyari kutu. Pekerjaan rumah ga ada yang beres. Baju sekolah Ara belum dicuci. Padahal harus dikucek karena kotornya naudzubillah. Mesin cuci pun nyerah.  Lantai belum disapu dan kasar karena belum dipel. Pukul  12 Siang yang saya lakukan hanyalah menyiapkan pakaian just in case benar-benar berangkat.



Jam 12.30 siang, suami pulang dengan perubahan rencana. Kita ke Sukabumi.  Berangkat pukul 2 siang. Saya belum pernah ke Sukabumi. Tapi dibanding Taman Safari saya lebih menyukai menjejakkan kaki di tempat baru. Kondisi rumah? Masih seperti terakhir saya skrol-skrol.  Dengan sedikit memaksakan diri, saya mencuci seragam-seragam Ara. Ditiap sikatan rasanya pengen menyerah. Tapi ini harus selesai. Saya tidak suka meninggalkan rumah dalam waktu lama dalam kondisi berantakan. Karena saya yakin saat pulang dari liburan bakal kelelahan dan tidak ingin diganggu dengan rumah yang berantakan. Dalam kurun waktu 60 menit beresin rumah, nyuci baju, sampai ngepak pakaian selesai. Pukul 2 kurang beberapa menit saya masih melipat pakaian yang sudah dijemur sembari menunggu semua barang masuk ke mobil. Tepat pukul 2 siang kami benar-bena berangkat. Rasanya ajaib membayangkan beberapa menit yang lalu saya masih sibuk dengan urusan beberes rumah dan beberapa menit selanjutnya sudah berangkat liburan. Sebuah perjalanan akhir pekan yang benar-benar di luar rencana. 



Sukabumi di Luar Dugaan Saya


Angkot Sukabumi yang beraneka warna


Saya tidak punya gambaran apapun tentang Sukabumi. Hanya mengenal namanya yang sering dipakai di buku-buku paket Sekolahan. Malah saya selalu mengira Cianjur adalah Sukabumi. Padahal keduanya adalah dua kota yang berbeda. Berbeda dengan Bogor yang terkenal dengan Puncak, Kebun Raya, Taman Safari, saya sama sekali tidak tahu wahana wisata di Sukabumi. Kalo bukan suami yang ngasih tau maka saya hanya akan mengira Sukabumi tidak ada bedanya dengan Kabupaten Bone. Pusat kota adalah kumpulan ruko dan kantor-kantor dinas yang pukul 10 malam sudah sepi. Namun, saya salah.



Perjalanan kami mulai lewat jalan tol Bogor-Ciawi-Sukabumi. Kupikir di ujung tol telah terpampang gerbang selamat datang di Kota Sukabumi. Ternyata saya salah (lagi). Butuh dua jam tambahan untuk tiba di kota kabupaten. Dan masih butuh satu jam lagi untuk tiba di Kota Sukabumi. Dalam dua jam pertama kami menghadapi kemacetan di daerah pabrik. Pukul 4 sore bersamaan dengan jam pulang para buruh pabrik. Kendaraan melambat. Tak hanya sekali, kami menjumpai tiga kemacetan karena jam pulang.  Menurut suami, kelak kalo tol langsung ke kota Sukabumi selesai dibangun maka tidak perlu lagi berjumpa dengan kemacetan itu.

Taman Salabintana


Kami memasuki kabupaten Sukabumi pukul  5 sore. Ruko yang tidak tertata rapi. Kumuh dan tidak beraturan. Itulah kesan pertamaku pada kabupaten ini. Rasanya tidak enak dilihat. Karena telah sore kami yang awalnya ingin ke Santa Sea atau ke Jembatan Gantung SituGunung memutuskan untuk ke hotel saja. GPS menunjukkan masih butuh berpuluh menit untuk tiba ke hotel. Kemudian kami melewati jembatan yang diujung memberikan suasana kota yang lebih rapi. Ternyata kami telah memasuki Kota Sukabumi. Dibanding Kabupatennya Kota Sukabumi lebih cantik. Lebih rapi. Lebih Instagramable. Kafe-kafe yang cantik dan modern. Nah, seperti inilah ekspektasi saya terhadap Sukabumi. Kami sempat keliling kota untuk sekadar menikmati suasana. Rasanya seperti keliling di Kota Baubau. Kecil dan cantik. Saya tiba-tiba jatuh cinta pada kota ini. Malamnya kami ke pusat kuliner Toserba Selamet. Sayangnya tempat ini jauh dari ekspektasi saya. Makanan yang dijual tidak beragam. Tempatnya remang-remang dan banyak nyamuk. Yang oke hanyalah tempat main serupa FunWorld tapi versi sederhana yang bikin Ara ketagihan main gim dancenya. Pulang Bogor setiap ke Mal nyarinya yang ada gim Arcade dan ga lagi tertarik main gim capit-capit. Emaknya bangkrut, anaknya keringetan. Tapi ga ngurangin jatuh cintaku sama Kota Sukabumi. Hihihi


Anna di Santa Sea Waterpark


Keesokan harinya kami berencana mengunjungi Santa Sea Waterpark. Tapi sebelumnya kami menyempatkan diri ke Salabintana. Sesaat kamu menjejakkan kami ke Salabinta, saat itulah kamu akan jatuh cinta. Salabintana adalah taman yang sangat luas dengan pohon-pohon rindang, rumput yang terpotong rapi, kolam ikan yang gemericik, serta penginapan yang besar bergaya kolonial. Anak-anak yang bermain bola dengan gembira. Bermain prosotan dan memanjat pohon. “Jika tinggal di sini, bisa lahir satu novel”, seperti itulah saya dan suami selalu memuji sebuah tempat yang indah.

Motret di Salabintana

Hal yang menyenangkan dari Taman Salabintana adalah kurangnya pengunjung. Tidak seperti Kebun Raya Bogor yang penuh orang, Salabintana tidak begitu ramai yang malah membuat pengunjungnya lebih betah menikmati penandangan. Hanya ada beberapa anak sekolah yang s bermain di taman. Beberapa petugas kebersihan yang menyapu dedaunan. Selebihnya Salabintana serupa taman firdaus yang luas yang bisa kau nikmati sendiri. Ara bahkan berkomentar " aku tiba-tiba pengen jadi panda guling-guling di bukit-bukit kecil yang berumput".



Dari Salabintana kami menuju Santa Sea Waterpark. Mengunjungi wahana seperti ini wajib sebagai upaya menyenangkan anak-anak. Mereka suka bosan dengan agenda jalan-jalan orang besar. Kupikir mengunjungi Waterpark kala akhir pekan bakal bertemu dengan banyak orang, nyatanya sepi. Hanya beberapa keluarga dengan anaknya. Wahana ombak yang menjadi daya tariknya. Ada sebuah kolam besar dengan desain seperti pantai.  Air yang menggenang dengan alat tertentu menciptakan ombak yang menggulung ke pinggir. Paling asyik jika menggunakan pelampung. Biar terseret kepinggir. Di jam yang telah ditentukan ombak-ombak akan bergulung dan selalu membuat semua pengunjung terpusat di kolam ini.


Anna yang cantik


Awalnya Anna sedikit takut seperti waktu saya membawanya ke Pantai di Makassar. Lama-lama dia menikmati dan melupakan rasa takut. Meski beberapa kali terjatuh. Ia malah sibuk berpose layaknya orang yang berenang ketika ombak menggulung.


Restoran Botram


Kami menyempatkan makan siang di warung Botram di pusat kota Sukabumi. Warungnya cantik. Buat foto-foto dan update di Instagram pun layak. Banyak anak muda dan ibu-ibu arisan yang menjadikan tempat ini sebagai tempat kumpul. Wajar sih harganya murah meriah dan tempatnya luas. Meski dari segi rasa biasa aja.



Kemudian kami lanjut ke Situ Gunung. Kawasan wisata alam yang terkenal dengan jembatan gantungnya. Sampai-sampai waktu saya bilang ke teman lagi liburan ke Sukabumi, dia langsung menimpali " mau ke jembatan gantung ya?". Tiba di sana saya pun paham mengapa tempat itu sangat nge-hits. Pemandangan alamnya sangat indah. Suara alam masih terdengar riuh. Jembatannya menjadi ajang memacu adrenalin. Di ujung jembatan, berjalan 600 meter kamu akan menemui air terjun yang cantik. Sayangnya karena terlalu takut saya hanya ga sampai di ujungnya. Ara cukup berani meniti hingga di pos tiket air terjun. Kami hanya swafoto di jembatan sembari tak berani melihat ke bawah. Dengan tiket masuk 50ribu pengunjung disuguhi teh/kopi hangat dengan pisang rebus dan singkong rebus beralas daun pisang. Jika datang pas jam pertunjukan  bisa menyaksikan teater alam dari sekolah alam Situ Gunung.


Penganan untuk pengunjung di Situ Gunung 


Ada restoran dan penginapan jika ingin bermalam. Disediakan pula paket camping/glamping  jika ingin lebih dekat dengan alam. Kami hanya mencoba wedang jahe sembari makan kentang goreng. Restoran ini perlu memasukkan Indomie kaldu dan Indomie goreng dalam salah satu menunya. Adalah sebuah kesyahduan menikmati teh hangat dan Indomie kaldu bertoping cabe rawit di hutan yang gerimis.



Di Jembatan Gantung Situ Gunung


Pulang ke kota Sukabumi udah agak malam kami ke memilih nginap lagi di Hotel Anugerah (salah satu hotel rekomendasi Traveloka selain Maxone) dan pulang jam 4 subuh ke Bogor. Perjalanan balik hanya memakan waktu satu setengah jam. Tiba di Bogor masih subuh dan lanjut bobo lagi. Sebuah liburan singkat yang sangat memuaskan. Meski dengan satu pertanyaan yang menggantung " Mengapa banyak toko bertuliskan Toko Pribumi di Sukabumi? Apakah ada sentimen ras?". Saya tidak menemukan jawabannya bahwa di google sekalipun.

Depan Maxone




Jika dulunya saya selalu menganggap liburan yang sempurna adalah yang direncanakan, makin sering diajak suami jalan makin terasa petualangannya ketika tidak ada rencana. Seperti kata Rangga di AADC 2 "Itu bedanya orang yang sedang bepergian dengan yang sedang liburan. Jika orang yang sedang liburan banyakan mereka bikin jadwal yang pasti, pergi dan tinggalnya di tempat yang nyaman, cari tempat yang bagus buat foto-foto. “

“Jika suka bepergian, kita harus lebih spontan, lebih berani mengambil risiko, siap dengan segala pertimbangan. Dan kejutan-kejutan yang mungkin muncul. “



Perjalanan-perjalanan spontan memang selalu memberikan kejutan-kejutan yang tak terduga, salah satunya bertambah koleksi pelampung bebek-bebek karena lupa dibawa saking buru-burunya.hahaha.



Tapi ga papa sih. Malah sehabis perjalanan Sukabumi ini saya menunggu Rangga #eh suami ngajakin jalan dadakan ke daerah yang lain lagi. Mari mencanangkan tahun 2020 sebagai tahun jalan-jalan. Kuy!!!!



Bogor, 25 Januari 2020

Comments

Popular posts from this blog

The Intimate Lover

sumber foto : www.amazon.com Apa yang akan kamu lakukan jika bertemu Mr. Rightman sesaat sebelum kamu menikah? Ms. Girl, perempuan yang telah bertunangan bertemu dengan Mr. Boy disuatu hari di dalam lift. Hanya mereka berdua di dalam lift yang meluncur turun dari lantai 20. "Jika tidak ada orang yang bersama kita dilift ini hingga lantai dasar, maka aku akan mentraktirmu minum"kata pria itu. Sayang, sang wanita memilih menginterupsi lift tersebut. Berhenti satu lantai sebelum lantai tujuan mereka dan memilih pergi. Tapi gerak bumi mendekatkan mereka. Tak berselang waktu mereka kembalib bertemu dan saling bercakap. Tak bertukar nama, memilih menjadi orang asing bagi masing-masing. Bertemu, berkenalan, dan melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama. Menyerahkan pada semesta kapan mereka hendak berpisah. Namun, ketika semesta mengharuskan mereka berpisah, dua orang tersebut telah saling jatuh cinta. Seberapa pun mereka berusaha berpisah, hati mereka tetap saling

Kesatria Putih dan Peri Biru

Di sebuah zaman, di negeri antah berantah tersebutlah sebuah kerajaan bernama Koin Emas. Di kerajaan ini semua rakyat rajin bekerja dan pandai menabung. Setiap koin yang dihasilkan dari bekerja setiap harinya disisihkan untuk ditabung untuk masa depan. Sang raja memiliki tempat penyimpanan khusus untuk setiap koin yang disisihkan rakyatnya. Namun terdapat satu koin pusaka yang telah turun temurun diwariskan oleh raja-raja terdahulu. Koin itu diyakini drachma asli dari Dewa yang diturunkan khusus dari langit dan diwariskan untuk menjaga kesejahteraan kerajaan Koin Emas. Koin pusaka tersebut menjadi pelindung kerajaan Koin Emas. Jika koin itu hilang diramalkan kesejahteraan di kerajaan Koin Emas akan berubah menjadi kesengsaraan. Koin itu pun dinilai memiliki khasiat mampu member kekuatan dan kekuasaan bagi yang memilikinya. Raja begitu menjaga pusaka tersebut. Ia takut jika koin pusaka itu hilang atau dicuri. Hingga suatu hari kedamaian di kerajaan itu terganggu. Seekor Naga Merah m

Speedy Sembuh...Yipppiii!!!!

Akhirnya setelah hampir seminggu tidak pernah online lewat laptop, saya bisa melakukannya sekarang. Jaringan speedyku sudah bagus dan laptop yang bisa dipakai sudah ada. Bagaimana hidup tanpa internet? Hihihiihi, jika tidak bisa mengaksesnya lewat handphone, terutama facebook, maka hampalah duniaku.  Teknologi benar-benar telah membuat saya ketergantungan. Tak bisa hidup tanpanya. Andai tak ada teknologi, mungkin hidup tidaklah begitu galau. Yang jauh tetaplah jauh dan yang dekat tetaplah dekat. Imaginary prince tetaplah menjadi imaginary prince tanpa perlu ia turun ke bumi untuk menjadi pada syata. Tak perlu merasa kehilangan sesuatu yang tak pernah dimiliki. Dunia tak perlulah menjadi absurd. Dan nyata, maya, dan khayalan punya garis batas jelas di semesta. Internet telah menjadi bagian tak terpisahkan. Ia seperti sandang, pangan, papan, dan internet. Ia menjadi primer. Tak lagi sekunder atau tersier. Apalagi barang mewah. Dan inilah aku ketika bertemu kembali dengan internet. Hat