Skip to main content

Tentang Kehilangan

Tiga hari lalu saya mendengar kabar duka dari seorang pengarang. Fira Basuki, pengarang buku trilogi pintu, jendela, dan atap kehilangan orang terkasihnya. Suaminya tiba-tiba saja koma dan kemudian meninggal. Begitu mengejutkan. Seseorang yang baru beberapa jam yang lalu menelponnya tiba-tiba terbaring koma. Saya baru menfollownya beberapa hari terakhir ini ketika mendengar kabar duka tersebut. Fira Basuki yang sekarang hamil 15 minggu membagi cerita tentang suaminya @MrAmplitudo (Nama akun twitternya). Penuh cinta dan sangat mengharukan. Betapa ia kehilangan dan merindukan sosok lelaki yang tiap pagi dikecupnya kala terbangun.

Apa yang paling menyedihkan di dunia? Kehilangan. Ketika kamu memiliki dan kemudian tidak memilikinya lagi. Kepergian yang tiba-tiba, kehilangan yang tidak memberi peringatan. Naif juga mengatakan bahwa hidup tak pernah memberikan peringatan. Di setiap agama Tuhan diajarkan hidup di dunia adalah fana. Tak ada yang kekal dan segala hal di dalamnya akan hilang. Tapi tetap saja kehilangan begitu menyakitkan. Baik ketika ia separuh maupun seluruh. Kehilangan adalah tak mampu menjangkaunya dengan inderamu maupun dengan hatimu.

Ada lubang kosong di hatimu. Tak teraba di duniamu dan tiba-tiba kamu sadari bahwa ia sejatinya telah menjadi kabut dan perlahan samar memudar. Yang tersisa adalah kenangan di ruang benakmu yang mencoba kamu bongkar kembali. Kenangan itu serupa dua sisi koin. Menusuk begitu sakit tapi juga menguatkan karena pernah ada di kala itu dan berbahagia.

Hilang seluruh atau sebagian, yang mana paling menyakitkan? Biar kukatakan padamu, ketika kamu kehilangan sesuatu secara seluruh maka titik tertinggi yang kamu miliki ada ikhlas. Tak ada daya yang kamu miliki lagi selain bertumpu pada lututmu dan mencari kekuatan pada Tuhan. Jadi, mungkin jika saya sedikit berpendapat di sini, kehilangan sebagian adalah cobaan yang lebih berat dari kehilangan menyeluruh. Kehilangan orang yang kamu cintai, ia masih mampu kamu inderai namun tak mampu kamu temukan lagi hatinya padamu lebih menyakitkan dibanding ketika ia pergi dengan jiwa dan raga dan tak ada di dunia. Mengapa? Karena masih ada titik egois yang perlu kamu taklukkan. Hatimu. Hati yang perlu bertahan pada sebahagian hati yang tak lagi memilikinya dan juga pada penaklukan keegoisan untuk mengikhlaskannya pergi.

Tak ada yang pernah tahu kapan kehilangan itu datang. Ia adalah kotak hadiah yang tiba-tiba mewujud dan merampas kebahagianmu. Tapi kehilangan atau kepergian telah menjadi sebuah kepastian dari drama hidup. Jadi mengapa harus gundah? Ah, mungkin karena hati manusia telah terjerat cinta dan hasrat memiliki yang manusiawi. Tapi, Tuhan adalah penulis skenario paling TOP. Dialah yang Maha membolakbalikkan hati. Sakit dari kehilangan adalah kelemahan manusia. Dan ikhlas melepaskan adalah sifat ilahi yang tergapai.

God will never drop you any further than your knees and that is the perfect position to be in. P.R.A.Y. = Praise, Repent, Ask, Yield.

Cinta Tuhan adalah yang abadi. Ia mengambil banyak dari kehidupan agar tiap manusia menyadari Dialah Cinta yang sebenarnya.(*)

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Comments

  1. kehilangan orang yang disayangi sesuatu yang pasti, sedih juga membacanya, namun kita harus siap-siap, bahkan setekah bersiap pun, kehilangan akan masih terasa sangat menyedihkan.


    salam Dek Dwi

    ReplyDelete
  2. Makasih mas Erik. setiap kehilangan mengajarkan keikhlasan.

    ReplyDelete
  3. Trenyuh bgt bcanya mb dwi, sedih :(

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan ...