Skip to main content

Selamat Ulang Tahun, Kamu

Aku tahu. Selalu tahu. Tak perlu kalender untuk menghitung hari. Tak perlu reminder di handphone untuk mengingatkan. Angka itu selalu aku ingat. Sejak pertama aku menjabat tangannya. Sejak pertama ia menyebut namanya. Sejak pertama kami bertukaran akun dunia maya. Sejak pertama aku melihat sekilas tentang biodatanya. Angka itu sudah terpatri di benakku. Sekali dalam 365 hari.

Aku mungkin yang memiliki daya ingat yang begitu tajam. Terlalu memperhatikan hal detail. Merekam sekilas tapi begitu membekas di neutron otak. Hal kecil yang sebenarnya biasa. Juga perkara angka itu. Angka yang menjadi bilangan penghitung usia. Usiamu.

Aku ingat tanpa perlu reminder. Sekalipun aku ingin lupa aku tetap masih mengingatnya. Penanggalan itu besok. Dan besok dan hari ini hanya berjarak 10 menit. Aku masih terjaga. Mataku tak bisa menutup padahal aku sangat ingin melewatkan tengah malam ini. Dini hari dimana penanggalan itu memulai menghitung nol detik hingga 23 jam 59 menit.
Apakah kamu terjaga di sana? Apakah sudah ada yang mengucapkan selamat ulang tahun padamu? Apakah ada seseorang yang mengetuk pintu rumahmu, membawakanmu sekotak kue dengan lilin penanda usiamu, dan berteriak suprise untukmu? Adakah seseorang yang mengecup keningmu sambil berucap "selamat ulang tahun"? Apakah kamu menantiku mengucapkan selamat ulang tahun? Apakah ucapan dariku begitu berarti buatmu? Ataukah meski tanpa ucapan darimu, ulang tahunmu tetaplah meriah?

Jam digital di handphoneku berangka 00.05. Tengah malammu lewat sudah. Aku belum juga jatuh tertidur. Pasir waktu hari istimewamu mulai tereduksi. Aku memegang handphone. Baterainya masih setengah. Pulsaku masih sanggup untuk menelponmu 10 menit. Bukankah saat tengah malam operator berbaik hati memberi tarif murah? Paket internetku belum habis. Aku masih bisa menjangkaumu lewat dunia maya. Facebook, twitter, Yahoo Messenger, bahkan Whatsapp. Aku menerka-nerka apa yang kamu lakukan sekarang. Terjaga, tertidur, bermimpi, atau menunggu. Apa birthday wish-mu? Apakah aku masuk dalam daftar pengharapanmu?

Khayalan melayarkan aku pada mimpi tentang ulang tahunmu. Kuhadiahkan padamu sebuah buku baru dengan namaku di sampulnya. Tak ada yang lebih istimewa dari sebuah kado yang dibuat sendiri oleh pemberinya. Buku yang penuh cerita yang kutulis sendiri. Kamu tersenyum dan memelukku erat. Aku sesak hingga terjaga. Ulang tahunmu telah berlangsung enam jam. Dan aku masih tak bergeming mengucapkan selamat untukmu.

Aku ingin membunuh sisa waktu yang ada. Masih ada 18 jam. Rasanya begitu lama. Kupandangi akun sosialmu. Timelinemu dipenuhi oleh kawan-kawanmu yang mengucapkan selamat kepadamu. Diiringi doa. Beberapa sudah kamu balas. Beberapa masih tetap kosong tak ada komentar. Apakah kamu menunggu ucapan dariku? Atau kamu tenang saja dan berpikir aku mungkin sedang sibuk dan belum sempat mengucapkan selamat? Kalo aku tidak ikut memberimu selamat, apakah aku menyakitimu? Tak ada doa dariku takkan memperburuk satu tahunmu ke depan bukan? Ataukah kamu tak begitu peduli aku memberi selamat atau tidak?

Rasanya tiap menit ini begitu menyiksa. Aku mengingat kembali tahun-tahun dimana aku memberikan selamat ulang tahun kepadamu. Aku selalu bergembira dan terjaga di tengah malam. Menjadi yang pertama dan berharap menjadi teristimewa di ulang tahunmu. Adakah kamu merindukan tahun-tahun itu? Aku merindukannya. Rasanya begitu sesak menahan hasrat ini. Hasrat tuk sekedar berucap "Selamat berulang tahun. Semoga yang terbaik untukmu".

Waktu kian beranjak. Aku masih memilih diam. Menahan buncahan hatiku untuk mengucapkan selamat ulang tahun untukmu. Sekali pernah aku menanyakan zodiakmu dan kamu menjawab Aries. Sekali pernah aku membaca di timeline tentang Aries. Kutemukan zodiakmu begitu cocok dengan zodiakku. Iseng aku mementionmu " Aries sangat cocok berpasangan dengan Leo*sodorintangan*". Namun, tak ada responmu. Rasanya aku begitu bodoh mementionmu dengan kalimat itu. Rasanya seperti membuka isi hati ini padamu. Sejak saat itu aku meyakinkan hatiku agar tak lagi menganggumu. Menutup hatiku padamu.

Sisa 10 menit lagi waktuku untuk mengucap selamat ulang tahun kepadamu. Aku masih diam. Bertarung dengan kehendak hatiku. Logika angkuh meski rasaku meronta rindu padamu. Apakah kamu masih menunggu ucapan dariku? Apakah ketika aku tak memberimu ucapan selamat, kamu akan menelponku dan mencecariku akan ulang tahunmu yang kulupakan? Apa reaksimu ketika aku berkata "aku tak lupa. Hanya memilih untuk tidak mengingat".

Dan waktu tetaplah bergerak dalam lelap yang menentramkan. Di sana aku kembali bertemu denganmu, memberimu buku karyaku sendiri yang semuanya bercerita tentangmu dan hatiku."Selamat ulang tahun,Mr.Aries". Ada senyum mengembang di wajahmu "Terima kasih, Leo" bisikmu sambil memelukku erat. Dentang jam 12 malam berbunyi nyaring di luar kamarku."Selamat ulang tahun, kamu" bisikku dalam tidur. (*)

Diikutsertakan untuk #FFSpesial
Selamat ulang tahun, Momo...:)

27 Maret 2012

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Comments

Popular posts from this blog

Dapat Kiriman Moneygram

Ini adalah pengalaman pertama saya mendapatkan kiriman uang dari luar negeri. Sedikit norak dan kampungan sih. Tapi tak ada salahnya membaginya di sini. Setelah saya googling di internet kurang yang mau berbagi pengalaman tentang transferan luar negerinya. Nah, karena Kak Yusran yang bersekolah di Amerika berniat mengirimi saya uang buat tiket ke Bau-Bau, maka dia akhirnya mengirimkan uang. Dalam bentuk dollar lewat jasa layanan Moneygram yang banyak tersedia di supermarket di Amerika. Moneygram sama seperti Western Union. Tapi Western Union lebih merakyat. Mereka bekerja sama dengan kantor Pegadaian dan kantor pos. Sehingga di kampungku pun ada fasilitas Western Union (tapi saya belum tahu berfungsi atau tidak). Moneygram sendiri setahu saya hanya bekerja sama dengan beberapa bank. Saya belum pernah tahu kalo Moneygram juga sudah bekerja sama dengan kantor pos, meskipun informasi dari teman-teman di twitter mengatakan demikian. Jasa layanan pengiriman uang macam Moneygram dan Western

Misteri Sepatu Menggantung di Kabel Listrik

Sumber : Athens News Sepasang sepatu menggantung lunglai di tiang listrik. kabel listrik tempatnya bergantung kokoh tak ingin melepaskan sepatu itu menghujam bumi. Pertama kali tiba di Athens, saya cukup heran dengan sepatu-sepatu yang tergantung di kabel-kabel listrik itu. Kutanya ke seorang teman bule tapi ia tak memberi jawaban yang memuaskan. Kupikir sepatu-sepatu itu dilempar begitu saja karena sudah dirusak atau tidak dipakai. Atau asumsiku yang lain adalah sepatu itu milih olahragawan yang berhenti dari profesi dan memilh menggantung sepatu. seperti pemain sepakbola. Tapi sepertinya asumsi olahragawan itu tidak benar, karena sepatu-sepatu yang menggantung di tiang listrik cukup mudah ditemukan. Jalan-jalanlah di seputaran Athens dan kau akan mendapati sepatu-sepatu menggantung di tiang listrik.  Uniknya sepatu yang digantung itu hanyalah sepatu-sepatu kets. Fenomena ini disebut Shoefiti dan terjadi diberbagai tempat di Amerika. Nyatanya bukan hanya saya saja yang penasar

June, I Wont Remember

Ada yang ironi membaca judul yang kubuat di atas. Mengapa? Karena dua tahun lalu saya mengumpulkan cerpen-cerpen dan prosaku dalam satu buku yang kuberi judul "June, I Remember".  June, you come. As usual. Once in a year. Setia seperti matahari pagi yang terbit. Sayangnya, Juni kali ini tidak begitu kunantikan. Ada satu, dua dan beberapa alasan kenapa saya tidak begitu senang dengan Juni. Ini hanyalah pendapat pribadi dan hanyalah pada tahun ini.  Kenangan dan ingatan akan bulan juni di masa silam terlalu romantis di kepalaku. Membulat dalam ruang kosong hampa dan beterbangan di sana. Kemudian Juni tahun ini seperti chaos yang meluluhlantakkan  ruang kosong itu. Angan membuyar, debu kenangan mengabut. Namun, sekalipun demikian kenangan-kenangan itu melekat samar di benakku. Karenanya Juni tahun ini datang membawa hawa tak menyenangkan. Saya perlu berlari. Chaos pastinya tak mampu terelakkan namun pergi adalah langkah paling kongkret untuk meminimalisir kesakitan. Maka, Juni,