Skip to main content

Satuan Gerak Bernama Cinta

Undangan berwarna ungu itu tiba di tanganku sore itu. Sebuah kehormatan diberikan langsung oleh sang calon mempelai pria. Langit sore telah menjadi malam saat ia menyerahkannya padaku. Ada rona malu-malu di wajahnya saat kubuka undangan itu di depannya. Meski samar masih mampu saya tangkap di bawah pendar lampu jalan dan bayang pepohonan. Saya telah mendengar kabar pernikahannya. Perempuan siapa yang beruntung mendampinginya. Tapi tetap ada "mini heartattack" saat membaca namanya dan nama sang perempuan di undangan ungu itu.

***
Tak pernah ada yang mampu menebak dengan siapa kelak kamu akan labuhkan hatimu. Membangun rumah dihati seseorang dan menjadikannya tempat pulang saat kamu lelah dan butuh tempat melepaskan penat. Puzzle yang saling melengkapi di undang ungu itu adalah kawan. Saya mengenalnya sebagai rekan kerja di salah satu bank swasta di kabupaten Bone. Baik mempelai pria maupun mempelai perempuan. Karena sealmamater di kampus membuat keterikatan yang cukup dekat di antara kami. Saya cukup akrab dengan keduanya. Suasana kantor yang akrab memang mendekatkan para karyawan satu sama lain. Tak jarang selalu mampu menciptakan riak-riak suka satu sama lain.

Tapi pasangan ini adalah pasangan yang tak tertebak, menurutku. Hingga saya memilih resign dari kerja, keduanya masih terlihat begitu biasa. Pergerakannya begitu halus atau lebih cocoknya bawah tanah. Lepas dari tempat kerja saya masih cukup intens berkomunikasi dengan keduanya lewat BBM. Menaruh keingintahuan yang begitu pada status-status dan Display profil BBM keduanya yang tampak saling terkait satu sama lain. Berbekal rasa curiositas yang sangat tinggi pun melakukan cek dan ricek serta verifikasi. Dan....viola saya menemukan benang merahnya. Mengkonfimasi kepada sang pria. Meski jawaban yang saya dapat ngambang namun saya bisa memastikan bahwa perempuan itulah yang menjadi ladang hati yang ia semai bibit cinta. Dan hari ini undangan warna ungu itu menegaskan bahwa Rara, perempuan yang juga teman baikku itulah yang ia pilih untuk menemaninya membangun rumah. Mewujudkan satu mimpi yang sempat ia katakan padaku di desk teller lepas waktu kerja dua tahun lalu, memiliki buku nikah.

***
Begitu ajaib rasanya melihat keduanya. Pada awalnya tidak saling mengenal. Kemudian menjadi rekan kerja di sebuah perusahaan. Lantas menemukan sebuah kecocokan pada puzzle hati yang sama-sama mencari keping. Seperti sebuah molekul tunggal yang bergerak dalam kesendirian. Tertarik oleh energi yang serupa gravitasi yang mengikat keduanya. Pada awalnya kosong tanpa tujuan, kemudian menemukan teman dan memulai sebuah perjalanan bersama. Setiap gerak memiliki tujuan dan setiap perjumpaan memiliki makna. Selalu ada alasan setiap manusia dipertemukan di dunia. Tempat kerja itu bukanlah sebuah kebetulan yang mempertemukan keduanya. Saya selalu yakin ada magnet semesta yang bergerak di sana. Mengutip Murtadha Muthahhari di undangan pernikahan mereka, satuan yang bergerak itu bernama cinta.

Selamat berbahagia. Semoga Sakinah Mawaddah Wa Rahmah.

(Tulisan ini dipersembahkan untuk pernikahan A.Zulham (Kak NoiQ) dan Miradz Djunaid (Rara) )

Comments

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan ...