Skip to main content

Negeri 5 Menara, Harry Potter Dalam Pesantren

Akhirnya setelah bilangan bulan saya mengecap juga rasanya menonton film di bioskop. Negeri 5 Menara (N5M) adalah film yang saya tonton. Booming film yang diangkat dari novel Ahmad Fuadi yang cukup dipromosikan di jejaring sosial dan televisi membuat saya tertarik menontonnya. Saya membaca novel N5M dua tahun lalu. Buku yang menceritakan kisah Alif anak Sumatra yang bersekolah di Pondok Madani, sebuah pesantren di Jawa Timur. Lika liku ceritanya mengingatkanku pada cerita Harry Potter buku 1. Tentang pesantrennya, teman-temannya, mantra Manjadda Wajadah, dan juga tentang bagaimana ia mendekati ponakan Kyai. Pokoknya, ketika saya menutup buku N5M komentar yang terbersit di kepalaku adalah Harry Potter banget.

Nah, apakah saya menemukan kesan yang sama di film N5M? Bahasa film dan bahasa buku adalah dua hal yang tidak bisa dibandingkan. Media keduanya beda. Satu dengan halaman buku dengan imajinasi pembaca yang menjadi acuan gambaran, satunya lagi bahasa visual yang terbatas pada durasi film dan skenario. Di sini, saya hanya akan membuat garis perbedaan antara gambaran imajinasiku dengan film. Yang pasti imajinasiku selalu kecewa terhadap bahasa film. Semua film.

Film N5M lebih menekankan pada cerita persahabatan Alif dan kawan-kawan. Lebih khusus kepada Baso, santri asal Gowa yang harus berhenti mondok karena neneknya sakit. Terlalu banyak cerita yang dipadatkan dalam film. Dipaksa masuk jadinya terkesan dangkal. Misalnya eksplorasi tentang Tyson, santri penjaga yang menghukum santri-santri yang terlambat. Saya juga menunggu penjelasan tentang Pondok Madina yang memberlakukan bahasa Inggris dan Bahasa Arab sebagai bahasa sehari-hari. Tapi mungkin karena film ini menggunakan bahasa Indonesia, jadi tidak dijelaskan seperti itu. Ada 3 kalimat ajaib yang menggugah Alif, namun hanya Manjadda Wajada yang dimunculkan. Padahal ketiganya menjadi benang merah pada cerita berikutnya jika akan difilmkan lagi. Selain itu saya agak kecewa dengan sosok Randai. Dalam bayangan saya, Randai adalah anak yang goodlooking dan tidak lucu. Karena kelak di buku kedua,dia berhasil menaklukkan perempuan yang menjadi idaman Alif.

Endingnya pun terlalu terbuka. Seolah-olah tidak akan ada lagi film Ranah 3 Warna, lanjutan dari N5M. Para shahibul menara pada akhirnya sukses dan mencapai cita-citanya. Saya sih berharapnya, cerita tetap gantung saja. Tak perlu ada Alif besar dan kawan-kawannya.
Satu lagi, saya tidak cukup nyaman melihat Andika yang jadi pemimpin redaksi majalah di pondok Madina. Mimiknya terlalu banyak dan tidak mencerminkan sosok pemimpin redaksi yang cerdas. Itu salah satu pemain yang membuatku mengerjitkan muka dan mengerutkan dahi.

Tapi secara keseluruhan film N5M ini cukup inspiratif. Karakter Baso menjadi tokoh yang cukup memberi inspirasi untuk terus belajar. Manjadda Wajada, Siapa yang bersungguh sungguh dia yang akan berhasil.(*)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Comments

  1. Sekali lagi ekspektasi yang berlebihan. Film ini (kurang) menarik, bahkan sempat membuat bosan. Tidak ada garis merah yg kuat menyambung sekuens demi sekuens. Bukankah ini cerita tentang Alif?

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan ...