Skip to main content

Pamit

Malam adalah saat dimana aku mampu merengkuhmu.Pada waktu terbatas antara mimpi dan realitas.Pada waktu sempit dimana aku melempar dadu dan mencari peluang apakah kamu di sana atau tidak.Mengetuk pintumu dan membiarkan aku masuk seperti kawan lama.Aku ingin menanyakan kabarmu, tapi selalu saja tak mampu terlihat lugu.Pada akhirnya kita hanya berbagi tentang cerita rekaan kita.Yang tak pernah benar_benar menginjak bumi.Mengambang di dunia antara mimpi dan khayalan.Sejatinya hanya itu yang kita miliki berdua.Meski aku meyakinkan diri bahwa ikatan ini lebih dari itu.Mampu sedikit lebih kuat.Tapi bumi terlalu kejam untuk aku pijak.Aku dan kamu hanyalah serupa roman picisan yang telah sering terjadi.Dan tak ada lagi isitimewa untuk menyimpannya serupa cerita Romeo dan Juliet
Aku pamit.Untuk semua hal yang pernah kita alami bersama.Untuk setiap detik yang selalu mengambang dalam ingatanku. Aku telah mencintaimu sepenuh hati hingga rasanya ini seperti membunuh jiwaku juga. Aku lelah terus memikirkanmu tanpa pernah yakin apakah aku terselip dalam pikiranmu meski sedetik saja.Aku lelah harus terus menangis tiap merindukanmu.Rindu yang tak pernah aku yakini kau rasakan sama. Aku lelah merapalkan kutukan-kutukan yang pada akhirnya aku tarik kembali karena tak ingin kau merasakan betapa sakitnya tak mampu lupa itu. Aku lelah ketika terbangun aku lebih dahulu mengingatmu daripada Tuhan. Aku lelah meminta pada Tuhan sebuah kemustahilan yang takkan pernah terkabulkan.

Aku menunggumu setiap saat.Membuka pintu untukmu.Menungguimu di sana.Tapi tak pernah sedikitpun kamu mengetuknya. Bahkan ketika aku telah menyalakan cahaya serupa mercusuar kamu tetap tak bergeming. Aku menyadari dirimu cukup realitis akan ikatan ini. Hanya saja aku yang tak mampu menerima bahwa realitas selalu berbanding terbalik dengan imajinasi. Aku harus keluar dari jerat ini dan kompromi konmpromi yang mungkin akan menyakitkan menjadi pilihan terakhir.

Aku ingin ini terakhir kalinya aku menangis untukmu.Terakhir kali aku merindukanmu.Menjadi waktu terakhir aku menyapamu dan berkata "semoga kita baik-baik saja". Aku tak pernah yakin itu.Butuh waktu untuk menyembuhkan luka dan luka selalu meninggalkan bekas parut yang tak pernah terhapus.Kau menandaiku dengan itu. Tanda yang tak kasat mata tapi mampu raba dalam hati. Aku menyerah. Aku terlalu mencintaimu hingga tak mampu melupakanmu.

Aku ingin menutup bab tentangmu. Halamanku masih banyak yang kosong dan takkan mungkin aku isi haya dengan memikirkanmu saja. Dirimu takkan menjamin bukan halaman-halaman kosongmu akan terisi olehku?Jadi jangan bertanya mengapa jika kelak kompromi ini tak masuk dalam akalmu. Seperti inilah caraku. Kompromi ini cukup menyakitkan untukku.Jadi kupikir kita cukup impas dengan semuanya.

Aku benar-benar lelah. Pipiku telah liat oleh air mata. Aku tak ingin terbangun dengan mata bengkak yang mampu mengingatkanku pada perihnya jalan untuk melupakanmu. Aku tak pernah mampu melupakanmu. Jadi kupikir ini cukup baik buatku, buatmu agar mampu menarik jarak.Medan magnetmu terlalu kuat hingga membuatku luka.Aku harus berhenti agar aku tak mati.

Kita tak berpisah hanya saja jalan yang kita tempuh berbeda. Jika kau percaya bumi ini bulat, maka kelak kita akan bertemu pada sebuah masa.Jika tidak, biarkan waktu membuat kita bertemu lagi. Aku tak pernah tahu seberapa banyak surga yang dibuay oleh Tuhan, tapi aku yakin kita memikirkan surga yang sama.Jika aku lebih dahulu di sana, aku akan menunggumu...

Comments

Popular posts from this blog

Telur Dadar Buatanmu

Aku mencintainya. Ia tahu itu. Ia pernah sekali mengatakan, ia menyayangiku. Sekali itu dan setelahnya tak pernah lagi kudengar. Aku berharap dia mencintaiku meski satu dan lain hal tak mampu membuat kami bersama. Kami seperti dua dunia yang berbeda. Dia adalah bumi dan aku adalah asteroid yang terlontar ke bumi. Untuk sampai ke tanahnya aku harus melewati lapis-lapis angkasa. Sakit dan membakar diri. Terbunuh dan hanya sisa debuku yang berhasil menjejak di bumi. Kami dekat. Lebih dari sekedar teman dekat. Bercerita banyak hal berbagi banyak hal. Saat aku sedih dia yang pertama kukabari. Begitu pula dirinya. Selalu ada upaya untuk kami agar bertemu dan saling bercerita. Bahkan pun jika tak lagi punya cerita kami sekedar bertemu saling berpandangan. Kata tak lagi mewakili kami. Dan biasanya kami ditemani oleh telur dadar. Satu dari sedikit yang sama diantara kami. Kami beda kota. Frekuensi pertemuan kami pun makin sedikit. Sesekali jika sempat kami meluangkan waktu bertemu. Cerita lebi...

it’s done honey

Akhirnya ujian itu aku lalui juga. Selalu ada imaji-imaji tentangnya sebelum aku benar-benar di situasi itu. Dan nyatanya imaji itu 50% tepat, 50% terlalu dibesar-besarkan oleh rasa pesimis yang selalu berada di hati. Lima orang dosen yang menjadi pengujiku. Lima orang yang membuatku tersudut dan merasa begitu kecil di ruang berukuran 3 x 4 m persegi itu. Ruangan sempit dengan AC jadul yang begitu ribut menambah ketegangan. Satu persatu memberi tatapan yang begitu menikam. Senyum tipis sedikit-sedikit tertuju padaku. Yang bagiku seperti seringai yang begitu menakutkan. Mata-mata itu menatapku tajam. Percik-percik api di membara di sudut mata itu. Rasanya begitu kecil, bodoh, dan sangat tolol berada di ruangan itu. Empat orang bertanya dan kesemuanya itu harus aku jawab. Hingga lidahku kelu dan tenggorokanku kering dan gatal. Kujawab dengan semua pengetahuan yang aku punyai saat itu. Kujawab hingga otakku tak lagi sinkron dengan gerak lidahku. Sampai aku tiba pada titik bahwa ku jug...

The Intimate Lover

sumber foto : www.amazon.com Apa yang akan kamu lakukan jika bertemu Mr. Rightman sesaat sebelum kamu menikah? Ms. Girl, perempuan yang telah bertunangan bertemu dengan Mr. Boy disuatu hari di dalam lift. Hanya mereka berdua di dalam lift yang meluncur turun dari lantai 20. "Jika tidak ada orang yang bersama kita dilift ini hingga lantai dasar, maka aku akan mentraktirmu minum"kata pria itu. Sayang, sang wanita memilih menginterupsi lift tersebut. Berhenti satu lantai sebelum lantai tujuan mereka dan memilih pergi. Tapi gerak bumi mendekatkan mereka. Tak berselang waktu mereka kembalib bertemu dan saling bercakap. Tak bertukar nama, memilih menjadi orang asing bagi masing-masing. Bertemu, berkenalan, dan melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama. Menyerahkan pada semesta kapan mereka hendak berpisah. Namun, ketika semesta mengharuskan mereka berpisah, dua orang tersebut telah saling jatuh cinta. Seberapa pun mereka berusaha berpisah, hati mereka tetap saling ...