Skip to main content

Posts

Showing posts with the label Prosa Fiksi

Aku Menunggumu Di Imlek Tahun Ini

Aku melangkahkan kaki memasuki klenteng itu. Patung-patung dewa mulai dibersihkan. Cat merah dan lukisan dewa dewi yang menghiasi dinding klenteng dipoles kembali. Beberapa sudut klenteng yang mulai rusak dipugar kembali. Batang-batang lilin telah dijejer. Lampion-lampion digantung di depan klenteng. Udara bercampur wangi dupa. Ada puluhan batang hio terbakar di dalam sebuah wadah piala besar ditengah ruangan. Ada ibu separuh baya yang sedang bersembahyang. Hio di tangannya ia lambaikan. Beberapa pengurus klenteng bersiliweran di dalam klenteng. Tak ada yang mengubris kehadiranku. Sudah tak ada lagi wajah-wajah yang aku kenal. Mungkin usia mereka telah sepuh untuk mengurus klenteng.Klenteng ini adalah satu-satu klenteng di kota kecil tempatku tinggal. Aku banyak menghabiskan masa kecilku bermain di klenteng ini. Sekalipun aku bukan penganut konghucu tapi kelenteng ini menyimpan kenangan masa kecilku juga tentang seorang kawan. Ia setahun lebih tua dari aku. Matanya sipit kulitnya put...

Kepada Lelaki Yang Menanti Hujan

http://vi.sualize.us/nicanio/rain/ Apakah hujan telah menyapu septembermu yang kemarau. Di sini timeline tentang hujan telah memenuhi layar twitterku. Tapi hujan belum juga singgah di halaman rumahku. Tanah-tanah masih berdebu. Tanaman rumputku dalam pot telah kering dan layu. Tak juga kusiram. Tapi aku tak pernah perlu khawatir dengannya. Hujan selalu mampu menguatkan akar-akarnya. Menumbuhkan tunas-tunas baru. Semacam regenerasi untuk terus melanjutkan hidup. Apakah aku merindukan hujan? Aku ingin kuat seperti matahari. Mampu meranggas apapun. Tak takluk pada dingin. Mampu membakar sedih. Hujan terlalu sendu. Menciptakan kelabu yang menyuburkan sedih. Menyirami rindu yang sendirian. Hujan terasa begitu pilu. Tapi aku lelah mencintai matahari. Aku lelah terbakar oleh rasa yang kudustai sendiri. Aku lemah mencoba kuat. Aku sedih berpura-pura bahagia. Aku dingin mencoba menjadi panas.   Apakah hujan telah menyapa kaca jendela kamarmu? Telah lama kudengar kabar darimu. Aku tahu...

Goodbye,Senior...

Ada rasa yang menggantung disini. Aku tak ingin mengidentifikasikannya. Aku sangat tahu ia apa. Tapi aku tak ingin menyebut namanya.Biarlah ia sesakral dia yang tak boleh disebut namanya. Aku pernah telah menjadi tegar tanpamu. Tapi tak pernah mampu aku menolakmu.Setiap kamu menjejak semestaku maka kau meninggalkan prasasti yang tak lekang di sana.Aku seperti mengelem hati yang rapuh. Belum kering lem tersebut kamu telah datang kembali menorehkan patahan-patahan yang tak pernah sanggup aku halangi. Mantraku lumpuh dan aku tak bergeming.Mungkin ketika kamu meminta nyawaku sekalipun saat itu aku akan memberikannya. Dirimu serupa mutan yang memiliki kekuatan hipnotis yang membuatku turut dalam skenariomu. Dan sekelebat kemudian kamu pergi. Meninggalkan hati yang kembali menjadi keping. Meninggalkanku sendirian menata keping yang serupa puzzle. Menebak bentuknya, mengelemnya, dan menangisi kembali. Dan kamu serupa meminta ijinku untuk pergi.Semudah membalikkan telapak tangan. Seperti car...

Tetap Di Sana

Aku menyukainya. Meski kadang ia membuatku sedih tanpa pernah mampu aku jelaskan padanya.Aku berhasil menempatkannya di sana.Berada di sana dan leluasa melihatnya meski ia tak mampu melihatku. Rasa-rasanya mengamati sosoknya dari kaca tembus pandang.Sedang dia tak mampu melihatku. Kupikir itu cukup adil buat kami. Aku mampu mengamatinya tanpa perlu ikut terlibat dalam lingkarannya. Selalu tak mampu aku menahan hasratku jika aku masuk dalam lingkarannya.Serupa lingkaran merlin yang mampu menyedot semua perhatianku.Tak mampu bergerak dan melawan. Ia pun tampaknya tak keberatan dengan itu. Tak ada introgasi lebih lanjut dan desakan parah. Tak ada tanya serupa keinginan. untuk mencari tahu alasan. Apakah ia paham atau tidak,aku tak pernah tahu. Biarlah kami memendam alasan alasan itu dalam hati. Menjadi serupa kelebat adalah yang ingin aku lakukan.Meski kadang aku sakaw oleh rindu untuk melihatnya. Setidaknya mengintip dari kaca kecil tembus pandang itu. Tak perlulah ia tahu serupa apa...

Pamit

Malam adalah saat dimana aku mampu merengkuhmu.Pada waktu terbatas antara mimpi dan realitas.Pada waktu sempit dimana aku melempar dadu dan mencari peluang apakah kamu di sana atau tidak.Mengetuk pintumu dan membiarkan aku masuk seperti kawan lama.Aku ingin menanyakan kabarmu, tapi selalu saja tak mampu terlihat lugu.Pada akhirnya kita hanya berbagi tentang cerita rekaan kita.Yang tak pernah benar_benar menginjak bumi.Mengambang di dunia antara mimpi dan khayalan.Sejatinya hanya itu yang kita miliki berdua.Meski aku meyakinkan diri bahwa ikatan ini lebih dari itu.Mampu sedikit lebih kuat.Tapi bumi terlalu kejam untuk aku pijak.Aku dan kamu hanyalah serupa roman picisan yang telah sering terjadi.Dan tak ada lagi isitimewa untuk menyimpannya serupa cerita Romeo dan Juliet Aku pamit.Untuk semua hal yang pernah kita alami bersama.Untuk setiap detik yang selalu mengambang dalam ingatanku. Aku telah mencintaimu sepenuh hati hingga rasanya ini seperti membunuh jiwaku juga. Aku lelah terus me...

Menutup Pintumu

Tak pernah bermaksud melupakanmu. Dirimu selalu ada di benak kapanpun itu. Ketika aku akan terlelap. Ketika aku terbangun. Bahkan dalam ruang bawah sadarku engkau selalu ada. Selalu kuinginkan untuk tahu keadaanmu. Apa yang kamu lakukan. Apa yang kamu rasa. Dan Apa yang kamu pikirkan. Aku tak berharap ada aku di sana dalam benakmu ketika kamu melewatkan hari ini. Aku selalu tahu aku tak punya ruang di sana.  Aku membuka pintu-pintu dan semua celah yang mampu kau tengok dan menemukanku di sana. Tapi aku tahu kamu takkan pernah mau masuk jika aku tak mengundangmu. Dan aku pun takkan pernah mau mengundangmu. Jadinya aku hanya membuka pintu. Duduk di ruang tamu dan melihatmu dalam benakku bahwa kamu di sana dalam samar tertelan gelap. Dan tak pernah berniat masuk kecuali aku datang menemuimu di depan pintu rumahmu. Mengetuknya dan menarikmu masuk ke ruang tamu rumahku dan bercakap-cakap. Tahukah kamu pintu-pintu itu tak pernah aku kunci. Bahkan jika kau jeli aku selalu membukanya buk...

Perjalanan Terakhir

Matahari masih dingin meski pagi mulai beranjak menuju siang. Ada rinai-rinai hujan yang yang dibawah awan tipis kelabu yang mendinginkan pukul 9 pagi itu. Selalu menyenangkan memandangi titik-titik hujan dari balik jendela kamar sambil bergelung di bawah selimut hangat. Tapi hari ini adalah beda. Tas ransel telah dikepak. Beberapa barang yang kuanggap perlu telah kumasukkan dalam kantongan kertas. Hari ini aku akan pulang ke rumah. Entah telah berapa lama aku tak pulang ke rumah. Kota telah membuatku lupa tentang sawah-sawah di desa. Bunyi jangkrik kala malam. Kebun tomat dan cabe di samping rumah.Pengairan kecil depan rumah yang selalu dipenuhi anak-anak kala sore utuk bermain air. Dan juga halaman mesjid yang selalu riuh rendah oleh anak-anak yang bermain-main di sana. Pulang kali ini serupa akumulasi semua rindu. Kota telah membentuk tiap penduduknya menjadi individualis, materialis, serta konsumtif. Aku perlu pulang kembali agar kembali peka pada sekitarku. Tidak lagi menja...

Lakon Lain Juga Tentang Cinta

Aku menciptakan dunia khusus dalam pikiranku. Kumasukkan kau di dalamnya. Sejak ada pertama kau perkenalkan padaku. Sejak dentang music pertama yang kita diskusikan. Aku telah membangun dunia yang hanya ada aku dan dirimu. Selalu menyenangkan berada disana. Sejak awal bahkan hingga kini aku selalu mampu bisa merasakan rasa yang melingkupiku sejak pertama aku membuat dunia itu. Portalnya adalah lagu itu. Setiap kali aku mendengarnya aku mampu kembali ke malam itu. Malam-malam yang mampu aku rasakan bahagianya dank au hadir begitu nyata. Tapi kini, dunia itu tak lagi ada kau di dalamnya. Aku pun sudah tak lagi harus berada di sana. Dunia itu harus dihapus dari semesta ini. Tapi aku belum menghapusnya. Aku tak mampu menghapusnya. Sesekali aku kesana. Berharap kau akan datang dan menetap seperti dulu. Namun tidak, Gerak semesta sesuai dengan hukumnya. Dan kau pun bergerak sesuai hukum semesta itu. Dan aku tak pernah bisa bergerak seperti dirimu. Dunia y...

Sebuah Lakon Tentang Cinta

Dirimu serupa field research dimana aku adalah peneliti yang melakukan research di dalamnya. Aku mengobservasimu dan berpartisipasi pada hidupmu. Dan kutemui hati yang jatuh cinta padamu.Aku ingin memilih tetap dilapangan hatimu. Agar bisa lebih dekat denganmu. Seperti Lancelot yang memilih menjadi knight of round table agar dekat dengan Lady Guinevere. Dekat denganmu dan menemanimu. Tapi sebuah kemustahilan membentang sangat luas antara kita. Aku harus sadar bahwa aku hanyalah peneliti yang harus pulang dan duduk di depan computer dan menulis banyak tentangmu. Hanya dengan tulisan itu aku dan kamu tertaut abadi. Tapi sampai detik ini feildnoteku masihlah terlalu sedikit. Aku ingin mengetahui banyak tentangmu.Masih ingin menggali luas hatimu. Mungkin kita pernah saling menunjukkan sisi paling tersembunyi dari diri kita berdua, tapi masih saja aku tak mengenalmu.  Tiap inci dirimu adalah seperti halaman yang menyajikan banyak cerita. Aku belum tuntas membacamu. Tak kan pernah tunt...