Skip to main content

Hari-Hari Pertama Ara Bersekolah




Sudah dua hari ini Ara mulai rutin ke sekolah. Ia cukup mudah bangun pagi dengan catatan tidak begadang semalam, dijamin ia akan bangun pukul 5.30 pagi. Dia bakal main-main dulu di luar. Sarapan. Ketemu temannya. Kasi makan kucing. Menyiram bunga kalo sempat. Baru berangkat ke sekolah. 

Tidak mudah beradaptasi dengan pola yang begitu cepat berubah. Rutinitas sebelumnya yang cukup enteng, adalah bangun pagi dan leyeh-leyeh. Ara bisa bebas main sampai kulitnya terbakar sinar matahari. Saya bisa asyik scroll-scroll handphone. Terus bersihkan rumah. Scroll handphone lagi. Masak. Scroll Handphone lagi. Menyapu. Scroll handphone lagi. Nyuapin Ara. Dan seterusnya. Kecuali bobo siang yang tidak pernah bisa say lakukan karena Ara selalu harus ditemani atau dijagain main.

Masuk sekolah berarti menambahkan jadwal baru pada rutinitas. Mengoptimalkan waktu sedemikian mungkin untuk mengerjakan perkerjaan rumah (memasak, menyapu, mengepel, mempersiapkan keperluan anak sekolah) dilakukan secara cepat sebelum Ara berangkat ke sekolah. Mengapa? Karena ketika Ara bersekolah, maka saya pun harus di sekolah. Maksudnya pada rentang waktu Ara di sekolah saya harus nungguin dia hingga pulang sekolah. Jadwal ini tiba-tiba hadir dan mengambil cukup banyak jatah waktu untuk membersihkan rumah dan memasak. 

Saya mencoba beradaptasi. Hari pertama, bangun jam lima mempersiapkan masakan. Mempersiapkan perlengkapan Ara. Hingga ke sekolah tepat sebelum pukul 7.30. Minus, belum masak. Cucian piring menumpuk. Saya belum mandi. Dan rumah tidak disapu. Hari kedua, bangun pukul lima. Berhasil menyapu. Menyiapkan bekal suami. Sarapan dan bekal Ara juga siap. Tapi Si Ara agak telat masuk kelasnya. Telat sekitar 10 menit. Meski sebenarnya nda masalah sih. Tapi kan ini juga tentang belajar disiplin. Sekolah tidak sekedar belajar angka dan huruf. Tapi juga belajar kemandirian, adaptasi, serta disiplin. Minus kali ini adalah saya yang belum mandi dan cucian piring ditinggal begitu saja.

Tidak mudah mengerjakan banyak hal di waktu yang sempit dengan meminta  hasil sempurna. Selalu ada kompromi. Semisalnya meninggalkan Ara sejenak dari sekolah. Pulang dan menyelesaikan PR yang tersisa kemudian balik lagi menjemput. MeninggalkanAra di sekolah terkesan “tega”. Tapi buat saya pribadi, meninggalkannya di sekolah membantunya belajar mandiri. Menguasai ketakutannya. Ia cukup gugup. Saya merasakannya. Tapi ibu gurunya pun berusaha melakukan komunikasi yang membuat ia nyaman.Bukankah sekolah harus menjadi rumah kedua buatnya? Saya memahami kendala komunikasi yang ia rasakan yang menyebabkan ia tampak sangat pendiam. Ia pun hanya menjelaskan sedikit tentang kegiatan sekolahnya. Misalnya ketika ia cuci tangan dan airnya berhenti mengalir. Atau ketika ia bermain kereta api dengan ibu guru, serta main lari ambil bola. 

Ara memiliki masalah berkomunikasi karena kosakata yang belum banyak ia ketahui dan bahasa inggris yang ia gunakan. Saya yang paling bisa memahami bahasanya bahkan ketika ia belum mengucapkan petunjuk tentang apa yang ia maksud. Komunikasi yang saya bangun dengannya pun sebenarnya sedikit banyak memengaruhi pola komunikasi dia yang sedikit. Di sekolah saya berharap ia bisa mengeluarkan lebih banyak pendapatnya. Mengkomunikasikan yang ia mau. Dan ibu guru adalah orang yang paling pas untuk memahaminya. Pada awalnya saya takut tentang kondisi tersebut. Ia bisa saja menjadi pendiam dan teralienasi. Tapi bukankah sekolah adalah tempat belajar banyak hal. Saya yakin Ara memiliki interpersonal yang sangat baik. Dan ia mampu menguasai kondisinya dengan cepat. Saya mempercayai kemampuannya untuk berteman dan berkomunikasi. Ia mungkin belum mampu bercerita banyak karena segala hal tampak baru baginya.Rutinitas yang belum dia kenali. Dia sedang belajar.  Saya pun sedang belajar. 

Meninggalkannya di sekolah bukanlah perilaku yang tidak terpuji dan tidak sayang anak. Meninggalkannya berarti memberinya ruang untuk belajar mandiri. Itu menurut saya. Toh, ibu-ibu lain tidak menunggui anaknya dari datang hingga pulang juga kok. Tapi mungkin yang harus saya lakukan adalah bangun lebih pagi biar bisa menyelesaikan semua pekerjaan lebih cepat dan bisa nungguin Ara di sekolah juga. 


Bogor, 30 Juli 2015

Comments

Popular posts from this blog

it’s done honey

Akhirnya ujian itu aku lalui juga. Selalu ada imaji-imaji tentangnya sebelum aku benar-benar di situasi itu. Dan nyatanya imaji itu 50% tepat, 50% terlalu dibesar-besarkan oleh rasa pesimis yang selalu berada di hati. Lima orang dosen yang menjadi pengujiku. Lima orang yang membuatku tersudut dan merasa begitu kecil di ruang berukuran 3 x 4 m persegi itu. Ruangan sempit dengan AC jadul yang begitu ribut menambah ketegangan. Satu persatu memberi tatapan yang begitu menikam. Senyum tipis sedikit-sedikit tertuju padaku. Yang bagiku seperti seringai yang begitu menakutkan. Mata-mata itu menatapku tajam. Percik-percik api di membara di sudut mata itu. Rasanya begitu kecil, bodoh, dan sangat tolol berada di ruangan itu. Empat orang bertanya dan kesemuanya itu harus aku jawab. Hingga lidahku kelu dan tenggorokanku kering dan gatal. Kujawab dengan semua pengetahuan yang aku punyai saat itu. Kujawab hingga otakku tak lagi sinkron dengan gerak lidahku. Sampai aku tiba pada titik bahwa ku jug...

Telur Dadar Buatanmu

Aku mencintainya. Ia tahu itu. Ia pernah sekali mengatakan, ia menyayangiku. Sekali itu dan setelahnya tak pernah lagi kudengar. Aku berharap dia mencintaiku meski satu dan lain hal tak mampu membuat kami bersama. Kami seperti dua dunia yang berbeda. Dia adalah bumi dan aku adalah asteroid yang terlontar ke bumi. Untuk sampai ke tanahnya aku harus melewati lapis-lapis angkasa. Sakit dan membakar diri. Terbunuh dan hanya sisa debuku yang berhasil menjejak di bumi. Kami dekat. Lebih dari sekedar teman dekat. Bercerita banyak hal berbagi banyak hal. Saat aku sedih dia yang pertama kukabari. Begitu pula dirinya. Selalu ada upaya untuk kami agar bertemu dan saling bercerita. Bahkan pun jika tak lagi punya cerita kami sekedar bertemu saling berpandangan. Kata tak lagi mewakili kami. Dan biasanya kami ditemani oleh telur dadar. Satu dari sedikit yang sama diantara kami. Kami beda kota. Frekuensi pertemuan kami pun makin sedikit. Sesekali jika sempat kami meluangkan waktu bertemu. Cerita lebi...

The Intimate Lover

sumber foto : www.amazon.com Apa yang akan kamu lakukan jika bertemu Mr. Rightman sesaat sebelum kamu menikah? Ms. Girl, perempuan yang telah bertunangan bertemu dengan Mr. Boy disuatu hari di dalam lift. Hanya mereka berdua di dalam lift yang meluncur turun dari lantai 20. "Jika tidak ada orang yang bersama kita dilift ini hingga lantai dasar, maka aku akan mentraktirmu minum"kata pria itu. Sayang, sang wanita memilih menginterupsi lift tersebut. Berhenti satu lantai sebelum lantai tujuan mereka dan memilih pergi. Tapi gerak bumi mendekatkan mereka. Tak berselang waktu mereka kembalib bertemu dan saling bercakap. Tak bertukar nama, memilih menjadi orang asing bagi masing-masing. Bertemu, berkenalan, dan melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama. Menyerahkan pada semesta kapan mereka hendak berpisah. Namun, ketika semesta mengharuskan mereka berpisah, dua orang tersebut telah saling jatuh cinta. Seberapa pun mereka berusaha berpisah, hati mereka tetap saling ...