Skip to main content

Libur Lebaran di Jungleland





 Kami sekeluarga memilih tidak mudik saat Lebaran Idul Fitri kemarin ( 17 juli). Karena rencana mudik yang tidak matang sehingga harga-harga tiket menjulang tinggi saat kami berpikir untuk mudik. Jadinya kami memutuskan untuk berlebaran di Bogor. Ini kali kedua buat saya dan Ara tidak berlebaran di Bone. Kami mulai terbiasa. Meski kadang masih kangen sama burasa dan ayam nasu likku’. Karena nda ada keluarga yang bakal dikunjungi, suami menyarankan untuk ke Jungleland buat jalan-jalan. Saya dan Ara sangat tidak keberatan. Kami suka jalan-jalan, apalagi kalo jalan-jalannya ke wahana permainan terluas di Indonesia yang letaknya Cuma 20 menit dari rumah. Habis Sholat Eid di IPB Baranangsiang dan salam-salaman sama tetangga sambil tukar masakan, kami pun ke Jungleland yang berada di kawasan mewah Sentul City.
 Jalan raya yang lebar. Perumahan-perumahan mewah. Pohon-pohon di kiri-kanan jalan yang tertata rapi. Design rumah yang sangat  unik. Pemandangan itu melontarkan saya pada kenangan menyusuri jalan ke Cincinati, Ohio. Serasa berada di luar negeri tanpa pedagang kaki lima dipinggir jalan. Ruko-ruko yang berdiri berjejeran dan kumuh. Atau sekadar tumpukan sampah di sisi jalan. Saya menggumam dalam hati, berapa banyak uang  yang dibutuhkan untuk membeli rumah di kawasan Sentul ini? Pastinya banyak. Kemudian saya kembali bertanya, siapa saja yang tinggal di sini? Bisa saja salah satu artis ibukota atau anggota Dewan yang terhormat. Yang pastinya bukan tipe orang seperti saya. Kalo pun saya ditawari tinggal di Sentul City, saya mungkin akan menolak. Satu alasannya, nda ada angkot yang lewat di sana. Kalo saya mau ke mall, terlalu mahal untuk menyewa taksi. Hahaha. Dan satu lagi, Akang sayur nda masuk jualan di kompleks mewah kayak gini.

Puas Main Di Jungleland


 Antrian masuk Jungleland cukup ramai. Cukup banyak yang menikmati libur lebaran bareng keluarga. Tiket masuknya untuk musim liburan seperti ini harganya mencapai Rp.250.000/orang. Anak dengan tingga 90 cm pun dikenakan harga sama dengan orang dewasa. Tapi promo dari berbagai kartu kredit dan member dari pusat perbelanjaan memberi potongan cukup besar. Dengan kartu Hypermart, saya hanya membayar  Rp.212.500/orang. Lumayan bisa hemat lebih dari Rp.100.000. 
 
 Wahana permainan di Jungleland ini cukup banyak. Bagi yang suka memacu adrenalin banyak macam permainan yang bisa dicoba untuk mengetes seberapa kuat jantung anda. Yang model diayun dan dibalikkan di udara, di lontarkan dengan gurita ke sana kemari,  hingga rollercoster  dengan lintasan panjang. Kalo pengen yang Cuma duduk saja tapi cukup membuat jantung dag-dig-dug bisa mencoba rumah jelangkung yang sangat gelap. 

 Wahana main untuk anak-anak pun beragam. Mulai yang Cuma naik kereta api, mobil-mobilan, hingga permainan esktrim ukuran mini. Ara bahkan berani mencoba permainan Mini Tower yang naik ke atas terus di turun tiba-tiba. Untuk orang dewasa, wahana ini cemen, tapi buat anak-anak ini cukup menakutkan. Ara cukup kaget saat naik ke atas dan tiba-tiba turun. Sepanjang permainan itu Ia sembunyi dibawa lengannya.  Waktu saya tanya dia takut atau tidak, jawabannya sih tidak. Hahaha. Ada Ferish Wheel kecil, Swing Boat Mini. Wahana-wahana ekstrim versi mini yang sesuai buat anak-anak.


Semua permainan anak-anak, Ara coba. Dua wahana yang tidak ia suka hanyalah Rumah Jelangkung dan Dino World. Dia takut sama hantu dan Dinosaurus. Kalo Ara puas main-main, maka saya memilih untuk tidak main sama sekali. Mungkin pengaruh usia yang sudah menua, saya tidak lagi tertarik atau lebih tepatnya sudah takut untuk mencoba wahana permainan yang bikin jantung copot. DI rumah jelangkung saja, saya hanya berani mengintip. Saat naik Ferish Wheel gede, saya tidak berani melihat ke bawah. Sepertinya saya mulai phobia ketinggian.

 Yang Kurang di Jungleland

Sekarang giliran yang negatif dari Jungleland. Salah satunya adalah cuaca yang terlalu panas dan kurang penyejuk serupa kipas angin besar di berbagai tempat. Asli kering banget kalo seharian di sana. Kurang wahana pengetahuannya. Yang ada Cuma Dino World saja. Kurang wahana Indoor yang punya AC jadi bisa jadi tempat ngadem kalo lagi kegerahan. Cemilannya cukup mahal. Air botol kecil dihargai Rp.5000 dan tidak ada air botol sedang yang dijual. Nda ada badut  maskot yang bisa diajak narsis. Nda sempat makan berat sih di sana cuma sempat makan Pop mie seduh seharga Rp.10.000.

Jadi tipsnya ke Jungleland adalah bawa topi atau  payung, kalo nda mau bawa bisa beli di sana harganya kurang lebih Rp.40.000 kalo nda salah. Bawa air cukup banyak biar nda dehidrasi. Bawa cemilan biar nda perlu belanja makanan di sana. Sunblock juga perlu. Ara tambah item habis main. Tapi dia nda kapok. “Kita pulang terus nanti datang lagi”, katanya waktu diajak pulang. 

Bogor, 18 Juli 2015


Comments

Popular posts from this blog

Dapat Kiriman Moneygram

Ini adalah pengalaman pertama saya mendapatkan kiriman uang dari luar negeri. Sedikit norak dan kampungan sih. Tapi tak ada salahnya membaginya di sini. Setelah saya googling di internet kurang yang mau berbagi pengalaman tentang transferan luar negerinya. Nah, karena Kak Yusran yang bersekolah di Amerika berniat mengirimi saya uang buat tiket ke Bau-Bau, maka dia akhirnya mengirimkan uang. Dalam bentuk dollar lewat jasa layanan Moneygram yang banyak tersedia di supermarket di Amerika. Moneygram sama seperti Western Union. Tapi Western Union lebih merakyat. Mereka bekerja sama dengan kantor Pegadaian dan kantor pos. Sehingga di kampungku pun ada fasilitas Western Union (tapi saya belum tahu berfungsi atau tidak). Moneygram sendiri setahu saya hanya bekerja sama dengan beberapa bank. Saya belum pernah tahu kalo Moneygram juga sudah bekerja sama dengan kantor pos, meskipun informasi dari teman-teman di twitter mengatakan demikian. Jasa layanan pengiriman uang macam Moneygram dan Western

June, I Wont Remember

Ada yang ironi membaca judul yang kubuat di atas. Mengapa? Karena dua tahun lalu saya mengumpulkan cerpen-cerpen dan prosaku dalam satu buku yang kuberi judul "June, I Remember".  June, you come. As usual. Once in a year. Setia seperti matahari pagi yang terbit. Sayangnya, Juni kali ini tidak begitu kunantikan. Ada satu, dua dan beberapa alasan kenapa saya tidak begitu senang dengan Juni. Ini hanyalah pendapat pribadi dan hanyalah pada tahun ini.  Kenangan dan ingatan akan bulan juni di masa silam terlalu romantis di kepalaku. Membulat dalam ruang kosong hampa dan beterbangan di sana. Kemudian Juni tahun ini seperti chaos yang meluluhlantakkan  ruang kosong itu. Angan membuyar, debu kenangan mengabut. Namun, sekalipun demikian kenangan-kenangan itu melekat samar di benakku. Karenanya Juni tahun ini datang membawa hawa tak menyenangkan. Saya perlu berlari. Chaos pastinya tak mampu terelakkan namun pergi adalah langkah paling kongkret untuk meminimalisir kesakitan. Maka, Juni,

Kartu pos Bergambar Usang

 Setelah vakum 3 tahun lebih, saya akhirnya kembali mengaktifkan kembali akun Postcrossing. Setelah memastikan   alamat rumah gampang ditemukan oleh pak pos dan pengantar barang, maka saya yakin untuk kembali melakukan aktivitas berkirim kartu pos ke berbagai penjuru dunia dan berharap kartu pos-kartu pos dari berbagai penjuru dunia mendatangi rumahku. Rumah pertama yang harus saya kirimi kartu pos beralamat di Jerman. Saya pun memutuskan untuk mencari kartu pos. Tempat yang paling pasti menyediakan kartu pos adalah di kantor pos dan toko buku. Saya memilih membeli di toko buku saja. Mutar-mutar di Gramedia dan bertanya ke karyawannya dimana bagian kartu pos,sejenak sang karyawan tertegun, kemudian balik bertanya “postcard?”. Next time, saya harus bertanya postcard alih-alih kartu pos. Ia kemudian mengantarku ke satu rak putar yang berada di sudut toko.  Di rak itu bertengger kartu pos-kartu pos berwarna putih, bergambar alam Indonesia, dengan signature khas Indone