Skip to main content

Hidden Figures Yang Menginspirasi


Awalnya saya bingung untuk menulis apa di hari pertama 2018 ini. Dulunya saya biasa menulis resolusi yang ingin saya capai di tahun baru. Tapi sepertinya saya dan resolusi tidak bisa berkawan baik. Saya hanya ingin menjalani hari-hari mendatang dengan apa adanya dan berbahagia. Tak perlu resolusi yang mendefinisikan berhasil tidaknya individu di akhir tahun. Lagi toh saya bukan marketing yang harus mencapai target.
Aniway, kali ini saya akan meresensi film. Thanks to Indihome yang telah mengratiskan semua channel selama libur Natal dan Tahun Baru sehingga ritual masa kanak-kanak kala Natal dan Tahun Baru bisa saya lakukan lagi. Marathon movie. Ara melakukannya. Anna juga. Mulai dari film Moana yang diputar ulang berkali-kali hingga The Muppets yang Ara suka nonton ulang dibagian-bagian tertentu.

Buat saya yang fakir ilmu tentang film dan aktor aktrisnya, menonton film serupa iseng-iseng berhadiah. Kadang nemu yang bagus, kadang juga nyesel nontonnya. Belakangan tiap mau nonton saya melihat rate tinggi dari para penonton. Tapi cara ini pun tidak ampuh. Sekali pernah nonton film dengan nilai tinggi dari penonton, pada saat saya nonton malah ga kuat sampai akhir. 

Ternyata, yang paling cocok buat saya adalah dengan menonton trailer film. Dari trailer film itulah saya memutuskan untuk menonton film tersebut atau tidak. Nah, libur kemarin saya menonton trailer Hidden Figure. Cukup sekilas melihat trailernya saya tertarik menontonnya.

Film ini berkisah tentang seorang perempuan bernama Katherine Globe yang diperankan Taraji P Henson. Katherine adalah  matematikawan  perempuan kulit hitam yang sangat cerdas. Bersama dua orang temannya  Dorothi Vaughan (Octavia Spencer) dan Mary Jackson (Jenelle Monae) mereka berkantor di Nasa pada bagian Komputasi Bagian Barat yang semua karyawannya adalah perempuan kulit hitam.

Film ini berlatar tahun 1961, saat Amerika dan Uni Soviet bersaing untuk menjadi yang pertama menjelajah luar angkasa. Di saat yang sama sentimen ras di Amerika masih begitu tinggi. Pemisahan ruang publik hingga teko dan toilet masih terjadi. Perempuan, kulit hitam, cerdas melawan aturan pemerintah (NASA), menghasilkan sebuah cerita epik yang penuh inspirasi. 

Dikisahkan UniSoviet selangkah lebih maju mengirim Yuri Gagarin menjelajahi angkasa. Al Harrison (Kevin Costner) memanggil semua anak buahnya untuk bekerja lebih giat, lebih cepat, lembur agar mampu mengirimkan astronot ke Angkasa luar. Katherine bertugas mengecek hasil hitung yang dilakukan para insinyur agar tak salah. Hingga kemudian dia berhasil memecahkan hitungan koordinat dimana sebuah kapsul astronot mendarat, 

Dorothi Vaughan dilain sisi merupakan teknisian yang berbakat. Ia memberikan saran untuk permukaan roket agar tidak terlepas dari bautnya karena panas yang brgitu kuat di atmosfer. Sayangnya ia hanyalah perempuan kulit hitam yang takkan mendapatkan tempat sebagai teknisian di NASA.

Mary Jackson sama menyedihkannya. Ia tidak bisa menjabat supervisor untuk tugas komputasi karena ia berkulit hitam. Hingga pada suatu waktu ia berhasil membuat IBM, komputer pertama yang sangat besar digunakan NASA untuk menghitung segala jenis soal hitung berhasil ia fungsikan.

Film yang diangkat dari kisah nyata ini benar-benar memberikan inspirasi. Cerita kuat dan para pemain begitu sukses membawakan semua perannya. Kevin Costner tak lupa Kristen Dust. Diakhir film  saya hanya mampu berkomentar "luar biasa". 

Selalu ada yang pertama yang mencatat sejarah. Maka jangan pernah takut. 

Bogor, 1 Januari 2018

Comments

  1. yang sangat membuat merinding adalah scene dimana Katherine pulang balik untuk buang air kecil di toilet yang disediakan khusus untuk penduduk kulit berwarna, dan pada saat puncaknya ketika Kevin Costner mencari Katherine dan akhirnya menghancurkan tulisan di muka WC "white only", o iya, satu lagi, ketika pilot NASA yang akan menerbangkan pesawat ulang alik nasa ditanya mengenai perhitungan lokasi pendaratan roket yang nantinya akan pulang ke bumi, dia malah menyuruh mereka menanyakan kepada Katherine, tetapi karena pilot itu tak tahu namanya, maka ia hanya mengatakan "the smart one" not "the black one" ^_^, o iya adegan pembuka film saat polisi kulit putih mengawal mereka menuju NASA juga sangat menggelikan, padahal sy menjagokan film ini mendapat oscar, entah salah satu kategorinya, atau bahkan film terbaik

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kak Rahe!!!!! Senangnya dirimu berkunjung di sini :D. Adegan2 itu memang sangat kuat ya. Tapi saya suka juga penggambaran tokoh2 perempuannya. Mereka ga manja dan penuh manner meski pas mau protes atau mengajukan keberatan. mungkin tipikal perempuan afro amerika kali ya. beberapa kali nonton film tentang Afro Amerika selalu kayak gitu penggambarannya. Saya beruntung menonton film ini. Udah nonton The Helper? temanya kayak gini juga. yang main Jenelle Monae juga.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dongeng Kita

Siang ini aku terjaga dari tidur panjangku. Seperti seorang putri tidur yang terbangun ketika bibirnya merasakan hangat bibir sang pangeran. Tapi, aku terjaga bukan karena kecupan. Namun karena aku merasakan indah cintamu di hariku. Mataku tiba-tiba basah. Aku mencari sebab tentang itu. Namun yang kudapati haru akan hadirnya dirimu. Memang bukan dalam realitas, namun pada cinta yang telah menyatu dengan emosi. Kita telah lama tak bersua. Mimpi dan khayal telah menemani keseharianku. Tiap saat ketika aku ingin tertidur lagu nina bobo tidak mampu membuatku terlelap. Hanya bayangmu yang selalu ada diujung memoriku kala kuingin terlelap. Menciptakan imaji-imaji tentangmu. Kadang indah, kadang liar, kadang tak berbentuk. Tapi aku yakin ia adalah dirimu. Menciptakan banyak kisah cinta yang kita lakoni bersama. Aku jadi sang putri dan dirimu sang pangeran itu. Suatu imaji yang indah...

jurnalistik siaran, pindah kost-kostan, dan "capek deh!"

Akhirnya, kembali bisa menyempatkan diri sejenak ke Teras Imaji. Sedikit berbagi kisah lagi dengan diri sendiri. Sekedar untuk sebuah kisah klasik untuk Saraswati dan Timur Angin kelak. Aku tak pernah menyangka bahwa aku bisa bertahan sampai saat ini.meski tugas kuliah menumpuk. Keharusan untuk pindah pondokan. Kewajiban lain yang belum terselesaikan.Problem hati yang menyakitkan. Serta kontrak yang tersetujui karena takut kehilangan peluang meski tubuh ini harus sudah berhenti. Siang tadi (15 nov 06) seharian ngedit tugas siaran radioku. Tak enak rasanya pada teman-teman, memberatkan mereka. menyita waktu yang seharusnya untuk hal lain. Tak enak hati pada Pak Anchu, penjaga jurusan. yang tertahan hanya menunggu kami menyelesaikan tugas itu. Dengan modal suara fals nan cempreng toh aku pun akhirnya harus sedikit PD untuk membuat tugas itu. Meski hanya menguasai program office di komputer, toh aku harus memaksakan belajar cool-edit (yang kata teman-teman yang udah bisa merupakan sesuatu...

mulai ngerti

akhirnya mulai ngerti juga...meski awalnya ngejelimet ternyata sesuatu yang awalnya kita tak tahu kalo belajar jadinya bisa ya (ini pesannya mamaku) udah dini hari...harus pulang besok (nanti Pagi, maksudnya) harus kuliah pagi tengah malam nanti aku lanjutin lagi gud nite