Skip to main content

Lelaki Yang Mencinta Dengan Sederhana

Rambutnya gondrongnya telah memutih. Jenggot panjangnya pun demikian. Topi rajutan berwarna biru tua menutupi rambutnya yang panjang. Kulitnya makin hitam terbakar matahari. Hanya itu yang berubah dari sosoknya. Terakhir kulihat sosoknya tiga tahun lalu. Saat saya merampung kuliah. Baru kali ini kami kembali bersua dan saling bertukar sapa. Saya jarang mengunjunginya meski saya tahu dia selalu di sana. Di jalan politeknik Unhas. Tempatnya mangkal menunggu penumpang dengan becak cicilan yang mungkin telah lunas.

Namanya Pak Kuasang. Saya cukup akrab dengannya. Waktu ngekost di depan danau Unhas saya selalu menggunakan becaknya. Dia akrab dengan semua mahasiswa yang selalu lewat jalan politeknik Unhas. Kadang kalo hanya sekedar nongkrong di depan danau kala sore hari Pak Kuasang dengan ramah menyapa semua orang yang memanggilnya. Kadang singgah sejenak untuk ngobrol jika sedang tidak mengantar penumpang.

Saya pernah menuliskan profilnya disebuah website citizen Journalisme. Panyingkul.com. Dari proses penulisan profilnya lah saya banyak tahu tentang Pak Kuasang. Ia berasal dari Jenneponto. Merantau ke Makassar berpuluh-puluh tahun yang lalu. Menggantungkan hidupnya dari profesi tukang sapu Unhas dan menarik becak. Membiayai istrinya yang buta dan ketiga anaknya. Ia mengontrak kamar kecil di sekitar kampus Unhas. Pernah sekali saya berkunjung ke rumah kost tempatnya ngontrak. Sebuah kamar berukuran 2 x 2 m yang sangat sempit. Saya selalu beranggapan kamar kostku yang bertarif 1.000.000/tahun kala itu sebagai kost paling sempit di dunia. Tapi kenyataannya kamar kontrakan Pak Kuasang lebih kecil dan lebih kumuh lagi. Untungnya anak-anaknya sudah pada berkeluarga sehingga ia hanya tinggal berdua dengan istrinya.

Suatu kali ia pernah di bacok oleh sesama tukang becak. Karena perebutan lahan. Ia harus dirawat intens di rumah sakit. Lengan kanannya yang terkena bacokan harus dipasangi besi. Teman-teman yang mengenalnya bahu membahu memberi sumbangan. Begitu juga dengan Panyingkul.com yang melakukan penggalangan dana. Dana itu cukup membantu proses operasi Pak Kuasang.

Saat dirawat di rumah sakit ia tidak lagi bekerja di Unhas. Tempatnya digantikan oleh orang lain. Sehingga ia otomatis hanya menarik becak saja. Tapi tak pernah sedikit pun kulihat gurat sedih di wajahnya. Ia selalu tersenyum. Ia mensyukuri segala hal dalam keterbatasan. Tidak menuntut sesuatu diluar kemampuannya.

Sore itu kala saya dan kamu menemuinya ia masih saja mengenaliku. Kamu menangis melihat sosoknya. Mungkin jenggot yang panjang dan rambut gondrongnya cukup menyeramkan buatmu. Menanyakan kabarnya dan menanyakan kabar orang-orang yang saya kenal dan ia kenal. Apakah mereka masih saling bertemu atau tidak. Ketika kutanyakan istrinya, ia menunjuk sosok perempuan yang duduk di kios pinggir jalan. Seperti itulah mereka menikmati hidup. Menyertai suami menarik becak. Mendengar lalu lalang kendaraan. Bising jalanan tanpa perlu melihatnya. Mereka tak butuh hingar bingar mall. Atau kebioskop untuk memperoleh tontonan. Pak Kuasang tak butuh makan malam romantis dengan lilin menyala dan musik mengalun. Ia dan istrinya mampu menikmati makan malam yang tak kalah romantis dengan pendaran lampu kota dan klakson kendaraan.

Mereka menikmati hidup tanpa tuntutan-tuntutan kemewahan yang harus dipenuhi. Mereka berbahagia dengan cara yang sederhana. Asalkan kebutuhan sehari-hari telah cukup dan tak ada yang sakit. Kupikir seperti itulah kita harus menjalani hidup nak. Kita perlu banyak belajar dari Pak Kuasang. Cinta mungkin sudah menggenapi segala hal di tengah keterbatasan.(*)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Comments

  1. bahagia dengan cara sederhana.... ^_^
    **salm kenal mbk dwi....

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Indecent Proposal

sumber foto : tvtropes.org Seorang bilyuner menawariku one billion dollar untuk one night stand dengannya. Aku bingung. Aku dan suami sedang tidak punya uang dan satu juta dollar begitu banyak. Mampu membiaya hidup kami. Disisi lain aku  mencintai suamiku, rasa-rasanya ini tidaklah patut. Tapi kami benar-benar tidak punya uang. Aku ingin melakukannya untuk suamiku. Aku mencintaiku dan tidak ingin melihatnya terlilit utang. Kami memutuskan mengambil tawaran itu. This is just sex bukan cinta. Ini hanya tubuhku. Aku dan suami memutuskan setelah semalam itu, kami tidak akan mengungkitnya lagi. Setelah malam itu. Kami berusaha menebus  properti kami yang jatuh tempo. Sayangnya, bank telah menyita dan melelangnya. Seorang pengusaha telah membelinya. Kami putus asa. Suamiku tiba-tiba berubah. malam itu, Ia mempertanyakan apa yang saya dan bilyuner itu lakukan. Padahal kami sepakat untuk tidak mengungkitnya. Saya menolak menjawab pertanyaannya. Saya tidak ingin lagi menginga...

Sengsara Membawa Nikmat

  Judul : Sengsara Membawa Nikmat Penulis : Tulis Sutan Sati Penerbit : Balai Pustaka Midun, lelaki muda baik budinya halus pekertinya disukai warga sekampung. Namun, hal ini menciptakan kebencian Kacak, kemanakan Tuanku Laras, kepada Midun. Segala cara dilakukan Kacak untuk menjebak Midun. Hingga akhirnya ia menyewa pembunuh untuk menghabisi nyawa Midun. Untungnya, Midun masih mampu menghindar dari tikaman pisau. Namun perkelahian itu menjebloskan Midun ke penjara. Membuatnya terpisah dari keluarganya. Penderitaan tak berhenti di situ, di penjara pun Midun menerima siksaan. Hingga masa ia bebas, ia memilih tak pulang ke Bukit Tinggi. Ia memilih mengadu nasib ke Betawi mengantar Halimah, perempuan yang ditolongnya pulang ke Bogor. Di tanah Jawa inilah lika liku hidup membawanya menjadi asisten demang dan pulang ke tanah Padang.  Judul buku ini cukup mencerminkan cerita lengkap sang tokoh utama. Kemalangan silih berganti menimpa sang tokoh utama. Namun berpegang pada keyakinan ...

Misteri Sepatu Menggantung di Kabel Listrik

Sumber : Athens News Sepasang sepatu menggantung lunglai di tiang listrik. kabel listrik tempatnya bergantung kokoh tak ingin melepaskan sepatu itu menghujam bumi. Pertama kali tiba di Athens, saya cukup heran dengan sepatu-sepatu yang tergantung di kabel-kabel listrik itu. Kutanya ke seorang teman bule tapi ia tak memberi jawaban yang memuaskan. Kupikir sepatu-sepatu itu dilempar begitu saja karena sudah dirusak atau tidak dipakai. Atau asumsiku yang lain adalah sepatu itu milih olahragawan yang berhenti dari profesi dan memilh menggantung sepatu. seperti pemain sepakbola. Tapi sepertinya asumsi olahragawan itu tidak benar, karena sepatu-sepatu yang menggantung di tiang listrik cukup mudah ditemukan. Jalan-jalanlah di seputaran Athens dan kau akan mendapati sepatu-sepatu menggantung di tiang listrik.  Uniknya sepatu yang digantung itu hanyalah sepatu-sepatu kets. Fenomena ini disebut Shoefiti dan terjadi diberbagai tempat di Amerika. Nyatanya bukan hanya saya saja yang pen...