Skip to main content

Kami Menonton Titanic

Film Titanic salah satu film yang tercatat di dalam sejarah perfilman dunia. Film besutan James Cameron tahun 1997 menggondol 11 piala oscar dari 14 nominasi yang disabetnya. Waktu film Titanic yang diperankan oleh Leonardo De Caprio dan Kate Winslet ini booming, saat itu saya duduk di kelas enam SD. Setiap hari saya menonton soundtracknya di MTV. My heart will go on, Celine Dion. Karena terlalu sering dengar saya sampai menghapal lagunya. Saya sangat ingin menonton film yang diangkat dari cerita nyata tentang tenggelamnya kapal mewah Titanic. Saat itu, kakak Anti sudah kuliah dan kakak Ipah kelas 3 SMA. Mereka berdua menonton film itu dan tidak mengajak saya. Catatan harian SMPku merekam keinginanku untul menonton film itu. Poor Me. Karena saya masih SD, ini film dewasa, dan pastinya saya tinggal di kampung. Dan Titanic hanyalah menjadi film yang tak pernah selesai saya tonton sekalipun telah diputar stasiun televisi swasta dan DVD bajakannya beredar luas.

Menyambut 100 tahun tenggelamnya kapal Titanic maka James Cameron memformat film Titanic ke 3D dan ditayangkan ulang di bioskop. Kesempatan ini tak ingin saya lewatkan. 14 tahun lalu saya sangat ingin menontonnya dan satu mimpi kecil siap terwujud. Rasanya benar-benar begitu tua menonton film yang dulunya booming saat saya masih memakai seragam SD dan menontonnya di bioskop di usia 25 tahun sambil menggendong anak. Ara tidak boleh ketinggalan. Sekalipun ia sama sekali belum paham, saya tetap membawa ikut nonton. Tak ada orang yang bisa menjaganya, lagian saya memang berniat membawanya tiap saya menonton film di bioskop. Ini film keduanya. Setelah film pertama yang sedikit agak religius, Ara menonton film Titanic yang sedikit agak vulgar. (Ara, bukan mama tidak memberi tayangan edukatif, tapi kamu memang tidak menonton dalam arti sebenarnya). Jam tayang yang cukup larut hingga pulang jam 12 malam.(Mama bandel ya. Jangan dicontoh).

Kakak Ipah, Ema, Were, dan Wardi (yang ini dipaksa nonton) menjadi teman nonton untuk bernostalgia pada masa silam. Wow, Leonardo Di Caprio saat itu berusia 21 tahun. Muda dan tampan. Berbeda di film Inception yang mulai berkerut dan berrahang keras. Tapi ketampanannya tetap sama:D. Sayangnya, menonton film Titanic di jaman galau seperti sekarang ini membuat para penonton mewek :'(. Termasuk saya meski tidak sampai berurai air mata dan sesunggukan. Jack Dawson adalah tipe pria yang menjadi boy in the dreamnya para perempuan. Seniman, penyayang, setia, dan rela berkorban. Tipe pria siaga. Saya yang hanya penonton pun sampai "meleleh" tiap dialog-dialog romantisnya. Apalagi di scene-scene terakhir ketika kapal tenggelam dan semua orang berusaha menyelamatkan diri. Dialog ketika Rose di kayu apung sementara dirinya mengapung di air. Ia berkata bahwa ketika ia memenangkan tiket kelas tiga kapal Titanic dari hasil judi dan mempertemukannya dengan Rose adalah hal yang paling baik yang terjadi di hidupnya. "Karena ia membawaku kepadamu" katanya pada Rose. Setiap orang mungkin menganggap bahwa kemenangan judinya adalah kesialan bagi dirinya karena mengantarnya pada kematian. Tapi bagi Jack, itu adalah jalannya bertemu dengan Rose. Dan ia mensyukurinya. Scene yang juga bikin menangis ketika Rose duduk di sekoci dan harus berpisah dari Jack. Sangat dramatis dengan unsur slow motion saat sekoci digerek turun. Scene itu hanya sedikit dialog tapi begitu ngena di hati. Seperti sepasang yang tak ingin berpisah. Puncaknya adalah ketika Rose memutuskan loncat dan kembali ke kapal. Berlari menemui Jack. "At least, I'm with u" katanya. Saya bisa merasakan apa yang Rose rasakan. Saat kamu harus berpisah dengan orang yang kamu cintai dan kamu juga tahu bahwa mungkin itu adalah kesempatan terakhirmu bersamanya. Yang ingin kamu lakukan adalah menghabiskan sisa waktu yang kalian miliki bersama. At least, I'm with u.

Tak perlulah kujelaskan secara rinci cerita film Titanic di sini. Ini hanyalah sebuah film romantis tentang Jack dan Rose yang bersettingkan kapal Titanic yang benar-benar tenggelam di pelayaran perdananya dari London ke Amerika. Saya menemukan dua kesamaan dialog antara Avatar dan Titanic. "I see u". Meskipun di Titanic tidak terlalu sering diucapkan,tapi bagi penonton yang memiliki tingkat kepekaan rasa mampu menangkap makna dari sekedar " I see u".

Ketika film selesai, rasanya galau bertambah banyak. Setiap perempuan memimpikan lelaki seperti Jack Dawson, tapi mereka juga menyadari tak ada pria seperti itu di dunia. Karenanya karakter Jack dibuat. Agar bayangan tentang pangeran tampan berhati baik selalu tetap ada meski tidak didongengkan lagi lewat cerita putri kerajaan.

Tuntas sudah satu keinginan kecil waktu SD. Sepertinya saya mulai berharap untuk bisa menonton film Ada Apa Dengan Cinta di bioskop. (*)

Comments

  1. Anonymous4/17/2012

    AADC kan bulan Februari kemarin sudah pernah tayang di bioskop mba.. wah.. ketinggalan info ya :D

    Titanic ini film favorit saya sepanjang masa deh! Jaman SD dulu juga saya nontonnya di bioskop diajak papa hehehe setelahnya? berjuta kali nonton di DVD :D

    Eh iya, ajak anak nonton di bioskop sejak kecil tapi didampingi dan diajari itu kayanya malah bagus, kok :) saya produk keluar masuk bioskop dari kecil soalnya hehe

    salam kenal ya mba :)

    ReplyDelete
  2. Anonymous4/17/2012

    wah tadi nulis panjang tapi ga masuk :(

    AADC sudah sempat ada di bioskop mba Februari kemarin... mungkin tunggu 10 taunan lagi hehehe

    Mengajak anak ke bioskop dari kecil rasanya bakal jd pengalaman menyenangkan buat anak... skalian latihan ya buat selalu diajak nonton film yang berkualitas... asal didampingi kan gapapa :) saya produk yang dari kecil dibawa ke bioskop soalnya :D

    btw, salam kenal lho mba :)

    ReplyDelete
  3. Mbak Nat : komentarnya perlu aku moderasi dulu baru bisa kliatan. Soalnya kadang ada spam yg masuk:). Iya kemarin AADC diputar kembali, cm bwt wilayah jakarta. Makassar ga kebagian. Semoga nnti bs diputar lagi. Salam kenal mbak :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tips Memilih Majalah Anak Untuk Buah Hati

Menanamkan hobby membaca pada anak perlu dilakukan sejak dini. Kebiasaan membaca haruslah dimulai dari orang tua. Memberi akses pada buku-buku bacaannya salah satu langkah penting. Namun, membacakan cerita dan mendapatkan perhatian anak-anak merupakan tantangan tersendiri.  Ara dan Buku Bacaannya Saya mengalaminya sendiri. Ara (3 tahun) cukup gampang untuk bosan. Memintanya fokus mendengarkan kala saya membacakannya buku cukup susah. Pada waktu-waktu tertentu ketika dia menemukan buku yang menarik perhatiannya, dia dengan sukarela memintaku mengulangnya berkali-kali. Namun, ketika saya membacakannya buku yang tidak menarik minatnya, dia memilih bermain atau sibuk bercerita sampai saya berhenti membaca. Untuk menarik minatnya akan buku, setiap kali ke toko buku saya membiarkannya memilih buku apa yang ingin dia beli. Kebanyakan pilihannya ada buku cerita dengan karakter favoritnya, Hello Kitty. Untuk buku anak- anak pilihanku, syaratnya adalah ceritanya pendek, kalimatnya mudah ia paham

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan

Misteri Sepatu Menggantung di Kabel Listrik

Sumber : Athens News Sepasang sepatu menggantung lunglai di tiang listrik. kabel listrik tempatnya bergantung kokoh tak ingin melepaskan sepatu itu menghujam bumi. Pertama kali tiba di Athens, saya cukup heran dengan sepatu-sepatu yang tergantung di kabel-kabel listrik itu. Kutanya ke seorang teman bule tapi ia tak memberi jawaban yang memuaskan. Kupikir sepatu-sepatu itu dilempar begitu saja karena sudah dirusak atau tidak dipakai. Atau asumsiku yang lain adalah sepatu itu milih olahragawan yang berhenti dari profesi dan memilh menggantung sepatu. seperti pemain sepakbola. Tapi sepertinya asumsi olahragawan itu tidak benar, karena sepatu-sepatu yang menggantung di tiang listrik cukup mudah ditemukan. Jalan-jalanlah di seputaran Athens dan kau akan mendapati sepatu-sepatu menggantung di tiang listrik.  Uniknya sepatu yang digantung itu hanyalah sepatu-sepatu kets. Fenomena ini disebut Shoefiti dan terjadi diberbagai tempat di Amerika. Nyatanya bukan hanya saya saja yang penasar