Skip to main content

Fantastic Beasts dan Kerinduan yang terobati



Saya kelas 6 SD saat itu, ketika saya dan kakak saya menabung uang jajan   Rp. 500 kami tiap hari hanya untuk membeli satu buku yang kami baca di majalah Bobo sebagai buku paling laris saat itu. Buku itu bercerita tentang seorang anak laki-laki yang juga adalah penyihir. Masih saya ingat sampul buku yang saya lihat di majalah itu, seorang anak yang terbang dengan sapunya sambil menangkap bola. Sampulnya bernuansa ungu dan emas. 

Setelah itu kami larut akan kisah sihir Harry Potter. Saya bertumbuh, karakter dalam buku pun demikian. Saya menularkan virus Harry Potter pada teman-teman sekolah. Indent di toko buku dan mengantri tengah malam (bersama pacar) di hari peluncurannya demi menjadi salah satu yang pertama membaca bukunya. Rela bolos sekolah demi menonton filmnya. Sungguh Harry Potter benar-benar menjadi bagian hidup saya. Beruntungnya, pacar saya pun menyukai serial ini. Kami sama-sama membaca bukunya dan menonton filmnya. Sekali pernah kami harus pisah kursi demi bisa menonton film Harry Potter. 

Dan datanglah masa dimana serial buku tersebut berakhir. Film-filmnya pun selesai tayang. Kemudian saya bertanya dalam hati, akankah saya akan merasakan hal yang sama lagi terhadap sebuah buku? Keriangan yang meledak, kesedihan yang menggalaukan akan ceritanya? 

Saya membaca karya JK Rowling setelah Harry Potter seperti Casual Vacancy, Cuckoo's Calling, The Silkworm. Namun  Harry Potter tidaklah tergantikan. Entah sampai kapan saya harus menunggu sebuah buku mampu menyihir saya layaknya buku Harry Potter?

Kemudian film Fantastic Beast amd Where You Can Find Them kabarnya diangkat ke layar lebar. Saya tidak antusias menunggunya. Buku itu cukup tipis berisi nama-nama binatang sihir yang dikarang Newt Scamander. Apa yang menarik dari cerita seperti itu? 

Sampai film itu dirilis di bioskop saya tidak terlalu antusias menontonnya. Suami pun demikian. Saat menuju bioskop pun masih sempat saya mengajukan opsi untuk membatalkan. Saya pun berencana menontonnya hanya karena sudah jarang ke bioskop.


And...it's beyond expectation. Musik pembuka mengantarkan kenangan akan film-film Harry Potter. Kemudian layar menampilkan judul film dengan huruf khas Harry Potter. 

Cerita dibuka ketika sebuah kapal berlabuh di pelabuhan New York, Amerika. Seorang pria Inggris dengan koper yang kuncinya selalu membuka  mengantri di imigrasi. Ia tampak gusar akan isi tasnya. Petugas imigrasi memintanya membuka koper itu. Ia menekan sebuah tombol bertuliskan "muggle" dan sang petugas menemukan koper berisikam baju dan kaos kaki biasa. "Welcome to Amerika", kata sang petugas. Newt Scamander melangkahkan kaki di dunia dimana para penyihir harus bersembunyi. 

Di depan sebuah bank sekelompok orang berdemonstrasi. Mereka menyerukan tentang para penyihir yang hendaknya dibasmi. Newt berusaha menghindar, sayangnya satu binatangnya meloloskan diri. Disinilah petualangan dimulai!

JK Rowling turun tangan langsung menulis skenario film ini. Awalnya ia berencana membuat trilogi tapi ia memutuskan untuk membuat pentalogi. Ant it's even better. Biasa kamu bayangkan, kita akan disajikan kembali cerita dunia sihir dengan segala alam magisnya. Orang-orang mengucap mantra,mengayunkan tongkat sihir, berduel mengalahkan penyihir hitam dan yang pasti penuh dengan mahluk sihir. 

Film ini berlatar 70 tahun sebelum Harry Potter lahir. Mengelaborasi cerita penyihir hitam bernama Ginderwald yang cukup sering ditemukan cerita di serial Harry Potter. Akan ada Albus Dumbledore dan semoga akan ada juga Hogwarts serta Hogwarts Express. 


Film ini mengobati kerinduan saya akan Harry Potter dan membuat saya harus menanti dengan sabar 4 film berikutnya. Buku skenario dari film ini pun sudah dicetak dan dijual di luar negeri. Sepertinya buku tersebut akan menjadi koleksi berikutnya. 

Bogor, 21 November 2016

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

S2 : Belum Minat Tuh

Berfoto bersama penerima beasiswa Ford (Semoga terciprat aura Beasiswanya. Amin) Bagi sebagian orang melanjutkan studi hingga ketingkat Strata Dua atau Master menjadi sebuah kewajiban. Bagiku? Hmmm…..Mungkin belum. Seminggu lalu saya dan suami mengunjungi pameran pendidikan Amerika yang diselenggarakan Indonesian Interational Education Foundation di gedung Smesco. Terdapat lebih 20an stand universitas dari segala penjuru Amerika. Ada Ohio University, Iowa University, dan banyak macam lagi yang namanya baru aku dengar. Tapi yang pastinya tidak ada Harvard University dan Massachusetts Institute Techonology (MIT) tempat kuliah orang-orang cerdas di dunia. Mereka menyediakan liflet dan brosur informasi tentang universitas mereka. Selain itu ada pula bule-bule yang menjadi tempat bertanya tentang tata cara untuk mendaftar dan bergabung di universitas tersebut. Jika melanjutkan S2 saya pun belum tahu harus mengambil studi apa. Program studi S1 saya adalah jurnalistik. Mungkin ini bisa m...

Indecent Proposal

sumber foto : tvtropes.org Seorang bilyuner menawariku one billion dollar untuk one night stand dengannya. Aku bingung. Aku dan suami sedang tidak punya uang dan satu juta dollar begitu banyak. Mampu membiaya hidup kami. Disisi lain aku  mencintai suamiku, rasa-rasanya ini tidaklah patut. Tapi kami benar-benar tidak punya uang. Aku ingin melakukannya untuk suamiku. Aku mencintaiku dan tidak ingin melihatnya terlilit utang. Kami memutuskan mengambil tawaran itu. This is just sex bukan cinta. Ini hanya tubuhku. Aku dan suami memutuskan setelah semalam itu, kami tidak akan mengungkitnya lagi. Setelah malam itu. Kami berusaha menebus  properti kami yang jatuh tempo. Sayangnya, bank telah menyita dan melelangnya. Seorang pengusaha telah membelinya. Kami putus asa. Suamiku tiba-tiba berubah. malam itu, Ia mempertanyakan apa yang saya dan bilyuner itu lakukan. Padahal kami sepakat untuk tidak mengungkitnya. Saya menolak menjawab pertanyaannya. Saya tidak ingin lagi menginga...

Spring Forward, Fall Back

Pagi ini saya terbangun dengan jendela kamar yang mulai meremang. Cahaya putih menerobos masuk di sela-sela tirai jendela. Pagi datang seperti biasa. Selalu mengejutkan. Untuk bangun subuh rasanya selalu mustahil. Jam 5 masih dini hari. Sedangkan jam delapan menurut otakku sudah begitu siang. Tapi sebenarnya jam delapan itu masih serupa jam enam pagi di sini. Matahari masih terlalu malas untuk bersinar. Jejak malam masih betah di kaki langit. Refleks saya mengintip ke arah jam weker di atas meja. Seakan berkata padaku ini sudah pukul 9. Ayo bangun!!! Masih pagi dan masih normal, pikirku. Kuintip handphoneku. Angka 08.00 tertera jelas. Handphone ini perlu direset ulang, pikirku. Blackberryku memang sering hang. Apalagi ketika sedang lowbat. Jam pasir penanda loadingnya kadang muncul jahil dan menyeringai menjengkelkan. Perlu meresetnya ulang jika harus digunakan normal. Tapi pagi ini jam pasirnya tidak hadie. Pertanda handphoneku tidak perlu direset dan berada dalam kondisi normal. Ta...