Skip to main content

Cerita Foto Pernikahan



Pada suatu hari beberapa tahun silam, suami menelepon dari bandara Soekarno Hatta. Suaranya lesu. Ia mengabarkan bahwa ranselnya tertinggal di bandara dan ia tidak dapat menemukannya lagi. Kala itu ia hendak ke Amerika melanjutkan kuliah. 

Dalam ransel itu ada laptop dan ijazah. Syukur-syukur paspornya tidak ikut hilang. Beruntungnya lagi, meski beberapa dokumen hilang, ia tetap bisa ke Amerika tanpa halangan berarti. Meski demikian sedih juga mengingat beberapa dokumen penting hilang. Juga file-file di laptop. Juga beberapa file foto pernikahan kami. 

Waktu itu saya memang hanya meminta pada fotografer yang adalah teman kampus untuk memberikan dalam format file saja tanpa perlu dicetak. Maka beberapa bulan sebelumnya file foto itu saya simpan di laptop suami tanpa back up di laptop lain. 

Sehingga ketika laptop suami hilang maka hilang pula lah bukti-bukti resepsi pernikahan kami. Yang kami punya hanya foto-foto dari kawan-kawan yang dibagi di fesbuk yang ukuran tak memungkinkan lagi untuk dicetak ukuran besar dan dipajang di ruang tamu. 

Saya pun mengikhlaskan kenyataan bahwa kelak saya tidak lagi bisa memperlihatkan foto pernikahan saya pada anak-anak. 

Hingga beberapa hari kemarin, Maman ashari a.k.a Papa Azka a.k.a Cokke mengirimi saya pesan. Menanyakan alamat email. Saya balik bertanya buat apa. Kemudian ia mengirimkan beberapa foto. "Kali aja mau kak. Nemu si harddisk external", katanya. Foto-foto itu adalah foto pernikahan saya dan suami. 114 foto. "Mau, mau, mau", jawab saya. 

Foto-foto itu dikirim dalam format file zip biar lebih mudah untuk kirim via email. Akhirnya saya punya bukti kalp saya sudah menikah. Sebenarnya selama ini saya mengira menikah dengan Song Jong Ki, sayangnya bukti foto mengatakan saya menikah dengan Yusran Darmawan. But it's even  better. Kalo gue sama SJK, mbak SHK bareng siapa #eh #tetepSSC. 

Akhirnya file-file foto itu kembali. Kupikir saya tidak pernah lagi menemukannya. Sudah saatnya memilih foto yang bakal dipajang di ruang tamu. Dan juga dicetak dalam bentuk buku foto.(*) 

Bogor, 2 November 2016

Comments

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan ...