Skip to main content

Tentang Sahabat yang Berpulang

Sebuah pesan masuk ke grup WA teman-teman SMAku. Grup yang selalu ramai dengan perbincangan nostalgia, basa-basi, atau sekadar sapa menyapa dengan kawan-kawan di sekolahan dulu. Saya hanyalah silent reader di sana. Menengok sesekali meski kadang terlalu susah mengejar dan mengerti tema perbincangan saking ramainya sahut-sahutan. 

Namun, pesan kali tak kuasa membuatku sekadar diam. Sebuah kabar tentang seorang kawan yang berpulang. Pesan belasungkawa mengalir. Saya sedih dan terkenang olehnya. 

Ia adalah teman sedari kecil. Sejak dari SD hingga SMA, kami selalu satu sekolah. Kami tetangga kampung. Rumahnya, meski agak jauh dari rumahku, tapi sering kukunjungi dengan berjalan kaki. Saya sering main ke rumahnya. 

Ia punya toko dan saya selalu membeli permen dan coklat jualannya. Soalnya kadang jualannya tidak ada di toko lain. Saya pun sering ke rumahnya jika lebaran. Di rumahnya selalu ada kue tart yang enak dan selalu disajikan saat say dan teman-teman ma'siara. 

Kami tidak lagi begitu dekat saat SMP dan SMA karena beda kelas. Namun kami masih sering barengan di angkot dan berbalas senyum. 

Setelah SMA kami tidak pernah lagi bertemu atau kontak-kontakan. Hingga kabar meninggalnya menyapa   sore ini. 

Kematian adalah keniscayaan. Namun hadirnya selalu mengejutkan. Terlebih jika ia adalah kawan, kenalan, atau keluarga. Menyesakkan dada ketika bilangan usia yang masih begitu muda terenggut olehnya. 

Ingatanku mengelana pada seorang kawan yang juga teman sebangkuku kala SMP. Telah lama berlalu, ketika saya bertemu kakaknya dan mengabarkan bahwa adiknya, kawanku itu, telah meninggal. 

Saya lantas menghitung usianya. Usia yang seumuran denganku. Masih banyak mimpi yang ia miliki. Menikah. Melahirkan. Merawat anak-anak. Bekerja. Namun kematian seperti nasihat di Bugis tak seperti kelahiran dimana manusia bergiliran lahir, bertumbuh, dan menua. Kematian bisa kapan saja. Tanpa perlu mengambil nomor antrian. 

Saya jadi terkenang dengan percakapan dengan Ara tadi pagi tentang mati. Ia bertanya jika mama mati yang nenen adek siapa? Yang jaga adek siapa? "Kan ada Ara", jawabku. "Kalo mama mati, Ara jangan sedih ya", kataku. "Iya", jawabnya meski terdengar keluh. 

Untuk para sahabat yang telah mendahului, semoga Tuhan melapangkan Jalannya. Amiiin...

Bogor, 5 September 2016

Comments

Popular posts from this blog

The Intimate Lover

sumber foto : www.amazon.com Apa yang akan kamu lakukan jika bertemu Mr. Rightman sesaat sebelum kamu menikah? Ms. Girl, perempuan yang telah bertunangan bertemu dengan Mr. Boy disuatu hari di dalam lift. Hanya mereka berdua di dalam lift yang meluncur turun dari lantai 20. "Jika tidak ada orang yang bersama kita dilift ini hingga lantai dasar, maka aku akan mentraktirmu minum"kata pria itu. Sayang, sang wanita memilih menginterupsi lift tersebut. Berhenti satu lantai sebelum lantai tujuan mereka dan memilih pergi. Tapi gerak bumi mendekatkan mereka. Tak berselang waktu mereka kembalib bertemu dan saling bercakap. Tak bertukar nama, memilih menjadi orang asing bagi masing-masing. Bertemu, berkenalan, dan melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama. Menyerahkan pada semesta kapan mereka hendak berpisah. Namun, ketika semesta mengharuskan mereka berpisah, dua orang tersebut telah saling jatuh cinta. Seberapa pun mereka berusaha berpisah, hati mereka tetap saling ...

Di Braga Saya Jatuh Cinta Pada Bandung

Hampir 10 tahun tinggal di Bogor, sepertinya hanya tiga kali saya ke Bandung. Di tiap kedatangan itu Bandung selalu memberikan kesan tersendiri buat saya. Kali pertama ke Bandung, tahun 2013. Kala itu belum pindah ke Bogor. Saya, suami, dan Ara yang masih berusia 3 tahun menghadiri acara nikahan teman di Jogjakarta. Ala backpacker kami lanjut naik kereta ke Bandung. Perjalanan yang memakan waktu cukup lama yang bikin pantat tepos. Belum lagi sambil momong anak yang pastinya ga begitu nyaman duduk di kereta. Dalam kelelahan kami menjelajah Bandung. Belum ada gocar atau grabcar kala itu. Seingatku kami hanya ke gedung sate. Itu pun sambil jalan kaki. Bandung ini first impression tidak berhasil membuat saya kagum. Kami ke Cihampelas Walk. Selain malnya yang berkonsep eco friendly, tidak ada yang istimewa. Bandung failed to make me wowing.  Perjalanan kedua kala Anna hampir dua tahun. Pakai mobil via Cianjur. Berangkat jam 5 pagi. Ketemu macet di Cianjur. Jam masuk kerja para peg...

Jangan Takut!

Aku menyukai memperhatikan wajahmu saat tertidur. Ada damai di sana. Tidur yang nyenyak tanpa interupsi apapun. Memperhatikan nafasmu naik turun dengan lembut. Sesekali kamu mengerutkan kening. Atau tiba-tiba tampak gelisah dan menggerakkan semua anggota tubuhmu. Masih dalam keadaan tertidur. Atau kadang pula kamu tiba-tiba menangis sesunggukan, tampak sangat sedih. Kadang pula kamu tersenyum bahkan tertawa keras dalam tidurmu. Memastikanmu nyenyak adalah hal yang selalu aku lakukan. Kamu paling suka jika tertidur di pangkuanku. Berjam-jam skalipun. Skalipun aku merasa pegal karenanya. Tak peduli seberapa keras bunyi yang menganggumu asal kamu di pangkuanku kamu tetap dalam lelapmu. Namun ketika kuletakkan dirimu di pembaringan bunyi sekecil apapun mampu menginterupsi tidurmu. Membuatku harus kembali berusaha menidurkanmu. Memberimu ASI yang harus aku batasi agak tidak penuh lambungmu. Terkadang tak tega melihatmu merengek meminta ASI tiap kali terbangun, tapi juga aku selalu sedih set...