Skip to main content

Ara Dan Makanan Pertamanya

Hari ini 3 februari. Umurmu 6 bulan satu hari. Kemarin gelarmu adalah Ara, S.Asi. Hidup terus berjalan anakku sayang. Dan sudah saatnya mencoba makanan dari bumi. Dari gunung dan dari laut. Seperti makanan yang biasa dimakan Toto chan. Hari ini belum ada Hiu. Nanti kita cari di restoran Jepang. Hari ini menumu adalah bubur beras rasa apel. Makanan yang saya olah sendiri. Takkan saya kenalkan padamu bubur instant. Salahkan twitter yang mengenalkan saya pada @ID_AyahASI dan @aimi_asi serta @drtiwi dan juga @drOei yang selalu menjadi tempat konsultasiku segala sesuatu tentangmu. Tak disarankan bubur instant, gula-garam sampai usia setahun, ajari makan buah dan sayur. Membesarkanmu menjadi sebuah tantangan tersendiri buatku. Saya telah sampai di anak tangga pertama. Memberimu ASI full tanpa susu formula. Meski sempat kecolongan 2 hari saat kamu demam tinggi di rumah sakit. Maaf, saat itu saya belum main twitter :D. Belum bisa konsultasi online dengan para dokter dan akun tentang ASI itu.

Dan inilah kamu hari ini. Berdua kita hari ini ke pasar buah di Bau-Bau.Naik ojek. Melewati pasar dan jembatan sungai yang bermuara ke laut. Membeli 1 apel dan 1 jeruk seharga Rp.10.000. Toh, besok kita kembali lagi ke Makassar. Nanti di sana kita beli banyak buah untukmu. Catat, saya ingin membeli buah naga. Buah ini enak loh Ara, tante Ema yang mengajarku memakannya. Nanti kutemani kamu memakannya. Biar kelak kamu jadi mitos seperti naga. Jauh sebelumnya, saya sudah membuatkanmu tepung beras yang kusangrai sendiri dan kublender hingga halus. Dua cup beras berhasil kusangrai dalam ketidaktahuanku mengsangrai beras. Kuhaluskan hingga berpeluh. Hasilnya cukup banyak. Cukup untuk persediaanmu.

Dan hari ini aku dengan semangat 45 ingin membuatkanmu bubur tepung beras rasa apel. Agak encer. Saya belum terlalu pengalaman mengaduk bubur tepung sayang. Ketika kumasukkan ke blender untuk menghaluskannya bersama apel yang yang telah kukukus setengahnya tertumpah dipinggir mulut blender. Terlalu cair. Untungnya apelnya tercampur dengan halus. Kucobakan pertama di mulutmu. Kamu mengerjit aneh. Mimikmu seolah menemukan rasa yang asing yang sangat jauh dari air susu yang selama ini akrab dilidahmu. Kamu tetap berusaha mengenali rasanya meskipun otakmu menolak. Saya pun tidak lelah menyuapkanmu sesendok demi sesendok. Penuh keringat dan cinta saya membuatnya setidaknya kamu menghargai itu.

Tapi lama kelamaan kamu pun mulai menolak. Pertama kamu menggunakan tanganmu untuk menahan tanganku yang memegang sendok. Kedua mendorong makan yang ada di mulutmu dengan lidahmu. Tapi tetap saja kumasukkan kembali ke mulutmu dengan sendok. Terakhir kamu menolak membuka mulut untuk sesendok makanan lagi. Rasanya memang aneh. Bubur itu terasa hambar dibanding rasa Asi yang manis. Tapi saya takkan menyerah memberi Mpasi. Skalipun kamu menolaknya.

PS : harusnya dipost saat tanggal 3 namun satu dan lain hal jadi terbengkalai dan terlupakan. Sampai tanggal 16 februari ini Mpasi Ara masih dalam progres yang berjalan lambat. Dia tetap tak menyukai tepung beras, tapi saya juga tidak menyerah memberikannya tepung beras.

Comments

  1. hahahaha,lucunya ekspresinya ara..sini sy mi makan itu buburnya..:p

    ReplyDelete
  2. 3feb ultahku ke 17 n pertama kamu makan

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pada Sebuah Beranda

Siapa yang tak mengenal bondan winarno. Presenter pembawa acara kuliner di televisi. Mempopulerkan istilah “Mak Nyus” untuk tiap komentar enak tentang makanan yang dimakannya. Tapi hanya sedikit yang tahu bahwa ia adalah seorang wartawan senior yang telah malang melintang di dunia jurnalisitik. Memiliki segudang pengalaman liputan. Bahkan pernah membuat salah satu laporan investigasi yang mengungkap sebuah kasus. Namun tak hanya sisi jurnalistik, Bondan Winarno pun seorang penulis sastra yang cukup ciamik. Beberapa waktu lalu seorang teman mengirimkan fotokopian kumpulan cerpen Bondan Winarno yang berjudul “Pada Sebuah Beranda”. Buku ini sudah lama aku cari di toko-toko buku. Namun tak kunjung aku temukan. Hingga seorang teman berbaik hati mengirimkan fotokopiannya yang bersumber di perpustakaan kotanya. Ada 25 cerpen yang dimuat dalam buku tersebut. Pada Sebuah Beranda ini diterbitkan oleh Bondan Winarno sebagai kado ulang tahun untuk dirinya sendiri yang dalam istilahnya “Celebrat

Misteri Sepatu Menggantung di Kabel Listrik

Sumber : Athens News Sepasang sepatu menggantung lunglai di tiang listrik. kabel listrik tempatnya bergantung kokoh tak ingin melepaskan sepatu itu menghujam bumi. Pertama kali tiba di Athens, saya cukup heran dengan sepatu-sepatu yang tergantung di kabel-kabel listrik itu. Kutanya ke seorang teman bule tapi ia tak memberi jawaban yang memuaskan. Kupikir sepatu-sepatu itu dilempar begitu saja karena sudah dirusak atau tidak dipakai. Atau asumsiku yang lain adalah sepatu itu milih olahragawan yang berhenti dari profesi dan memilh menggantung sepatu. seperti pemain sepakbola. Tapi sepertinya asumsi olahragawan itu tidak benar, karena sepatu-sepatu yang menggantung di tiang listrik cukup mudah ditemukan. Jalan-jalanlah di seputaran Athens dan kau akan mendapati sepatu-sepatu menggantung di tiang listrik.  Uniknya sepatu yang digantung itu hanyalah sepatu-sepatu kets. Fenomena ini disebut Shoefiti dan terjadi diberbagai tempat di Amerika. Nyatanya bukan hanya saya saja yang penasar

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan