Skip to main content

Kamis...Dua Sisi Mata Koin


Kamis. Bagiku seperti sebuah koin yang aku harus pandang dua sisinya. Ia menjadi titik nol ku untuk belajar kendali diri. Manut pada super ego dan belajar mengerem jiwa.

Ia mengajariku untuk tak mendengus kesal dan berusaha tetap tersenyum.
Ia mengajarkan hatiku untuk mampu menerima tiap negatif dan merubahnya jadi ion-ion positif. IA menjadi meditasi jiwa untukku.

Tiap kamis, aku selalu berusaha membuat komitmen pada diri untuk menjadi lebih baik. Tiap kamis aku bisa menangis sedih dalam hatiku.

Membuat daftar salah dan lalai besar-besar dan ber-bold di dalam. Aku sendiri yang harus memperbaikinya. Meski setelah itu Jumat, Senin, hingga rabu komitmen itu perlahan-perlahan kembali ke angka nol.


Kamis selalu membuatku was-was. Selalu membuatku menarik napas tertahan dan berusaha menahan air mata. Kamis membuatku kembali membongkar arsip-arsip dan mengecek file-file yang semestinya harus adadi sana. Kadang aku merasa putus asa pada Kamis.

Tapi setelah kamis, ada Jumat yang menyenangkan hati. Ada hati yang akan bertemu dengan puzzlenya. Ada hati yang kembali ke rumah. Menenangkan gemuruh yang telah luapkan oleh Kamis.
Ada penantian diam-diam yang membawa kesembuhan pada hati yang sedang menangis.

Setelah Kamis, ada Jumat yang menyanyikan lagu merdu tentang alam bebas. Dan karena Jumat, aku harus mampu mengalahkan Kamis.Tanpa Kamis takkan ada Jumat yang menyenangkan.


Karena Jumat, pada Kamis aku harus menjadi pemenang. Pada tiap komentar, kritik, salah, dan lalai. Aku harus menang. Dan karena Kamis, Aku Harus Lebih Baik.

Comments

  1. Anonymous9/06/2009

    akhirnya bs internetan di hp.pencapaian yg luar biasa bwt dwi yg slalu memakai hp butut.berbhagialah ini hri minggu

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan ...