Film Dilan
1990 lagi booming banget dengan jumlah penontonnya sudah mencapai 3,3 juta penonton di hari ke sepuluh setelah
tayang perdananya di bioskop. Sebuah capain box office untuk film remaja Indonesia.
Semua linimasa banjir tentang meme Dilan. Mulai dari rayuan gombalnya yang asli hingga plesetan.
Awalnya
saya tidak tertarik baik menonton filmnya maupun membaca bukunya. Padahal buku
cukup booming pas jaman awal diluncurkan. Bahkan saya masih ingat sempat ada
perdebatan siapa yang cocok untuk memerankan karakter Dilan, sosok remaja SMA
yang cerdas, lucu, namun nakal. Ketidaktarikan mungkin disebabkan karena genrenya yang remaja meski latarnya tahun 1990an.
Kemudian
suami saya menonton film ini di hari pertama film ini tayang. Selanjutnya ia
mempengaruhi saya buat nonton film ini. “JIka kamu menyukai film AADC, maka
level film ini lebih tinggi lagi diatas film AADC”,katanya mempromosikan film
Dilan. Masa sih? Sampe segitunya? Saya pun ngobrol dengan teman yang menonton
film ini. Menurutnya cukup bagus. Tapi ga juga seperti AADC. Makin penasaran.
Suami
membeli buku Dilan 1990. Daripada nonton belum jelas, saya baca bukunya dulu
aja. Saya tidak punya ekspetasi apa-apa tehadap buku Dilan 1990. Bahkan
gambaran tentang bukunya pun ga ada. Maka rasanya menyenangkan menemukan buku
itu begitu lucu untuk dibaca. Sosok Dilan yang anwar (anak warung, identik dengan nakal, merokok, rebel dan rese) , jago menggombal, serta
lucu adalah kombinasi yang cukup untuk memasukkannya dalam kategori cowok
ngegemesin. Selama membaca bukunya saya membayangkan JEfri Nichols. Kenapa? Karena
karakter Dilan tak beda jauh dengan karakter Nathan dan film Dear Nathan.
Saya belum
bisa membayangkan Iqbaal sebagai Dilan saat membaca buku itu. Somehow, hal itu
membuat saya memiliki bayangan karakter bikinan saya sendiri. Dilan 1990
bercerita tentang Milea, anak Jakarta yang pindah ke Bandung dan bertemu Dilan. Sepanjang buku Dilan 1990 yang adalah
buku pertama dari 3 serial buku ini, pembaca disuguhi cara-cara lucu bagaimana
Dilan menggaet Milea, hingga mereka pacaran.
Selama membaca buku ini saya tertawa sambil deg-deg-an. Rasanya seperti menjadi anak
SMA yang lagi jatuh cinta. Siapa sih yang ga bakal kesemsem kalo digodain
ala-ala Dilan. Untunglah, waktu SMA ga ada teman saya yang kayak Dilan. Bisa
jatuh cinta saya. Serasa membaca serial Lupus sembari disuguhi karakter Rangga.
Saya menghabiskan tiga bukunya hanya dalam hitungan 2 hari.
Selanjutnya
untuk membuktikan sendiri teori saya bahwa Jefri Nichols lebih cocok, maka saya
pun memberanikan diri menonton film ini. Karena gantian jagain anak dengan suami, maka saya harus
nonton sendiri. Yang kemudian saya sayangkan. Menonton film remaja ini enaknya
bareng pasangan. Biar bisa sambil cekikikan dan sandar manja liatin anak SMA pacaran. Di sisi lain menonton sendiri membuat saya yang cukup beruntung
mendapatkan tiket dengan tempat duduk yang strategis ditengah penuhnya bioskop
yang diisi oleh anak berseragam sekolah.
Disamping
kiriku cowok SMA bareng temannya, di samping kananku anak SMP bareng genknya.
Rasanya saya terintimidasi dari segi usia dan berasa kesepian. Tapi, untunglah
filmnya sangat memuaskan. Iqbaal sebagai Dilan sukses mengubah imej Dilan di kepala saya. Ia berhasil membawa karakter Dilan yang lucu dan ngegemesin. Meski pada
bagian dia harus marah-marah aktingnya masih belum natural. Tapi kalo dari segi
lucu dan mememandangnya, cukup bisa bikin saya, ibu dua anak,
klepek-klepek. Keluar bioskop, gue
merasa kayak Milea yang habis digombalin Dilan. Hahahaha. Sesaat lupa anak dan
suami.
Next yang
saya lakuin adalah stalking medsosnya dua aktor pemeran Dilan 1990. Liatin
IGnya Iqbaal sambil senyum-senyum. Dia sukses membawakan peran Dilan dan
Vanesha pun manis sebagai Milea. Pengen jatuh cinta ama Dilan atau Iqbaal (entah saya tak bisa lagi membedakannya dua sosok itu), tapi rasanya ketuaan buat gue mengefans ama daun muda. Saya balik Shipperin mereka berdua aja. Liatin video-video mereka di yutub sambil ketawa-ketawa liat interaksi mereka. Pengen duduk dibarisan depan terus teriak "jadian, jadian, jadian". Hahahaha.
Saking penasarannya sama kelanjutan serial Dilan, semalaman saya membaca ebook buku kedua dan ketiga (sampe jereng nih mata) demi untuk tahu apa yang
terjadi antara keduanya? Buku kedua adalah masih kelanjutan cerita Milea tentang Dilan di tahun 1991. Sedangkan buku ketiga adalah kisah mereka dari sudut pandang Dilan.
Hasilnya….
Saya pengen guncang-guncang bahu ayah Pidi Baiq, sambil ngomong "Kok ga jadian sih? Harusnya jadian. Kenapa, kenapa, kenapa? Aku jadi lemes, bawa perasaan dan galau. Kenapa nyerah
di jalan terus memasrahkan pada keadaan kalo cinta mereka ga bisa bersatu. Aku
langsung ga enak makan. Ga enak tidur gara-gara tau endingnya kayak gitu.
Hahahaha. Tapi sebenarnya sih kalo dihayati, pembaca mampu memaklumi mengapa
mereka ga jadian.
Saking
gregetnya saya bahkan bikin beberapa
teori agar mereka jadian. Pertama, Milea berusaha keras buat ketemu Dilan dan
bilang masih sayang Dilan. Kedua, pada bagian Dilan sudah tahu mengapa Akew
meninggal, harusnya ia berusaha ngasih tau ke Milea. Biar ada sedikit
pencerahan atas apa yang terjadi. Ketiga, Mile nulis surat ke Dilan kalo dia
rindu tapi bakal mundur karena tau Dilan udah punya pacar. Nah pasti pada saat
itu Dilan bakal tau kalo Milea sudah salah sangka. Keempat, Milea harusnya
sedikit agak berani pas ketemu Dilan waktu di Jakarta. At least, nanyain dia
punya pacar ato belum. Dia udah punya sih, tapi kan masih pacar. Masih boleh
putus. Yang masalah kalo udah nikah. Etapi bukannya ini ending cerita di buku
lain ya. Terus kalo mereka jadian, ntar jadinya kayak Perahu Kertas dong. Bukan
Dilan dan Milea lagi. Hahahaha. Mungkin gue akan nerima mereka a jadian kalo
salah satunya meninggal. (Gue pecinta kisah cinta tragis berujung
kematian.hahaha).
Yang
menarik dari cerita Dilan ini dan tiga buku tentang kisah cintanya adalah
interaksi mereka pada orang tuanya. Saya menaruh perhatian pada hal ini, kenapa
soalnya kalo ngarapin punya pacar kayak Dilan kayaknya telat banget ya. Gue
udah punya suami (yang lucu dan juga suka ngegombal ) dan dua anak kecil. Kalo
gue kesemsem sama Iqbaal kayak jomplang banget ya usianya. Karena itu saya
lebih menaruh perhatian pada orang tua Milea dan Dilan. Bagaimana mereka bisa
begitu terbuka mendengar curhat anaknya tentang kisah cintanya. Kemudian saya
bertanya pada diri saya, bisa ga ya nanti sama Ara dan Anna seterbuka itu
curhat masalah pacarnya. Secara gue dibesarin di kampung yang ga pake sistem
curhat gitu soal pacar. LOL.
Berikutnya
saya tertarik mencari tahu mengapa Milea kesannya tak mampu melupakan Dilan
sampai masa sekarang, sementara Dilan di buku ketiga sangat legowo menerima
kenyataan bahwa sangkaan-sangkaan mereka di masa lalu adalah bukti dari
keangkuhan untuk mengakui bahwa masih ada cinta antara keduanya.
Sesungguhnya
Dilan dan Milea adalah kisah nyata. Dua manusia itu benar-benar ada. Jika sosok
Milea sudah ditemukan bukti siapa orangnya, maka sosok Dilan masih agak samar.
Beberapa menyebutkan sang penulis adalah Dilan itu sendiri. Sepertinya saya
sepakat. Hehehe. Di buku ketiga dengan hati-hati ia menuliskan perasaannya pada
Milea, tanpa mau merusak kisah cinta itu sendiri. Sangat manis, romantis, dan
berhati-hati. Wkwkwkwk.
Eniwey,
baik film maupun tiga buku tentang kisah Dilan dan Milea ini cukup menghibur
saya. Saya menemukan perasaan kala jatuh cinta lagi seperti masa-masa awal
belajar kenalan sama cowok. Senyum dan selalu tersipu. It was a really good
feeling terutama kalo udah umur 30an kayak saya dengan dua anak dan satu
suami, serta remeh temeh rumah tangga yang kayak rollercoaster.
Setelah
berusaha menjaga mood tentang Dilan dan MIlea, menonton yutub promo film
mereka, hingga menemukan jawaban tentang mengapa bukan Jefri Nichols jadi
Dilan, sudah saatnya saya move on dari kisah Dilan dan Milea ini. Back to
reality as a wife and mom of two
beautiful daugthers. At least, gue udah merasakan berbahagia dengan kisah
mereka. Tapi aku tetap mo Shippern Iqbaal sama Vanesha ah. Mereka imut dan manis soalnya. Jadian ya..jadian...jadian..jadian...!!!!
*Standing
Applause*
Bogor, 2
Februari 2018
wkwkwk...baca tulisannya mm Ara jadi ikutan pengen nonton Dilan dehh...tapi krucil satu itu mau aku titipin siapa ya....kalo bisa sih bioskop bukanya pagi2 gitu...pas krucil berangkat sekolah....#gak ada kelesss . ..tapi ternyata ngga happy ending yaakk....ahhhh cukup baca tulisannya mm Ara aja deehhh😂😂
ReplyDeletelucu loh ummi filmnya. Lumayan dinonton bareng Abang-abangnya Wafdhan. hehehe
DeleteMakasiiih Kak.... ini pertamakali sy baca blog Kakak dan langsung jatuh cnta... pengin punya waktu panjang biar bisa leluasa berkunjung...
ReplyDeleteterima kasih sudah singgah.semoga tidak bosan :)
DeleteSudah nonton Dilan juga tapi yahhh... bukan genre tontonanku hahaha juga Dilan bukan tipeku yang ada aku gemes pengen jitak dan bilang "Weh kenapa ko, santai meko nah!". Hahaha... Tapi aku jatuh cinta dengan tatapannya Iqbal! Demi apa itu! Hahahaha Sampai stalking-stalking akunnya dan berakhir merasa seperti tante girang. LOL
ReplyDeletetatapan pas cerdas cermat itu yang bikin tante-tante pada klepek2. lol
Delete