Skip to main content

Berselingkuh Dengan Grabbike


Saya adalah penggemar setia angkutan kota (angkot). Standar jarak yang mudah dijangkau buat saya adalah adanya jalur angkot yang dekat. Maka sejak kuliah di Makassar hingga ngontrak di kota sepadat Bogor, angkot dan saya serupa pasangan kekasih.  Bahkan awal-awal di Bogor saya pernah menang lomba foto di angkot. Lol. 

Hingga masa itu datang. Saya berselingkuh. Tepat ketika anak sulung saya, Ara, bersekolah dan mulai malas-malasan jalan kaki. 

Rumah kontrakan kami berada di dalam kompleks. Terlalu jauh untuk jalan kaki, terlalu dekat hanya untuk naik ojek. Enam bulan pertama Ara bersekolah kami masih bisa naik angkot dan turun depan kompleks. Kemudian jalan kaki ke rumah. Jika beruntung awan menggelayut di langit Bogor membuat perjalanan tidak terlalu melelahkan. Namun tak jarang matahari bersinar dengan garangnya. Bahkan memandang jalan pun begitu menyilaukan. Saya terpaksa harus menyeret Ara yang merengek karena kecapaian atau kepanasan. 

Hingga tiap pulang ia selalu meminta saya agar merayu supir angkot supaya mengantar kami ke dalam kompleks. Ini berdasarkan hasil pengamatannya terhadap Oma yang selalu diantar masuk naik angkot. Saya harus menjelaskan padanya bahwa Oma itu sudah tua dan tidak bisa lagi jalan kaki. Kalo Ara masih muda dan kuat. Tapi ia tetap tidak terima alasan itu. 

Kemudian, saya pun berkompromi. Tiap pulang kami akan singgah di toko serba ada di dekat kompleks rumah dan kemudian naik ojek masuk ke dalam kompleks. Semua berjalan lancar. Hingga suatu hari sang tukang  ojek tidak lagi mau menerima uang bayaran Rp.3000 yang saya sodorkan."naikin dikitlah bu. Rp.5000", katanya. Saya mengkerut. Menyodorkan uang 5000 sambil menyumpah dalam hati ga mau lagi naik ojek dekat toko itu. Soalnya jarak dekat banget. 5000 itu udah kemahalan. 

Seorang teman dari perkumpulan mama antar anak di sekolah Ara menceritakan kalo ojek online dari rumahnya ke sekolah hanya Rp.8000. Padahal rumahnya lebih jauh dari rumah saya. "Wah, biayanya kurang lebih sama kalo naik angkot plus naik ojek", pikirku. Maka saya pun tergerak untuk menginstall aplikasi Grab di gawai saya. 

Ternyata di siang hari tarif dari sekolah Ara ke rumah hanya Rp.6000. Lebih murah dari naik angkot ditambah ojek dekat rumah. Keuntungan lainnya tak perlu jalan kaki keluar kompleks sekolah Ara. Karena sang driver akan menjemput langsung. 

Sejak saat itu saya menyelingkuhi angkot. Saya sudah tidak lagi menggunakan jasa jika membawa Ara. Pesan lewat handphone. Duduk cantik. Ditelpon. Datang deh. Naik angkot hanya sesekali jika tidak membawa anak. 

Sejauh ini pengalamanku dengan ojek online selalu memuaskan. Ada yang sampai menawari masker. Meski kadang ada yang tidak tahu alamat yang dituju atau bahkan sedikit balap-balap. Tapi semua masih dalam batas kewajaran. 

Pagi ini saya bertemu dengan Pak Yudi. Supir grabbike yang menerima orderanku. Setiap hari rabu saya harua mengantar Ara sekolah, karena Ayahnya kuliah pagi. Jadi tugas mengantar menjadi tugasku. Sambil membawa baby Anna ke sekolah Ara. Pegel pastinya. Gendong bayi dan naik ojek. 

Ara ngeGrabbike Sendiri 

Nah pagi tadi, semua udah siap. Grabbikenya pun sudah tiba. Kemudian gerimis turun. Mengantar Ara sambil bawa Anna meski kehujanan atau membiarkan Ara pergi sendiri bareng supir grabbike? Pilihan sulit yang harus saya putuskan. 

Saya pun memilih pilihan kedua. Sembari mempertegas kalo Pak Yudi tahu Mesjid Bogor Baru. Mengabari saya jika sampai ditujuan. Menelpon ibu guru Ara jikalau Ara sudah tiba di sekolah. 

Saya pun menanyakan pada Ara apa ia bisa berangkat dengan pak Yudi? Ia mengangguk samar meski keliatan gugup. Sesaat mereka pergi, saya menunggu dalam kecemasan. It's agony, seperti kata Queen Elsa. 

Ya...kecemasan yang berujung pada sakit perut. Saya memandangi handphone. Melihat jam berdetak. Biasanya 10 menit waktu yang dibutuhkan untuk tiba di sekolah Ara. Lima menit berlalu. Masih ada lima menit lagi, kataku menenangkan diri. 

Pas menit ketujuh, Pak Yudi menelepon. Mengabari kalo Ara sudah tiba di sekolah. Segera saya menelepon ibu Arjah untuk memastikan dan ternyata benar. Lega rasanya hati ini. 

Saya pun mereview lima bintang untuk pak Yudi dengan tambahan komentar ucapan terima kasih karena telah mengantar Ara ke sekolah dengan selamat. Ini adalah kepuasan tertinggi saya selama saya menggunakan ojek online, khususnya Grab. 

Semoga saya dan ojek online selalu memiliki moment yang menyenangkan. Hmm...saya tetap menjadi pelanggan angkot, namun hanya sesekali. Mungkin kami baiknya jadi kawan saja :D.(*)

Bogor, 12 Oktober 2016


Comments

Popular posts from this blog

jurnalistik siaran, pindah kost-kostan, dan "capek deh!"

Akhirnya, kembali bisa menyempatkan diri sejenak ke Teras Imaji. Sedikit berbagi kisah lagi dengan diri sendiri. Sekedar untuk sebuah kisah klasik untuk Saraswati dan Timur Angin kelak. Aku tak pernah menyangka bahwa aku bisa bertahan sampai saat ini.meski tugas kuliah menumpuk. Keharusan untuk pindah pondokan. Kewajiban lain yang belum terselesaikan.Problem hati yang menyakitkan. Serta kontrak yang tersetujui karena takut kehilangan peluang meski tubuh ini harus sudah berhenti. Siang tadi (15 nov 06) seharian ngedit tugas siaran radioku. Tak enak rasanya pada teman-teman, memberatkan mereka. menyita waktu yang seharusnya untuk hal lain. Tak enak hati pada Pak Anchu, penjaga jurusan. yang tertahan hanya menunggu kami menyelesaikan tugas itu. Dengan modal suara fals nan cempreng toh aku pun akhirnya harus sedikit PD untuk membuat tugas itu. Meski hanya menguasai program office di komputer, toh aku harus memaksakan belajar cool-edit (yang kata teman-teman yang udah bisa merupakan sesuatu...

Asyiknya Berkirim Kartu Pos

Kartu pos untuk teman-teman di Indonesia. Beberapa minggu ini saya lagi senang-senangnya berkirim kartu pos. Membeli kartu pos di court street. Menuliskan nama dan alamat yang akan dikirimkan. Menuliskan pesan yang akan disampaikan. Dan membawanya ke kantor pos dan memposkannya. Prosesnya itu begitu menyenangkan buatku. Terlebih lagi ketika orang yang saya kirimi kartu pos mengabarkan kalo kartu posnya sudah sampai, rasanya seperti mission completed deh. Selain mengirimkan kartu pos ke teman-teman di Indonesia, saya juga bergabung di Postcrossing . Sebuah web yang menyatukan para penggemar kartu pos seluruh dunia. Saya menemukan web Postcrossing ini tak sengaja ketika sedang mencari informasi berapa harga prangko untuk kartu pos luar negeri. Caranya gampang, daftar di webnya, kemudian kamu akan menerima 5 alamat yang harus kamu kirimi kartu pos. Saat pertama join kamu harus mengirim kartu pos. Ketika kartu pos itu diterima, maka alamat kamu akan disugesti untuk dikirimi kartu po...

Punya KTP Amerika

Akhirnya saya punya KTP Amerika. Sok pamer? Mungkin iya. Gaya juga masuk dalam kategori itu. Secara selama ini saya cuma punya KTP Bone dan KTP Baubau. KTP Makassar saja nda punya sama skali. Padahal hidup di  Makassar hampir 5 tahun. Nah, dapat KTP Amerika yang disini lebih dikenal dengan nama State ID itu penting buat kelangsungan hidup saya di Athens. Meskipun tinggal 6 bulan lagi, tapi untuk mengisi dompet dengan kartu berbahasa Inggris saya anggap sedikit perlu. Biar sedikit gaya dan jadi kenang-kenangan kalo pulang nanti. Ngantri bikin State ID Saya sudah lima bulan tinggal di Athens dan baru ngurus State ID. Ckckckcckck. Padahal saya nda ada kerjaan di rumah. Telat pasalnya yang harus nemenin pergi ngurus sibuk kuliah. Pas musim libur ini baru deh sempat ditemani bikin. Saya menganggap penting State ID itu hanya karena persyaratan untuk menjadi anggota perpustakaan di Athens Library perlu pake State ID. Saya sangat ingin membaca serial ketiga The Lost Hero-nya Rick Ri...