Skip to main content

Drama Buku Gelombang Bertanda Tangan Dee

   Tidak ada paragraf kecil itu 
 disampul bukuku :(


Kali ini saya tidak dan belum akan menulis review Gelombang. Saya hanya ingin menulis uneg-uneg yang penuh drama dari proses pemesanan buku Gelombang ini. 

Saya adalah penggemar buku Dee. Jika sering membaca blog ini, banyak postingan saya tentang Dee. Mulai dari review bukunya hingga cerita tentang kesukaan dan kekaguman saya pada sosok Dee. Saya tidak pernah melewatkan buku-buku Dee. Saya bahkan selalu berusaha menjadi bagian dari orang-orang yang pertama membaca karya-karyanya. Menanti Gelombang , seri terbaru dari Supernova seperti menanti serial terbaru Harry Potter. Akan kemana dan bagaimana. Menjadi bagian dari euforia di medsos sembari menuliskan hastag gelombang dan memention @deelestari menjadi kebahagian tersendiri. Berangkat dari perasaan itulah maka saya pun masuk dalam antrian orang-orang yang ingin mendapatkan buku terbaru Dee fresh from the oven, dengan sedikit sajian istimewa serupa cherry on ice cream berupa tanda tangan sang Penulis. Dan disinilah drama bermula....

Tawaran Menggiurkan Dari Toko Buku Online

Suami saya mendapatkan email tawaran pemesanan buku Gelombang bertanda tangan Dee. Saya mendaftarkan diri. Sayangnya, karena telat transfer disebabkan kesalahpahaman maka Gelombang edisi tanda tangan yang dijatah 250 buku pertoko buku online, tidak berjodoh denganku. 

Saya banting stir ke toko buku yang lain. Dan juga mendapati jatah 250 buku itu sudah habis terbooking. Saya akhirnya menemukan satu toko buku online. Namanya TemanBuku. Saya pun memesan pada toko buku tersebut. Tanpa sign up as a member. Yang ternyata berujung pada missunderstanding. Drama pun    dimulai. 

Karena saya tidak sign up, secara otomatis alamat email saya tidak tercatat pada situs ini. Dan celakanya adalah ketika memesan tanpa sign up, saya tidak mendapat nomor invoice. Saya berusaha mencari disebelah mana nomor invoicenya, namun tidak ada. Tampilan pada layar pemesanan dan pembayaran hanyalah total yang harus dibayarkan dan kemana harus transfer. Halaman berikutnya hanyalah selesai tanpa info invoice. Saya pun tidak mempermasalahkan invoice itu, besoknya saya transfer. Kemudian ada sms ke hp saya menanyakan apakah sudah ditransfer ato belum? Saya jawab sudah sembari mengirimkan buktinya via bbm dan email. Saya kasi tau saya nda tau nomor invoicenya, jadinya saya minta diinfokan nomor invoice pesanan buku saya. Dan dikasilah nomor invoice tb-201410-0273. Dengan hati yang tenang saya menunggu buku saya dikirim pada tanggal 17 oktober. Lewat sedikit nda pha2, soalnya saya memang memilih pengiriman yang biasa. 

Drama Masih Berlanjut

Pada hari lahirnya Gelombang, saya mengirim pesan sms ke admin. Menanyakan apakah buku saya dengan invoice yang telah disampaikan sebelumnya sudah dikirim. Sms tersebut dibalas pada hari senin, tanggal 20 oktober. Dengan menyertakan resi pengiriman. Saat saya cek, ternyata bukan nama saya.*background suara film horor*. Wah gimana neh? Saya bbm, tidak dibalas. Saya sms, tidak dibalas juga. Saya inisiatif telepon, dan mendapati suara mbak-mbak cantik diujung telepon. Saya berkeluh kesah. Untungnya nda sampe nangis. Dia mau membantu. "Agak lama, karena cek satu-satu", katanya. Saya sabar menanti. 

Saya nda sms lagi untuk tau gimana selanjutnya. Saya memberi kesempatan sehari semalam untuk menyelesaikannya. Besoknya saat saya sms, tentang pesanan saya, nomor tersebut membalas pesan saya "nomor invoicenya berapa?". Jiaaaahhhh. Mbak!!!! Saya yang kemaren komplain. Mengapa dirimu begitu cepat move on dan melupakan permasalahan kita. Saya tidak terima mbak. Mengapa tega PHP-in saya. Hiks. Mana nda ada pulsa buat balas si mbak cantik itu. *lagu latar sakitnya tuh di sini*

Saya cukup kesal. Tapi, karena tipenya saya tidak bisa labrak orang trus komplain marah-marah, maka saya menulis konsep surat cinta yang rencana akan saya email ke mbak tersayang itu. 

Ini email yang saya siapkan 

Kepada Yth admin Teman buku

Tgl 9 oktober saya memesan buku gelombang edisi tanda tangan via online di web temanbuku.com tanpa sign in as member. Saya menyelesaikan tahapan belanja hingga selesai. Tapi tidak ada nomor invoice yg keluar

Tgl 10 okt sy melakukan transaksi pembayaran via atm ke rek mizan seperti pd petunjuk di website. Saya mengadd pin bb temanbuku dan kemudian bertanya ttg invoice saya. Saya diberi nomor invoice tb-201410-0273. Kemudian saya menunggu hingga gelombang diedar ke publik pada tgl 17 okt (jumat).Saya masih menunggu pengiriman hingga tiga hari karena paket pengiriman yg saya pilih mmg yg tiga hari. Jadi saya sabar menunggu hingga haru senin ( 20 okt). Saya mengirim pesan sms ke nmr 0857 22096918 pd tgl 17 okt menanyakan apakah buku dgn nmr invoice yg diberikan pada saya lewat bbm sdh dikirim atau blm. 
Di balas pada tgl 20 okt hari senin bahwa sdh terkirim an putri aprilia berlian beralamat bekasi.

Itu bukan nama pesanan saya. Juga bukan alamat saya. Saya memesan buku gelombang an Yusran Darmawan dgn alamat Pusat studi pembangunan, pertanian, dan pedesaan (psp3) IPB
Gedung utama kampus IPB baranangsiang
Jalan raya pajajaran, bogor 16144. Saya sdh menghubungi via sms, tlp dan bbm, tapi responnya sangat lambat dan sangat tidak membantu. Sampai sekarang saya bahkan tidak tahu apakah buku gelombang yg saya pesan batal atau tidak. Sdh dikirim atau tidak. 

Saya sangat kecewa dengan cara temanbuku.com. Diawal mungkin saya ceroboh krn tdk mencatat invoice tapi sbg penyedia layanan jual buku, temanbuku harusnya koperatif untuk mencari solusi dari hal ini. Kalo pun pd akhirnya pesan saya dibatalkan krn tdk ada invoice saya nda mempermasalahkan telah rugi 70an ribu dan tidak mendapat buku bertanda tangan dee. Tapi yg saya kesalkan adl tidak komunikatifnya admin teman buku dalam menyelesaikan komplain ini. Tidak ada follow up terbaru. Tdk memberikan informasi lbih lanjut. Terakhir saya dikabari bahwa bukunya sdh dikirim namun ketika tanya resinya blm dikirimkan. Gmn neh? 

Yang selalu sabar
Aku yang kamu PHPin

Saya pun mengisi pulsa. Daftar internet dengan niat kirim email. Tiba-tiba pesan bb berbunyi, sebuah permintaan maaf karena terjadi kesalahan. Dan berikutnya akan dikirim ke alamat yang dituju. 

Masih belum percaya, saya kirim sms. Tidak lagi sekedar tanya "gimana buku saya"? Tapi, versi singkat dari surat cinta diatas. Kemudian dibalas sama si admin kalo bukunya sudah dikirim. Trus dikasi nomor resi. Pas dicek udah benar nama dan alamatnya. Batal deh marah-marah. Tapi kesalnya tetap ada. 

Sebuah Anti Klimaks

Buku Gelombang itu tiba di tanganku sore tadi. Ada tanda tangannya Dee disana. Tapi ada yang mengganjal di hatiku. Benarkah itu tanda tangan Dee? Bukankah ada 2014 buku yang ditandatangani spesial dengan nomor buku yang ada dihalaman tanda tangan. Mengapa buku yang saya terima tidak ada nomornya. Jangan-jangan ada konspirasi dari drama ini. Cukup!!!! Saya tidak lagi mau memikirkannya. Bukunya sudah di tangan, itu saja patut disyukuri. Meski rasanya buku itu tidak spesial karena tidak bernomor. Biarlah nanti kubawa sendiri saat booksigning dan meminta Dee menuliskan nomor sesukanya. Entah kapan. 

Yang penting saya tidak terlalu dirugikan di drama ini. Pelajaran pentingnya mendaftarlah di situa toko buku sebelum memesan buku.
Pelajaran berikutnya i'm done with this toko buku online. Saat postingan ini diupload maka saya pun mendelcon pin BB toko buku itu. No more pesan buku dari toko bukunya. Saya sudah belajar dari pengalaman.(*)

Bogor, 27 Oktober 2014

Comments

  1. Ah, sayang baget ga dapet nomornya. Benar-benar antiklimaks :(

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pada Sebuah Beranda

Siapa yang tak mengenal bondan winarno. Presenter pembawa acara kuliner di televisi. Mempopulerkan istilah “Mak Nyus” untuk tiap komentar enak tentang makanan yang dimakannya. Tapi hanya sedikit yang tahu bahwa ia adalah seorang wartawan senior yang telah malang melintang di dunia jurnalisitik. Memiliki segudang pengalaman liputan. Bahkan pernah membuat salah satu laporan investigasi yang mengungkap sebuah kasus. Namun tak hanya sisi jurnalistik, Bondan Winarno pun seorang penulis sastra yang cukup ciamik. Beberapa waktu lalu seorang teman mengirimkan fotokopian kumpulan cerpen Bondan Winarno yang berjudul “Pada Sebuah Beranda”. Buku ini sudah lama aku cari di toko-toko buku. Namun tak kunjung aku temukan. Hingga seorang teman berbaik hati mengirimkan fotokopiannya yang bersumber di perpustakaan kotanya. Ada 25 cerpen yang dimuat dalam buku tersebut. Pada Sebuah Beranda ini diterbitkan oleh Bondan Winarno sebagai kado ulang tahun untuk dirinya sendiri yang dalam istilahnya “Celebrat

Misteri Sepatu Menggantung di Kabel Listrik

Sumber : Athens News Sepasang sepatu menggantung lunglai di tiang listrik. kabel listrik tempatnya bergantung kokoh tak ingin melepaskan sepatu itu menghujam bumi. Pertama kali tiba di Athens, saya cukup heran dengan sepatu-sepatu yang tergantung di kabel-kabel listrik itu. Kutanya ke seorang teman bule tapi ia tak memberi jawaban yang memuaskan. Kupikir sepatu-sepatu itu dilempar begitu saja karena sudah dirusak atau tidak dipakai. Atau asumsiku yang lain adalah sepatu itu milih olahragawan yang berhenti dari profesi dan memilh menggantung sepatu. seperti pemain sepakbola. Tapi sepertinya asumsi olahragawan itu tidak benar, karena sepatu-sepatu yang menggantung di tiang listrik cukup mudah ditemukan. Jalan-jalanlah di seputaran Athens dan kau akan mendapati sepatu-sepatu menggantung di tiang listrik.  Uniknya sepatu yang digantung itu hanyalah sepatu-sepatu kets. Fenomena ini disebut Shoefiti dan terjadi diberbagai tempat di Amerika. Nyatanya bukan hanya saya saja yang penasar

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan