Skip to main content

Ara dan Perihal Tentangnya

            Lagi asyik foto diri sendiri

Ara sedang pada tahap sangat demanding. Segala permintaannya harus segera dituruti. Kadang saya harus berselisih paham akan kemauannya yang berujung pada tangisannya. Tapi kupikir membiarkannya memahami mana yang prioritas mana yang tidak menjadi penting. 

Terlalu banyak hal yang berubah seiring pertumbuhannya. Dia bukan lagi bayi kecil yang rela saya ajak kemana-mana. Ia punya kemauan sendiri. Menentukan pilihan sendiri. Mengomentari apa yang dia suka tau tidak suka. 

Menuliskan cerita Ara, selalu membuatku menggali ingatan-ingatan apa yang menjadi istimewa. Mungkin ketika semua darinya begitu istimewa maka saya tidak lagi melihatnya istimewa. Tapi ada saat dimana saya berhenti sejenak dan melihat tingkahnya kemudian berkata pada diri sendiri, dia bertumbuh, dia belajar, dan menjadi paham pada sesuatu. Kemudian detik dimana semua kembali berjalan, semuanya menjadi biasa lagi. 

Paragraf awal tulisan ini telah jauh hari saya tuliskan. Rentetan kejadian begitu banyak hingga saya kembali lagi melanjutkan cerita ini. Moment-moment "berhenti sejenak" banyak saya lalui dua bulan belakangan ini. Ara bukan lagi anak dua tahun yang belajar berjalan, berbicara, dan menurut. 

Ia adalah anak 3 tahun yang punya kemauan keras, stubborn, demanding, drama queen, yang sangat harus saya maklumi. Tulisan ini hanya sebagai pengingat untuk saya bahwa masa-masa ia menjadi bayi kecil yang minta digendong ke mana-mana tidak lama lagi berakhir. 

Ara menyelesaikan ASInya sampai level post doc. 2 tahun 10 bulan. Menyapihnya pun punya cerita tersendiri. Pada awal dua tahunnya, saya harus marah-marah supaya dia berhenti nenen. Tapi tangisannya selalu jadi kripton yang melemahkan. Maka ASInya pun lanjut sampai dia hanya nenen sebagai pengantar tidur. 
         Kelakuannya kalo lagi di KA

Butuh tipu menipu sedikit untuk menyapihnya. Seperti trik tinta merah sebagai darah yang digunakan mamaku, maka saya pun menggunakan trik tersebut. Berhasil memadamkan seleranya untuk nenen. Sayangnya saat perjalanan jauh, mengendarai mobil pribadi atau angkutan antar kota dia masih lebih nyaman dengan nenen. Katanya ia nda suka bau mobil, dan itu selalu membuatnya muntah. Karenanya Ara lebih suka naik angkot yang full angin. Bebas bau pengap AC. Setelah pindah di Depok dan tidak perlu lagi naik mobil ber AC, Ara benar-benar sudah lepas ASI. Kadang-kadang, saya iseng menawarinya nenen, tapi mungkin ia sudah menganggap dirinya besar maka ia mulai malu-malu untuk nenen. Satu penanda bahwa ia telah tumbuh menjadi big girl. 

Celotehnya mulai banyak. Mulai bisa mengutara pendapat. Suka bercerita dan membuat lakon drama dalam imajinasinya sendiri. Kadang iseng saya tanya ketika tangannya seolah-olah memegang sesuatu. Jawabnya bisa jadi anjing yang lagi ditariknya atau es krim yang lagi dipegangnya. 

Komunikasi aktif ini membuat kami lebih banyak bercakap. Pun pada hal-hal yang butuh penjelasan dan pengertiannya. Semisalnya ketika ia sangat tidak mau makan obat, saya harus mengeluarkan jurus dialog yang mencerahkan dan masuk di akalnya sehingga ia mau membuka mulut dan meminum obat meskipun harus mengerjit akan rasa pahit yang tidak enak di lidahnya. 

              "Hello Kitty", bacanya

Yang menakjubkan dari perkembangannya adalah ketika mulai mampu mengenali huruf- huruf dari hobinya bernyanyi, bermain abjad, hingga menonton acara anak-anak. Ia pun mulai mengoleksi buku bacaan kesukaannya. Hello Kitty. Kalo liat saya baca buku, maka ia pun minta dibacakan buku. Kegemarannya adalah mendemonstrasikan kemampuan bacanya pada ayahnya " hello Kitty. teman baru", katanya keras dan penuh percaya diri. Otomatis setiap ke toko buku, ia pun memilih buku apa yang ingin dia koleksi. Paling seru kalo dia meminta dibacakan Nibble. Buku dongeng super tebal berbahasa inggris. Saya sendiri saja lupa nama karakternya, dianya masih ingat saja. 

Nda berhenti dikegiatan baca, ia kini suka minta dituliskan apa saja di kertas warnanya. "Tulis mama" katanya. "Tulis apa", tanyaku. "yellow". "Kalo tulis namanya Ara gimana?", tanyaku lagi. "A R A", jawabnya. Meski kadang benar kadang salah juga sih. Karena lagu ABCnya versi bahasa inggris jadinya kalo sebut huruf dia pake versi Inggrisnya. Yang kadang bikin saya bingung.

     Sabar nungguin gamenya terunduh

Hmmm... Apalagi ya? Dia masih tetap centil. Narsis. Suka foto-foto sendiri di laptop ayahnya. Bikin video sambil nyanyi-nyanyi dan joget. Sudah bisa bantu bersih-bersih, mengepel, dan buang sampah. Suka teriak, meski diajari berkata lembut dan menyebutkan kata tolong buat teriak bernada perintah. But, she knows how to say sorry and say "thank you". 
Dia sekarang lagi senang main tab. Download menjadi kosakata favoritnya games yang dia mau nda tersedia. Mulai dari games learning, kuteks kuku, hingg merawat bayi dan jadi dokter. Ia sudah sampai pada level menghapus games dan mengunduh yang lain. Ia cepat belajar dan cepat juga bosan. Sekarang dia pengen sekolah, biar bisa beli tas hello kitty. Tapi, rasanya saya nda tega melepas dia ke sekolah. You grow to fast, young lady!

                 Berenang yuk!!!

Depok, 28 Agustus 2014

Comments

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan ...