Skip to main content

Dari Linda Saya Belajar

ilustrasi
Hari ini saya bertemu Linda. Tidak sengaja. Pertemuan yang membuatku merenungi kembali akan nilai-nilai humanis. Siang tadi, sehabis berbelanja di Walmart, saya, Ara, dan suami memilih untuk menyeberang jalan menunggu bus. Biasanya bus lewat depan Walmart setiap sejam lewat 20-an menit. Kadang lewat sedikit. Kami keluar Walmart jam 1. 26 menit. Berspekulasi bahwa Bus mungkin saja sudah lewat. Kami memutuskan menyeberang untuk menunggu bus yang berputar di Holzer clinic. Karena jika menunggu bus lewat depan Walmart lagi butuh waktu sejam lagi.

Cuaca cukup dingin. Sehari lalu salju turun. Bunga-bunga esnya belumlah mencair. Angin cukup kencang menambah hawa dingin. Jaket Ara cukup tebal, tapi ia tidak memakai kaos tangan. Ia mulai menangis karena tidak nyaman. Bus yang kami tunggu belum juga datang.

Seorang nenek datang menghampiri kami. Ia bertanya pada suami saya apakah ia bisa mengantar kami. "Saya tidak tega melihat anak kecil di cuaca sedingin ini", katanya. Suami saya menolak halus, menjelaskan bahwa kami sedang menunggu bus. Tapi ia tetap memaksa mengantar kami. "Bagaimana jika saya mengantar anak istrimu saja. Karena mobilku hanya bisa untuk satu penumpang" katanya lagi. Ara makin rewel. Bus pun tampaknya masih lama dan angin bertiup kencang. Saya pun setuju untuk ikut di mobilnya dan mengantar kami ke Riverpark.

Ia bernama Linda. Kuperkirakan usia cukup tua. Kulit wajahnya mulai mengeriput. Jalannya tidak tegak lagi. Tapi fisiknya masih cukup kuat untuk mengendarai mobil. Ia membukakanku pintu mobilnya dan membantuku memasang sabuk pengaman. Saya duduk di depan, memangku Ara. Kursi belakang mobilnya penuh dengan kursi lipat. "Maaf, mobilku penuh barang. Saya harus membawa kursi-kursi ini untuk perayaan natal di rumah" katanya. "Maaf, tak ada car sheet bayi" katanya lagi. Saya tidak masalah memangku Ara dan duduk di samping pengemudi. Saya hanya mengkhawatirkan dia bakal ditilang polisi jika membawa bayi tanpa tempat duduk khusus dan didudukkan di samping supir. Tapi sepertinya dia tidak mengkhawatirkan hal itu.

Linda suka bercerita. Sepanjang jalan kami ngobrol. "Apakah kamu berteman?"tanyanya. "Hmm..My husband's friends. Saya agak sulit berteman" jawabku. " Saya paham. Apalagi dengan memiliki bayi" lanjutnya. "Dan kendala bahasa" kataku sambil tertawa. "Yess, I know. But ur doing very well" katanya.
"Where are you from?", "Indonesia". "I'm Sure that u missed your country, especially in this winter".

Saya tidak berani menanyakan kerjanya, maka saya bertanya apa aktivitasnya. Ia menjelaskan bahwa ia sedang belajar bahasa China. Ia dan suaminya aktif di gereja. Mereka mengajar di sekolah minggu di Athens Bible Church. Ia banyak mengenal komunitas China di Athens. Ia bercerita bagaimana senangnya ia belajar bahasa china. Katanya ia belajar speaking dulu kemudian belajar writing. "So u learn Chinese's Alphabet?", dia jawab dengan anggukan. "Wow, it's hard"responku.
"I know, it's so difficult, but beautiful. Know i try to write bible in Chinese Alphabet".
"Amazing!!! I can imagine how hard to write it"
"Yess. Especially with my old brain"
"There's no old brain if we practice everyday" kataku.

Ngobrol dengan Linda rasanya seperti mengobrol dengan kawan lama. Saya seperti mengenalnya bukan lima menit yang lalu. Ia sudah 25 tahun tinggal di Athens. Beberapa tahun tinggal di Jerman. Di Jermanlah kemudian dia memeluk agama kristen. Saya sangat tertarik untuk melihat aktivitasnya di gereja. Ia lantas menawarkan jika ingin datang kapan saja ia bersedia menjemput.

Di sini, saya bertemu dengan orang-orang yang begitu senang menawarkan bantuan. Membukakan pintu. Menanyakan apakah saya butuh bantuan jika sedang menggendong Ara sembari mengangkat strollernya.

Mereka menyentuh hati saya dengan perilaku humanis mereka. Kami mungkin memiliki banyak perbedaan. Warna rambut, bahasa, budaya. Kami pun mungkin berbeda keyakinan. Tapi kami sama-sama meyakini tentang saling menghargai dan kasih sayang antara manusia. Linda mengajarkan saya hari ini untuk melebih mengasihi sesama manusia. Menawarkan bantuan dan saling peduli. Seperti ajaran yang saya yakini di agama saya. Saya bersyukur bertemu Linda siang tadi. Ia membuat saya melihat lebih luas. (*)


Comments

  1. Wow, ternyata kehidupan di amerika ga seperti di film2 y kebanyakan digambarkan sibuk ma diri sendiri yah dwi. Benar kata iklan tak smua y kamu dengar n liat itu benar hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. iyya...film2 memberikan satu sudut pandang, realitas memberikan banyak pandangan lain :)

      Delete
  2. pada dasarnya manusia itu sangat baik. di mana pun, tidak terkecuali di Amerika sana, akan selalu ada orang baik untuk mereka yang baik ..

    ReplyDelete
  3. Keren lhooo...
    tapi kalau misalnya di Indonesia pasti orang yg ditawarin sdh mikir yg engga2, soalnya masyarakat ngga terbiasa dg hal itu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. bener mbak. Kita terlalu banyak mikir yang engga2.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Misteri Sepatu Menggantung di Kabel Listrik

Sumber : Athens News Sepasang sepatu menggantung lunglai di tiang listrik. kabel listrik tempatnya bergantung kokoh tak ingin melepaskan sepatu itu menghujam bumi. Pertama kali tiba di Athens, saya cukup heran dengan sepatu-sepatu yang tergantung di kabel-kabel listrik itu. Kutanya ke seorang teman bule tapi ia tak memberi jawaban yang memuaskan. Kupikir sepatu-sepatu itu dilempar begitu saja karena sudah dirusak atau tidak dipakai. Atau asumsiku yang lain adalah sepatu itu milih olahragawan yang berhenti dari profesi dan memilh menggantung sepatu. seperti pemain sepakbola. Tapi sepertinya asumsi olahragawan itu tidak benar, karena sepatu-sepatu yang menggantung di tiang listrik cukup mudah ditemukan. Jalan-jalanlah di seputaran Athens dan kau akan mendapati sepatu-sepatu menggantung di tiang listrik.  Uniknya sepatu yang digantung itu hanyalah sepatu-sepatu kets. Fenomena ini disebut Shoefiti dan terjadi diberbagai tempat di Amerika. Nyatanya bukan hanya saya saja yang penasar

Dapat Kiriman Moneygram

Ini adalah pengalaman pertama saya mendapatkan kiriman uang dari luar negeri. Sedikit norak dan kampungan sih. Tapi tak ada salahnya membaginya di sini. Setelah saya googling di internet kurang yang mau berbagi pengalaman tentang transferan luar negerinya. Nah, karena Kak Yusran yang bersekolah di Amerika berniat mengirimi saya uang buat tiket ke Bau-Bau, maka dia akhirnya mengirimkan uang. Dalam bentuk dollar lewat jasa layanan Moneygram yang banyak tersedia di supermarket di Amerika. Moneygram sama seperti Western Union. Tapi Western Union lebih merakyat. Mereka bekerja sama dengan kantor Pegadaian dan kantor pos. Sehingga di kampungku pun ada fasilitas Western Union (tapi saya belum tahu berfungsi atau tidak). Moneygram sendiri setahu saya hanya bekerja sama dengan beberapa bank. Saya belum pernah tahu kalo Moneygram juga sudah bekerja sama dengan kantor pos, meskipun informasi dari teman-teman di twitter mengatakan demikian. Jasa layanan pengiriman uang macam Moneygram dan Western

Parende Mama Jana

Apa makanan khas Buton? Saya tidak menemukan perbedaan yang begitu mencolok antara makan khas Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan. Kalo soal jenis dan macam, maka Sulawesi Selatan juaranya. Tapi itu bukan berarti di Pulau Buton khususnya di Baubau nda ada kuliner enak.  Daerah ini terkenal dengan makanan khas bernama Kasuami, terbuat dari tepung singkong yang dikeringkan. Tapi, entah kenapa sampai sekarang saya belum berniat mencicipinya. Selain Kasuami ada juga makanan khas yang lain. Namanya ikan Parende. Masakan ikan dengan cita rasa yang khas yang berbeda dengan Pallu Mara di Sulsel.  Meski sama-sama ikan masak, antara olahan antara parende dan pallu mara cukup berbeda. Jika pallu mara menekankan pada ikan bolu dengan banyak kunyit dan asam serta diberi sedikit gula merah, maka ikan parende menggunakan ikan laut yang entah apa namanya. Rasa kecutnya diperoleh dari belimbing atau mangga.  Di Baubau saya telah mencoba tiga masakan Parende di tiga tempat makan berbeda. Tidak ada pe